Aluna Aurelia Pradipta memimpikan keindahan dalam rumah tangga ketika menikah dengan Hariz Devandra, laki-laki yang amat ia cintai dan mencintainya. Nyatanya keindahan itu hanyalah sebuah asa saat keluarga Hariz campur tangan dengan kehidupan rumah tangganya.
Mampukan Aluna bertahan atau memilih untuk pergi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon echa wartuti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tak Merasakan Kenikmatan
Em ... ought
Aluna melenguh dan mengigit bibir bawahnya saat ia merasakan usapan pada area sensitivnya. Aluna pikir dirinya sedang bermimpi, nyatanya tidak. Saat Aluna membuka matanya ia melihat tangan seseorang masuk ke balik pakaian tidurnya.
"Mas Hariz"
"Iya, Sayang"
"Apa yang kamu lakukan?"
"Aku merindukanmu"
"Kamu mabuk?"
Aluna mencium bau alkohol di tubuh Hariz.
"Aku hanya minum sedikit"
Aluna kembali melenguh dan itu membuat Hariz makin bersemangat dengan aktivitasnya.
"Singkirkan tanganmu, Mas!"
"Tidak bisa, Aluna. Aku benar-benar sudah tidak bisa menahan ini lagi."
"Tapi, Mas—"
"Aku suamimu"
"Tapi aku lelah"
"Sebentar saja. Aku tersiksa, Aluna"
Aluna terdiam sesaat, dalam hatinya Aluna merasa kasihan pada sang suami. Setelah memikirkannya benar apa kata Hariz dia masih suaminya dan lagi Aluna juga merindukan sentuhan sang suami. Jika boleh jujur Aluna sudah terpancing oleh ulah sang suami.
"Baiklah, Mas ayo kita lakukan," putus Aluna.
"Thank you, Aluna," seru Hariz bersemangat.
Hariz menanggalkan semua kain yang menempel di tubuhnya lantas melepaskan pakaian Aluna juga. Ia memposisikan diri di atas tubuh Aluna mengungkungi tubuh sang istri. Tanpa menunggu waktu lagi Hariz mulai memasuki istrinya.
Aluna melenguh dan meringis saat ia merasakan benda keras memasuki tubuhnya dan pergulatan panas itu di mulai. Malam itu bukan pertama kali mereka bercinta dan Aluna merasa malam itu Hariz bertindak egois sepeti bermain sendiri. Aluna benar-benar tidak menikmati hubungan itu seperti sebelum-sebelumnya.
Di akhir permainan Hariz mencium kening Aluna sebagai tanda terima kasih tanpa melihat raut wajah kecewa Aluna.
"Tidurlah lagi. Maaf sudah mengganggumu," ucap Hariz seraya mengusap sisi wajah Aluna menggunakan punggung tangannya.
"Hmmm." Aluna merespon dengan gumaman.
Hariz beranjak dari tempat tidur berjalan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Tidak lama Hariz keluar dari kamar mandi dan berjalan menuju tempat tidur. Aluna yang tidur membelakangi Hariz merasakan Hariz naik ke ranjang setelah itu tidak ada pergerakan lagi. Aluna menoleh ternyata Hariz sudah terlelap.
*****
Keesokan harinya Aluna sedang menyiapkan pakaian kerja dan keperluan lain untuk sang suami. Hariz masih ada di dalam kamar mandi. Saat Aluna sedang menyiapkan pakaian untuk dirinya sendiri Aluna merasakan pelukan dari belakang. Ternyata Hariz memeluknya dari belakang. Akan tetapi tidak sekedar memeluk, Haris melakukan sesuatu yang lebih.
"Mas … jangan seperti ini!" pinta Aluna.
"Kenapa, Sayang?" Hariz tidak memperdulikan permintaan Aluna dan terus melancarkan aksinya.
"Mas, ought." Aluna mengeluh saat Hariz menyentuh titik lemahnya. Meski begitu Aluna mencoba bertahan. "Sudah siang, Mas. Kamu bisa terlambat."
"Sebentar saja." Hariz menolak untuk berhenti.
"Kamu bisa datang terlambat ke kantor," bujuk Aluna.
"Tidak akan ada yang berani marah padaku, Sayang. Mereka semua bawahanku," ucap Aluna.
"Tapi —"
"Stttt, diamlah!"
Hariz benar-benar berubah. Sebelumnya Hariz tidak pernah memaksa, tetapi kali ini sang suami benar-benar memaksa tanpa mau mendengarkan apapun. Hariz mendorong Aluna ke tempat tidur lantas menyingkap pakaian Aluna kemudian memasuki Aluna.
Sekitar setengah jam permainan panas itu berakhir, hanya tiga puluh menit, tetapi menurut Aluna itu waktu yang lama.
"Aku sudah transfer bulanan untuk kamu," ucap Hariz setelah selesai memakai pakaian kerjanya.
"Apa ibumu tidak keberatan?" tanya Aluna yang masih merebahkan tubuhnya di tempat tidur.
"Aku yang urus, Sayang." Hariz memakai jam tangan mahalnya sembari duduk di tepi ranjang.
"Baiklah," sahut Aluna
"Kamu tidak ke butik?" tanya Hariz.
"Mungkin nanti siang. Kamu membuatku lelah pagi ini," protes Aluna.
"Maaf, Sayang. Kamu juga membiarkan aku selama lebih dari satu minggu. Tadi aku benar-benar tidak bisa mengendalikan diriku," aku Hariz. Aluna mencoba bangun untuk membantu Hariz memakai dasi.
"Tubuhku sakit semua," keluh Aluna.
"Maaf, aku kasar ya."
"Hmmm," gumam Aluna. "Sudah selesai," ucap Aluna ketika sudah selesai mengingat dasi di leher Hariz.
"Kain kali aku akan pelan-pelan." Hariz mengusap sisi wajah Aluna dengan ibu jarinya. "Aku berangkat dulu."
"Eh,tunggu! Sebenarnya ada yang ingin aku bicarakan denganmu," cegah Aluna
"Tentang apa?" tanya Hariz
"Aku butuh sopir," jawab Aluna.
"Aku akan carikan nanti," ucap Hariz.
"Tidak perlu," tolak Aluna.
"Kenapa?" Kening Hariz mengerut mendengar penolakan Aluna.
"Sebenarnya Farel sudah merekomendasikan temannya. Waktu itu aku belum butuh, tapi sekarang aku benar-benar butuh," jelas Aluna.
"Baiklah," ucap Hariz setuju. "Aku akan tambahin uang bulanannya untuk bayar sopir pribadi kamu," ucap Hariz
"Tidak perlu. Aku bisa bayar sopir dari penghasilan butik," tolak Aluna.
"Sesuai keinginan kamu, tapi jika kamu berubah pikiran katakan padaku," pesan Hariz di sambut anggukkan oleh Aluna.
"Sudah siang berangkatlah! Aku tidak bisa mengantarmu ke teras, aku tidak memiliki tenaga untuk bangun," ucap Aluna.
"Tidak masalah. Kamu istirahatlah lagi." Hariz mencium kening Aluna yang kembali merebahkan tubuhnya di tempat tidur. "Sampai jumpa," salam Hariz.
"Hati-hati di jalan," pesan Aluna disambut senyuman dan anggukkan kecil.
Setelah Hariz pergi Aluna menarik napas dalam-dalam. Aluna benar-benar tidak tahu apa yang terjadi pada sang suami. Perbuatan sang suami kali ini cukup menyakitinya. Ketika waktu sudah cukup siang Aluna keluar dari kamar. Setelah mandi Aluna terlihat segar.
"Lihatlah nyonya rumah ini baru bangun," sindir Mona.
"Maaf, Ma, tapi anakmu tidak membiarkan aku bangun dari tempat tidur," balas Aluna.
"Heh, untuk apa terus tidur bersama jika tidak bisa menghasilan keturunan," hina Mona.
"Aku malas berdebat dengan Mama." Aluna memilih pergi ke dapur mencari pekerjanya "Mbak Susi," panggil Aluna.
"Ya, Non," sahut Aluna dari belakang rumah. "Ada apa?" tanya Susi.
"Mbak tolong pergi berbelanja! Saya sudah membuat daftarnya. Ini daftar belanjaannya dan ini uangnya." Aluna menyerahkan daftar belanja beserta uangnya.
"Baik, Non." Susi menerima semua yang majikannya kasih.
"Apa ini?" Secara tiba-tiba Mona datang merebut daftar belanja dari tangan Susi. "Belanja segini kamu kasih uang sebanyak ini?" Mona mengambil sebagian uang dari tangan Susi. "Segini saja cukup." Mona memberikan uang hanya 3 lembar kepada Susi.
"Tapi, Nyonya besar —"
"Mba Susi." Aluna menaruh jari telunjuknya di depan bibir mengisyaratkan pada mba Susi untuk diam.
"Kalau begitu kenapa bukan Mama saja yang belanja? Aku pengin lihat dengan budget segini Mama bisa beli apa saja," tantang Aluna.
Mata Mona membulat, tidak percaya jika perempuan di hadapan adalah Aluna.
"Dasar! Nih uangnya, jangan dikorupsi!" Mona menaruh uang yang diambilnya dari Susi lantas meletakkannya di meja.
"Jangan didengerin. Mbay tahu mama seperti apa, 'kan," pinta Aluna.
"Baik, Non saya pergi dulu," pamit Susi dibalas anggukkan oleh Aluna.
Aluna masih duduk di meja makan mencoba menghirup udara di sekitarnya. Setelah itu Aluna kembali ke kamar segera bersiap karena akan bertemu dengan Farel dan Rania untuk membahas laki-laki yang bernama Elgar yang akan menjadi sopirnya.
Pasti Elgar pemilik hotel itu, dan dia menyukai Aluna. Syukurlah Luna belum punya anak dengan Hariz. Saya yakin setelah terbongkar kebusukan Hariz, perusahaannya akan hancur.
Thoor jika perceraian Aluna dan Hariz, cepet, atas bantuan Elgar, tak kasih nilai 5 bintang