SPIN OFF PENGANTINKU, LUAR BIASA!
Tiger Sebastian, Ketua Mafia yang kejam, ambisius, pekerja keras dan pantang menyerah. Ia selalu bisa mendapatkan apa pun keinginannya dengan cara apa pun. Satu prinsipnya, nyawa harus dibayar dengan nyawa.
Status Cassanovanya harus berakhir karena dipaksa keluarganya menikahi Jihan, wanita yang hamil karena pernah dilecehkannya.
Tiger marah, kecewa namun tak bisa mengelak. Dia sama sekali tidak percaya bahwa itu adalah darah dagingnya. Jihan sudah kehilangan mahkotanya saat Tiger melakukannya.
Sesal membuncah ketika Tiger mengetahui kebenarannya. Namun terlambat, Jihan sudah pergi meninggalkannya. Yang mana, sudah mulai tumbuh benih-benih cinta di hatinya. Dia terus berusaha keras untuk menemukan istrinya.
Di tengah pencarian, Tiger juga mendapat serangan-serangan dari para musuhnya. Hingga tragedi besar terjadi.
Mungkinkah Tiger dan Jihan bisa bersatu kembali menjadi satu keluarga yang utuh? Yuk intip kisah mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sensen_se., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 4. BUKAN SEKEDAR PERINGATAN
Kepanikan mulai melanda Tiger, namun ia bisa menutupinya dengan raut wajah datar dan tanpa ekspresinya. Ia takut jika pria yang sudah menyandang gelar ayah mertuanya itu mengetahui kelakuan bejatnya pada Jihan.
Fauzan berdiri di hadapan pria itu, tangannya mencengkeram salah satu bahu Tiger. "Mulai sekarang, panggil aku ayah," ucapnya dengan senyum tipis yang terulas di bibir.
Napas yang sempat tertahan kini mulai berembus perlahan. Otot-otot Tiger yang menegang juga mulai mengendur. Ternyata tidak seperti yang ia kira.
"Hmm, ayah!" gumamnya mengangguk dan memaksa bibirnya agar membentuk senyuman pula. "Saya permisi," pamitnya sedikit menunduk lalu melenggang dengan langkah panjangnya dan wajah yang kembali dingin.
Beberapa pasang mata pengawal utusan Leon yang berjaga di luar rumah menaruh curiga terhadap Tiger. Namun, sebisa mungkin Tiger bersikap biasa saja. Matanya lurus menatap ke depan. Hanya ekor matanya meruncing, waspada dengan situasi sekitar.
Tiba di dalam mobil, Tiger duduk dengan nyaman. Ia mendapat telepon dari salah satu bawahannya yang bertugas mengurus perusahaan di kota metropolitan.
"Ada kabar apa?" ucap Tiger to the point setelah menekan earphone di telinganya.
Dengan gerakan cepat, Tiger segera melajukan mobilnya menjauh dari tempat tinggal istrinya. Rahang kokohnya mengeras ketika mendengar laporan dari sang anak buah.
"Kau sudah menyelidiki dengan benar?" geramnya dengan suara yang berat. Kedua tangannya mencengkeram erat setir mobil.
"Sudah, Tuan. Semua bukti sudah kami kumpulkan. Kami berada di kediaman Tuan Candra. Dia bersama istri sudah kami amankan," cetus seseorang dengan yakin di balik telepon.
"Hmm! Kirimkan alamatnya. Saya segera ke sana, sekarang juga!" ucap Tiger mematikan sambungan telepon lalu menyalakan layar tablet yang menempel di depannya.
Seringai dingin kini menguar dari wajah Tiger. Kedua manik abu-abunya memancarkan amarah yang menyala. Dadanya pun bergemuruh hebat. Emosi yang membuncah membuatnya menyetir dengan ugal-ugalan, ia merasa menjadi raja jalanan saat ini.
Mobil sportnya terus menyelinap mencari celah untuk berada di barisan paling depan. Deru napas yang berembus terdengar sangat kasar.
Untung saja pembangunan proyek jalan tol yang Tiger lakukan bersama sang ayah sejak sepuluh tahun yang lalu telah selesai. Dan kini menjadi akses yang memudahkannya menyeberangi antara Pulau Sumatera ke Pulau Jawa.
"Matilah kalian di tanganku!" teriaknya memukul setir dengan keras.
Beberapa jam kemudian, Tiger sampai di sebuah rumah mewah yang terletak di kompleks perumahan elit, Jakarta Timur. Pagar-pagar dan gerbang tiap rumah menjulang tinggi. Ia bisa melihat beberapa bawahannya standby di depan pintu.
Wajah bengisnya begitu kentara, ia segera turun dari mobilnya. Membanting pintu dengan keras, melangkah panjang masuk ke rumah milik salah satu pengusaha yang masuk deretan konglomerat terkaya urutan nomor 5 di negara ini.
Pintu segera dibuka lebar oleh anak buah Tiger ketika melihat bosnya sudah sampai. Mereka membungkuk setengah badan untuk menyampaikan rasa hormat dan tunduk di bawah kekuasaannya.
"Selamat datang, Tuan!" sambut dua pria yang juga berwajah seram.
Tanpa membalas Tiger melajukan langkahnya karena tidak sabar ingin segera sampai di hadapan pria yang bernama Candra itu.
"Selamat datang, Tuan!" ucap bawahan Tiger serempak yang kini menodongkan senjata laras panjang pada pasangan suami istri yang duduk saling memunggungi dalam keadaan terikat dan disumpal mulutnya. Seluruh pelayan di rumah itu sudah dikumpulkan di satu tempat yang juga dijaga ketat dengan ancaman senjata yang sama.
"Tunjukkan bukti-buktinya!" pinta Tiger bersuara dingin dengan tatapan setajam elang mengarah pada pria paruh baya itu.
Bian, asisten pribadi Tiger mengulurkan sebuah tablet membuka beberapa dokumen penting, video, rekaman suara sebagai bukti-bukti penting dan valid.
Sudah sejak lama, Tiger masuk ke dalam dunia hitam. Puluhan bawahannya pernah ditumpas oleh orang-orang Leon, namun ternyata masih ada beberapa anggota tersembunyi yang belum pernah muncul dalam pertarungan. Tiger tidak ingin menunjukkan identitas gelapnya. Namun, kali ini ia merasa harus menggunakan kekuatannya.
Selama satu jam lebih Tiger meneliti satu per satu. Sedang sepasang manusia yang terikat sudah panas dingin melihat ekspresi menyeramkan dari wajah Tiger.
"Mmmpph! Mmmpphh!" Tuan Candra mencoba ingin berbicara baik-baik.
Manik abu Tiger memutar dan menatap tajam pria itu. "Lepas penutup mulutnya," perintah Tiger.
Bian yang memang berada tak jauh dari sandera itu, mencabut kasar lakban berwarna hitam yang menempel pada mulut pria paruh baya itu.
"Apa salah kami? Kenapa kalian memperlakukan kami seperti ini? Kalian tidak tahu siapa kami, hah?" tantang Tuan Candra yang mencoba melawan, dalam suara yang bergetar.
Tiger berjalan cepat ke arahnya, lengannya meraih senjata laras panjang yang berkaliber besar dan terdengar ia tengah meloading senjata itu yang seketika membuat Tuan Candra dan istrinya membelalakkan mata.
"DOR!"
Tiger melesakkan sebuah tembakan tepat pada CCTV yang ada di sudut ruangan. Lalu kembali membidik pada sudut lainnya dan melesakkan kembali pelurunya hingga semua kamera pengawas itu meledak dan hancur berhamburan.
Tuan Candra memejamkan mata dengan gemuruh dada yang berdebar hebat. Begitupun dengan sang istri yang menjerit tertahan karena mulutnya masih tertutup. Kedua mata mereka memejam dengan kuat.
Tiger berjongkok, menopangkan lengan pada salah satu lututnya. Sedang tangan satunya menegakkan senjata laras panjang di sebelah tubuh kekarnya.
"Haruskah aku meledakkan otakmu sekarang juga untuk membuka ingatan 33 tahun yang lalu?" Tiger bersuara berat disertai tatapan mengintimdasi.
Tuan Candra menggelengkan kepala dengan wajah yang memucat. "Tidak, tidak mungkin!"
Tawa menyeringai kini terbentuk di bibir tipis Tiger. "Kamu pikir dengan menutup kasus itu puluhan tahun lalu, bisa terbebas begitu saja? Jika hukum tidak bisa ditegakkan, maka kedua tanganku ini yang akan menghukum kalian secara langsung tanpa perantara!" tegas Tiger kembali meloading peluru pada senjata di tangannya. Lalu membidik tepat pada kepala dan bergeser pada dada sebelah kiri pria itu.
"Tidak! Jangan! Jangan lakukan itu!" seru Tuan Candra ketakutan setengah mati. Bibirnya sudah membiru dengan keringat dingin menghias di seluruh wajah tuanya.
"Ingin menyampaikan kalimat terakhir?" gumam Tiger yang sudah menempatkan titik yang tepat untuk tempat bersarangnya peluru.
Nyonya Candra sudah menangis histeris sedari tadi, ia sampai melemas karena ketakutan merayap di seluruh tubuhnya. Keringat dingin pun membasahi wajahnya.
"Oh, tidak ada. Baiklah!" Telunjuk Tiger mulai bergerak pada tuas hand gun bermoncong panjang.
"DOR! DOR! DOR!"
Tiga buah peluru dilesakkan tepat di jantung Tuan Candra. Darah segar memercik hingga wajah Tiger dan sebagian kemeja putihnya. Seketika pria paruh baya itu ambruk meregang nyawa. Tak hanya itu, Tiger juga mengarahkan tembakan pada wanita yang sudah membungkuk penuh hingga bersujud di lantai dengan tangis memilukan.
Tiger memejamkan mata sejenak, menarik napas panjang dan sebuah peluru bersarang di kepala wanita itu. Setelahnya ia melepar hand gun tersebut yang langsung ditangkap oleh anak buahnya.
"Hilangkan mayatnya. Jangan sampai ditemukan!" perintahnya lalu melenggang pergi begitu saja.
Ia segera melesat pergi dengan mobil sportnya, kembali menemui sang istri yang tiba-tiba tampak di pelupuk mata. Seperti tidak ada rasa lelah, perjalanan yang dia tempuh tidak begitu terasa. Padahal jarak yang membentang begitu panjang.
Langit sudah berubah hitam pekat dengan taburan bintang-bintang. Hari sudah berganti malam ketika mobilnya berhenti di pelataran rumahnya. Wajah dan seluruh tubuhnya masih dipenuhi darah yang mengering.
Langkah panjangnya segera mengarah pada kamar utama, tempat terakhir dia meninggalkan istrinya. Namun, saat membuka pintu ruangan yang cukup luas itu tampak sunyi.
Pandangan Tiger menyebar di seluruh sudut ruangan, tidak ada tanda-tanda kehidupan di sana. Semua rapi, ada bekas makanan di atas nakas.
Tiger melenggang masuk dan menuju kamar mandi, tidak menemukan siapa pun. Akhirnya ia memutuskan untuk mandi dan membersihkan diri terlebih dahulu.
Ia melepas seluruh pakaian yang melekat di tubuh kekarnya. Lalu mengguyur dengan air dingin dari tetesan shower yang cukup deras. Matanya terpejam sembari menyugar rambutnya.
Beberapa waktu berlalu, mata Tiger kembali terbuka, alisnya saling bertaut di bawah guyuran air shower, "Kemana wanita itu?!" gumamnya ketika tiba-tiba bayangan Jihan kembali memenuhi kepalanya.
Buru-buru dia menyelesaikan mandinya, berganti pakaian yang lebih santai. Kaos berwarna putih yang ketat hingga mencetak tubuh kekarnya, dipadukan celana jeans panjang menjadi pilihannya. Tiger bergegas keluar untuk mencari keberadaan sang istri.
Bersambung~