Maha Rani Larasati rela menikah dengan Daniel Nur Indra seorang duda ber anak satu tapi jauh dari kata bahagia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Trisubarti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 4
Icha masuk ke kamar menyimpan tas di tempatnya, kemudian melangkah kekamar mandi. Setelah bersih, Icha merebahkan tubuhnya di kasur. Icha akhirnya tidur juga.
Rani dan Icha tidur dengan pulas, sore hari mereka baru bangun. Sore berlalu malam pun tiba.
"Cha makan dulu sayang..." Rani menghampiri Icha di kamarnya.
"Papa kemana sih Mi? kenapa sih! Papa nggak ada waktu buat kita?" Tanya Icha kesal.
"Sayang...apa yang Papa lakukan saat ini, cari uang sampai larut hanya untuk kita sayang..." Rani membelai kepala anak sambungnya.
"Icha harusnya bersyukur, punya Papa yang bekerja keras." "Banyak anak di luar sana yang sulit untuk sekedar jajan, karena apa? karena banyak orang tua yang malas bekerja, banyak juga yang ingin bekerja tapi tidak ada peluang untuk mendapatkan pekerjaan."
"Sedangkan Papa, saat ini mempunyai usaha sendiri, banyak orang yang bergantung dengan Papa, karyawan Papa banyak."
"Mereka mempunyai anak dan istri, yang harus di cukupi." "Jadi kesimpulannya, Icha harus dukung Papa, jangan manja, jangan bergantung, selagi kita bisa, apapun harus kita lakukan sendiri." "Umi ingin, Icha tumbuh menjadi anak yang mandiri dan tidak cengeng." Nasehat Rani panjang lebar.
Icha mendongak menatap Uminya. "Tapi Umi nggak bertengkar sama Papa kan?" Tanya Icha sedih. Sebenarnya bukan karena dirinya sendiri Icha memikirkan Papanya. Tetapi Icha sering melihat mata Rani bengkak. Icha saat ini sudah bisa menilai apa yang terjadi dengan kedua orang tuanya.
"Ya nggak dong sayaaang.."
"Udah nggak usah sedih, kita makan malam sekarang."
"Okay Umi..."
Icha dan Rani akhirnya makan malam bersama, setelah makan, seperti biasa, Icha belajar mengerjakan PR.
Malam semakin larut, sudah jam 10 malam Rani ambil handphone. Ia ingin menghubungi Deni.
Rani berharap Deni tahu keberadaan, suaminya saat ini.
Deerrr...deerr..
"Hallo kakak Ipar?" Suara Deni di seberang sana.
"Hallo kak Deni, apa kabar?" Tanya Rani.
"Kabar baik kakak Ipar, hanya hati aku yang belum bisa muve on dari kakak Ipar, ahahaha..." Gurauan Deni di seberang.
"Bercandamu nggak lucu! nanti kalau abangmu dengar, di pasung loh, di lapangan." Jawab Rani cemberut.
"Ada apa kakak Ipar, telepon malam-malam, tumben?" Tanya Deni heran, sebab selama ini, Rani hampir tidak pernah menghubunginya.
"Kak Deni tadi pulang jam berapa?" Tanya Rani.
"Jam tujuh, memang kenapa kakak Ipar?" Tanya Deni.
"Kok Mas Dani sampai sekarang belum pulang ya?" Tanya Rani khawatir.
"Oh tadi waktu saya pulang masih di kantor kak," "Sekarang memang lagi banyak kerjaan, pekan depan mau ada pameran." "Apa yang harus saya bantu kakak ipar ? apa saya sekarang kekantor saja, soalnya ponselnya tidak bisa di hubungi." Tutur Deni.
"Oh begitu, tidak usah kak Deni." "Besok tolong bilangin, suruh aktifkan handphone, anaknya kangen tuh!" Tutur Rani.
"Uminya Icha nggak kangen memang?" Gurau Deni.
"Hehehe...kalau yang itu sih jangan di tanya, rindu berat pokoknya." Jawab Rani malu-malu. "Sudah ya kak Deni, terimakasih infonya, selamat malam." Rani kemudian menutup ponselnya.
Rani mencoba untuk tidur, tapi matanya kering, mungkin karena tadi siang ia tidur kelamaan.
Menit berlalu, saat ini sudah jam 11 malam. Rani kedinginan ia mengecilkan AC. Rani tiba-tiba membayangkan minuman sekuteng, dulu dia sering minum di alun-alun Yogyakarta.
Rani membuka aplikasi penjual minuman, tapi tidak ada penjual sekuteng, yang lokasinya dekat tempat tinggalnya. Ada juga jauh sekali tidak mungkin pesan sekuteng harga 10 rb jaraknya ratusan km.
Rani mencoba untuk tidur tapi air liur nya terus mengucur membayangkan sekuteng panas.
"Yah nasib... memang tidak berpihak sama aku, kebanyakan istri ngidam suami akan siaga, tapi nasibku memang harus begini." Rani bergumam.
Rani beranjak mengenakan jaket tebal dan keluar rumah, siapa tau nasib baik berpihak kepadanya.
Rani berjalan kaki tidak ada rasa gentar sedikitpun. Demi mendapatkan sekuteng yang ia mau.
Bisanya sekuteng memang selalu di jual malam hari. Selama tinggal di sini belum pernah melihat penjual sekuteng. Dulu pernah membeli ketika sedang jalan-jalan dengan suaminya di puncak bogor. .
Ingat puncak bogor, Rani jadi ingat suaminya. Masa-masa manis saat itu.
"Mas aku mau beli itu." Rani menunjuk sekuteng di gerobak.
"Ya sudah kita beli yuk ." Rani dan Dani membeli sekuteng, Rani berniat membeli dua mangkok, tapi Dani nggak mau.
"Apa itu yank?" Tanya Dani.
"Ini namanya sekuteng Mas."
"Ini cobain deh." Rani menyuapi Daniel.
"Nah, enakan?" Tanya Rani tak hentinya memandangi wajah suaminya, saat makan sekuteng.
"Enak, tapi karena di suapi sama kamu." Tutur Daniel.
"Ting..ting..ting.
Suara mangkok di ketuk membuyarkan lamunanya.
Rani clingak clinguk mencari sumber suara. Rani melihat bapak-bapak penjual sekuteng.
"Bang beli sekutengnya." Panggil Rani.
Tukang sekuteng tidak menjawab, ia bengong tengah malam begini ada wanita cantik membeli sekuteng. Jangan-jangan dia hantu! monolog tukang sekuteng.
Tukang sekuteng ingin putar balik takut sama Rani.
"Bang! Ya Allah... jualan mau di beli kok malah kabur sih!!" Bentak Rani. Dia sudah senang mendapat yang ia cari kok malah kabur. Pikirnya.
"Jadi si eneng teh manusia? tapi si eneng tadi sebut Nama Allah, oh berarti memang manusia". Kata abang.
"Ah abang, ada-ada saja, saya manusia bang! memang wajah saya menyeramkan ya?" Tanya Rani.
"Atuh si eneng teh geulies pisan, menurut cerita, hantu awe we teh geulies. Makanya abang pikir si eneng hantu hehehe." Tukang sekuteng terkekeh.
"Sudah bang, saya beli sekutengnya satu ya."
"Baik neng." Tukang sekuteng menyiapkan semangkuk, kemudian di masukkan kedalam plastik.
"Neng, awe we malam-malam kok di luar, serem atuh neng." Nasehat abang.
"Nggak apa-apa bang komplek sini aman kok."
"Berapa harganya bang?" Tanya Rani.
10 ribu neng,"
"Nih, kembalinya ambil saja bang." Rani menyodorkan uang 50 ribu.
"Ini teh banyak pisan neng, atuh abang jadi nggak enak," kata tukang sekuteng.
"Sudah bang saya permisi ya, semoga dagangan abang laris." Doa Rani.
"Tunggu neng, si eneng kan sudah kasih rizki lebih buat abang, sebagai gantinya, abang antar si eneng pulang. Sekalian abang mau jualan di komplek eneng, suka banyak satpam nongkrong." Tutur abang.
"Oh ayo bang."
Rani dan tukang sekuteng jalan beriringan, mereka ngobrol sambil berjalan.
"Neng kok keluar sendirian memang nggak ada kakak atau siapa gitu yang mau antar?"
"Ada! Simbok sama anak saya, tapi kan kasihan bang bangunin mereka malam-malam nggak tega lah bang."
"Oh jadi si eneng teh sudah punya suami, abang pikir masih gadis."
"Ah abang, sudah punya anak malah bang! anak saya sudah kelas tiga.
"Abang teu percaya neng." Kata abang. Abang berpikir mana mungkin gadis belia punya anak.
Rani dan bang sekuteng ngobrol. Tidak terasa Rani sampai di depan rumah.
Sampai di rumah sudah Jam 12 malam, Daniel belum sampai juga. Rani sedih tapi ingat sekuteng yang ia bawa menjadi terhibur. Selesai minum sekuteng Rani tidur.
Keesokan harinya Rani berniat masak yang enak nanti ia akan mengantarkan makan siang untuk suaminya.
HAPPY READING.
lumayan buat nambah penghasilan tambahan 🙏😭😭😭