Di hancurkan berkeping-keping oleh suaminya dan juga ibu mertuanya, kehidupan Laras sangat hancur. selain harus kehilangan anak keduanya, Laras di serang berbagai ujian kehidupan lainnya. Putranya harus di rawat di rumah sakit besar, suami mendua, bahkan melakukan zina di rumah peninggalan orantuanya.
Uluran tangan pria tulus dengan seribu kebaikannya, membawa Laras bangkit dan menunjukkan bahwa dirinya mampu beejaya tanpa harus mengemis pada siapapun. Akan dia balaskan semua rasa sakitnya, dan akan dia tunjukkan siapa dirinya yang sebenarnya.
Sehebat apa luka yang Laras terima? apakah dia benar-benar membalaskan rasa sakitnya?
Yuk simak terus ceritanya sampai habis ya 🤗🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Elsa Ketakutan
Sebelum masuk ke dalam mobil Laras berusaha menetralkan degup jantungnya saat ia berhadapan dengan suami dan mantan Ibu mertuanya yang dzalim. Demi Tuhan, Laras tidak akan tinggal diam setelah apa yang mereka perbuat padanya.
"Ya Allah." Lirih Laras, dia menengadahkan wajahnya sambil mengerjap-ngerjapkan matanya agar air matanya tidak tumpah.
"Ras," Desi memegang lengan Laras dari samping.
Tidak mudah bagi Laras untuk berada di titik ini, bahkan membayangkan dia berpisah dengan Jefri pun tidak pernah ada sama sekali. Mereka hidup bahagia meskipun dalam kekurangan, dulu Jefri bekerja serabutan dari satu tempat ke tempat lain seraya menyelesaikan kuliahnya. Keduanya memgang prinsip sesuah apapun kehidupannya, tidak akan mencampurkan orangtua maupun kakak Laras di saat mereka masih bisa mengatasi masalahnya sendiri, nyatanya selama 3 tahun terakhir, Jefri lulus dan mulai bekerja di sebuah perusahaan yang tidak di ketahui oleh Laras bahwa Jefri bekerja di perusahaan besar. Dari magang Jefri memberikan uang gajinya sebesar 700 ribu, bertahun-tahun lamanya tidak pernah bertambah.
"Maaf, aku menyerah." Lirih Laras.
"Maafkan Papa, Papa gagal mendidik anak Papa sendiri." Ucap Daryono merasa bersalah.
"Bu--" Laras tak meneruskan ucapannya, dia mengalihkan pandangannya begitu mendengar suara malaikat kecilnya.
"Ibu, ayo pulang! Langit lapar bu, om Aiman ngajak kita ketemu Elsa! Ayo Ibu!" Langit menyembulkan kepalanya di jendela kaca mobil, wajahnya sangat berseri dan begitu antusias, entah apa yang Aiman bicarakan pada bocah itu sampai terlihat begitu bahagia.
"Pa, kak Des. Terimakasih kalian sudah mendukung keputusanku, sepertinya aku harus segera kembali, Langit mungkin sudah tidak sabar bertemu dengan temannya." Ucap Laras seraya menyeka air mata yang sudah menumpuk di pelupuk matanya.
"Baiklah, hati-hati ya, nak." Ucap Daryono.
Laras meraih tangan kanan Daryono, dia menyaliminya sebelum ia pergi bersama Langit dan juga Aiman. Di dalam mobil sana juga sudah ada kakaknya dan juga iparnya, sebelum benar-benar masuk. Laras merapikan penampilan wajahnya dan juga hijabnya, dia tidak mau sang putra melihat kesedihannya.
*
*
Di Tempat lain.
Baby sitter Elsa memberitahukan pada anak asuhnya, bahwa Langit dan juga Laras akan datang ke kediamannya. Elsa senang bukan main, dia langsung mengajak Nina selaku baby sitternya untuk ke kamarnya mengeluarkan semua mainan miliknya dan juga semua alat lukis.
"Wah, Elsa seneng ya?" Tanya Nina dengan lembut, kedua sudut bibirnya terangkat melihat anak asuhnya terlihat begitu bersemangat menyambut Langit dan Laras.
Elsa masih enggan mengeluarkan suaranya, dia hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban lengkap dengan senyum manis khas anak kecil. Namun, sedetik kemudian dia mendapat kilasan bayangan masa lalu di dalam benaknya, seketika ia beringsut bersembunyi di sudut kamar.
"Elsa, mau kemana sayang? It's oke, jangan takut." Nina mencoba meraih tangan Elsa untuk berdiri, bukan hanya kali ini Elsa tiba-tiba ketakutan seperti ini.
"Di-- .. Di- .." Elsa tiba-tiba saja sesenggukkan dengan suara terbata-bata.
"Di? Di apa sayang? Katakan saja, sus akan mendengarkan Elsa." Tanya Nina sambil mensejajarkan tubuhnya dengan gadis kecil yang tengah sesenggukan di hadapannya, wajahnya tersirat ketakutan yang tidak tahu apa sebabnya.
"Huaaaa!!! Bun-.. Heuuu ... A-y... Aahhh" Elsa semakin histeris dengan tangan gemetar.
Dari lantai bawah, Aiman mendengar suara tangisan Elsa yang tidak seperti biasanya. Laras dan Langit langsung berlari bersama Aiman menuju lantai atas, mereka semua khawatir dengan keadaan Elsa. Begitu sampai di kamar, terlihat Elsa masih sesenggukkan di dalam dekapan Nina.
"Sus, Elsa kenapa?" Tanya Aiman Khawatir.
"Seperti biasanya tuan, non Elsa tadi tiba-tiba nangis dan ketakutan, dia seperti mau mengucapkan sesuatu dan sempat bilang 'Di' tapi terpotong, dia juga manggil Bun dan Ayah." Jelas Nina.
Laras berjongkok tepat di hadapan Nina, dia menyentuh tangan Elsa dengan Lembut.
"Elsa, sini sama tante." Ucap Laras dengan penuh kelembutan.
Mendengar suara Laras, bagaikan sebuah hipnotis untuk Elsa yang hasilnya dia berhenti menangis. Elsa melepaskan pelukannya dari Nina, dia membalikkan tubuhnya menatap Laras sambil mengusap air matanya dengan kasar.
"Sini sayang." Laras merentangkan tangannya pada Elsa, gadis kecil itu langsung masuk ke dalam dekapan Laras seakan menemukan ketenangan di dalamnya.
Aiman sungguh tidak begitu pahan dengan apa yang terjadi pada Elsa, saat ia konsultasi pada dokter pun dia tidak mendapatkan jawaban yang begitu jelas, karena pada dasarnya Elsa berlaku demikian sejak ibunya meninggal dunia. Di usinya yang baru menginjak empat tahun, anak itu berubah menjadi anak yang pendiam bahkan seringkali terlihat ketakutan.
Laras menggendong tubuh mungil Elsa, ia juga menyeka sisa air mata di pipi Elsa. Langit menatap Elsa dari bawah, dia mencoba menghiburnya dengan memasang wajah jeleknya.
"Wleee.. " Langit menarik kedua sudut bibirnya, dia juga menjulurkan lidahnya yang mana membuat Elsa tertawa.
"Hahaha," Tawa Elsa membuat Aiman bernafas lega.
"Kita ke bawah yuk! Langit ajak main Elsa ya, ibu mau ngobrol dulu sama om Aiman." Ajak Laras.
"Siap, komandan!" Seru Langit memberi hormat pada Laras.
Laras pun turun dari lantai atas, Elsa melingkarkan kedua tangannya di leher Laras agar ia tidak jatuh. Aiman dan Langit mengekor di belakang bersama Nina, di bawah juga ada Bayu dan juga Kiara yang tengah menunggu.
"Sus, bawa Elsa sama Langit main dulu ya. Saya mau bicara sama yang lainnya, nanti Bik Minah nganterin makanan buat mereka." Ucap Aiman.
"Baik Tuan." Naina menganggukkan kepalanya, dia membawa Elsa dan juga Langit menuju taman yang berada di belakang rumah.
Aiman dan Laras pun bergabung dengan Bayu dan juga Kiara. Tampaknya Laras tengah memikirkan sesuatu, sehingga saat ia di panggil oleh Aiman pun tidak menjawabnya.
"Dek," Kiara menepuk pundak Laras sampai si empu terkejut, dia mengelus dadanya sambil beristigfar.
"Ya Allah, kak Kia ini bikin jantungan aja." Ucap Laras.
"Ya kamunya sih ngelamun, emangnya lagi mikirin apa sih?" Kiara kepo pada adik iparnya itu.
Laras menatap Aiman dengan tatapan yang tidak bisa di artikan, sejenak Laras menopang dagunya menggunakan tangan kanannya dengan mata menyipit. Aiman menaikkan satu alisnya, dia di buat heran melihat tingkah aneh Laras.
"Kenapa?" Tanya Aiman.
"Ini loh, aku tuh kepikiran sama reaksi Elsa. Memangnya dulu saat bundanya meninggal itu gimana ceritanya? Aku kasihan loh lihat dia ketakutan seperti itu, sepertinya dia mengetahui sesuatu tapi takut bilangnya, ngerti gak sih?" Papar Laras.
"Aku juga sebenarnya bingung Ras, dokter juga agak kesulitan soalnya Elsa saat itu masih kecil dan enggan buka suara karena takut. Meskipun Elsa bukan anak kandungku, aku menyayanginya dengan tulus dan menganggapnya anak kandungku sendiri. Tapi, untuk kasusnya saat ini aku merasa gagal menjadi peran ayah baginya, aku belum bisa menghilangkan rasa takutnya walaupun sudah membayar dokter terbaik." Jawab Aiman.
"Jadi? Elsa bukan anak Mas Aiman?" Tanya Laras bingung.
Aiman menjawab dengan gelengan kepalanya. "Iya, dia anak mendiang kakakku." Jawab Aiman dengan lirih, kepalanya menunduk saat mengingat mendiang kakaknya.
"Aiman memang duda. Tapi, dia tidak memiliki anak sebab istrinya meninggal bersama anak yang di kandungnya, kakaknya yaitu Mas Fatih dan juga ibunya Elsa terlibat dalam kecelakaan yang di curigai pembunuhan berencana. Sampai saat ini, pelaku tak kunjung di temukan karena jejaknya hilang begitu saja, namanya juga pembunuhan berencana ya pastinya sudah ada persiapan sebelumnya." Jelas Bayu yang memang mengetahui sebagian kisah Aiman.
Satu tahun lalu. Elsa di temukan polisi berada di dalam tas besar yang di letakkan di bagasi mobil, kondisinya begitu memprihatinkan karena di bagian baju yang di kenakannya terdapat banyak noda darah. Sedangkan Fatih dan juga istrinya terkapar di aspal dengan kondisi tubuh penuh luka, mobil yang di tumpangi mereka bertiga menabrak pembatas jalan, tetapi saat di periksa tubuh Seruni yaitu istri Fatih terdapat luka tusukan. Berbeda denhan Fatih, ia mendapati luka tembakan di tangannya. Kejadian tragis itu menyisakan trauma pada Elsa, nyawa Seruni tidak bisa di selamatkan karena kehilangan banyak darah dan juga fisiknya yang sudah sangat melemah. Fatih bisa terselamatkan, tetapi dia depresi karena tak terima istri tercintanya meninggalkannya.