Di tolak tunangan, dengan alasan tidak layak. Amelia kembali untuk balas dendam setelah delapan tahun menghilang. Kali ini, dia akan buat si tunangan yang sudah menolaknya sengsara. Mungkin juga akan mempermainkan hatinya karena sudah menyakiti hati dia dulu. Karena Amelia pernah berharap, tapi malah dikecewakan. Kali ini, gantian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
*10
Kekhawatiran di wajah Fandi ternyata tidak sama dengan apa yang saat ini Ricky rasakan. Sebaliknya, Ricky malah terlihat tenang seakan tidak ada sedikitpun kecemasan dalam pikirannya.
"Tuan muda."
"Tenang, Fen. Yang aku ingin dan harapkan memang geng itu tahu akan rencana kita."
Mata Fendi tiba-tiba membuta.
"Maksud, tuan muda?"
"Ah. Jangan bilang kalau tuan muda ingin .... "
"Benar. Apa yang kamu pikirkan itu memang benar, Fendi. Karena mereka terlalu pintar. Jadi aku harus lebih pintar lagi."
"Bukankah ketua dari geng itu sangat amat cerdik? Jadi, kita harus membuat hal yang sangat menarik agar mereka masuk ke dalam perangkap kita, Fen."
Wajah Fendi tiba-tiba cerah. Kini, dia baru sadar akan niat dari tuan mudanya itu. Ternyata, tuan mudanya ingin menjebak kelompok kupu-kupu hitam dengan pertemun besar yang akan mereka adakan.
Senyum manis Fendi layangkan.
"Akan saya atur dengan sebaik mungkin, tuan muda. Kali ini, rencana kita akan berhasil. Saya jamin."
"Bagus."
"Aku percaya padamu."
....
"Nona muda."
"Esti, katakan pada Vano, ada kabar besar."
"Apa itu, nona muda?"
"Malam ini, kita akan bersenang-senang. Grup Amerta akan mengadakan pertemuan dengan pimpinan tambang berlian."
"Wow. Waktunya bermain-main nanti malam, nona muda."
"Ya. Itu benar. Nanti malam, saatnya kita bermain-main."
"Persiapkan dengan baik, Esti."
"Ah, tidak. Katakan pada semuanya, aku ingin bertemu di ruang utama. Kumpulkan semua anggota yah."
"Baik, nona muda. Akan segera saya lakukan."
Setelah Esti pergi, benak Melia terus berpikir. Hatinya tiba-tiba merasa tidak nyaman. Tidak seperti biasanya, saat mereka melakukan pekerjaan itu, hati Melia biasa saja. Tapi sekarang, hatinya malah merasa tidak tenang.
Munda-mandir sambil berpikir. Melia kembali mengutak-atik laptopnya dengan lincah. Dia mencari tahu dengan teliti seluk beluk tempat yang menjadi pertemuan malam ini.
Beberapa saat kemudian, Esti kembali datang untuk memberitahukan pada Melia, kalau semua anggota mereka sudah berkumpul. Kabar yang Esti bawa mengalihkan perhatian Melia. Dia pun meninggalkan laptopnya untuk pergi ke ruang utama.
Beberapa saat berjalan, Melia yang saat ini sedang memakai stelah hitam pekat itupun akhirnya tiba ke ruang utama. Ruangan yang selama ini dijadikan tempat pertemuan mereka. Atau, lebih tempatnya seperti ruang rapat di sebuah kantor. Hanya saja, bedanya, mereka tidak memerlukan meja dan laptop, atau pun berkas-berkas untuk dibahas. Mereka hanya perlu duduk di sofa atau kursi untuk mendengarkan apa yang ketua mereka sampaikan.
"Maaf, semuanya. Aku sudah membuat kalian menunggu lama," ucap Melia setelah memasuki ruangan tersebut.
Tentu saja Vano yang angkat bicara duluan dengan cepat. "Tidak, nona muda. Kami juga baru tiba."
"Ya, nona muda. Kita semua tidak merasa menunggu. Apalagi, menunggu terlalu lama," ucap yang lainnya pula.
Melia lamgsung menarik sudut kecil di bibirnya.
"Hm, baiklah. Kalau gitu, aku langsung pada topik utama yang ingin aku sampaikan pada kalian semua."
"Malam ini, ada pertemuan besar yang akan dilaksakan oleh Amerta grup."
Melia terus menjelaskan dengan tegas. Semua yang ada di ruangan itu mendengarkan dengan seksama. Mereka adalah geng kecil. Tapi, mereka telah di didik dengan sangat baik. Kekompakan mereka sangat luar biasa. Setia kawan yang saling melindungi, juga sangat setia pada pimpinan. Namun, bagaimanapun, hati manusia bisa berubah, bukan?
"Untuk operasi malam ini, aku sendiri yang akan turun tangan sebagai pemimpin," ucap Melia setelah penjelasan yang ingin dia ucapkan selesai.
Tentu saja para anak buah dibuat sedikit terkejut. Karena biasanya, ketua mereka tidak pernah turun secara langsung. Tidak, bukan tidak pernah. Hanya saja, ketua mereka jarang turun ke lapangan. Karena semua urusan lapangan, selalu dipercayakan pada Vano untuk dilakukan.
"Nona muda. Apa yang baru saja anda katakan? Anda yakin ingin turun secara langsung untuk memimpin?" Vano langsung angkat bicara.
"Iya, nona muda. Apakah yang membuat anda ingin turun malam ini?" Esti pun ikut bertanya.
Sementara yang lain, karena pertanyaan mereka sudah terwakilkan, maka mereka hanya saling pandang saja. Bukan tidak suka dengan niat Melia yang ingin ikut. Hanya saja, mereka sedikit kebingungan. Maklum, ketua itu jarang turun. Sekalinya turun, pasti ada alasan yang membuat si ketua mengambil keputusan tersebut.
Saat dua pertanyaan masih belum sempat Melia jawab, salah satu anak buah juga malah mengangkat tangan untuk mengajukan pertanyaan.
"Maaf, nona muda. Bukan kami tidak suka dengan niat nona muda yang ingin ikut serta. Kami bahkan sangat bahagia jika nona muda ikut turun bersama kami untuk bermain-main. Hanya saja, kami merasa, ada hal yang membuat anda turun malam ini. Kalau boleh kami tahu, apakah itu, nona muda?"
Melia yang sebelumnya duduk manis, kini langsung bangun dari duduknya. Wajahnya masih terlihat sangat tenang.
"Aku sudah tahu kalau kalian akan mempertanyakan alasan aku yang ingin ikut serta. Malam ini, pertemuan besar. Aku yakin, mereka tidak akan sembarangan untuk melangkah."
Melia yang menghadap jendela dan membelakangi anak buahnya, kini kembali memutar tubuh. "Di tambah lagi dengan kekacauan yang sudah kita perbuat. Aku merasa, kalau mereka pasti akan semakin waspada. Untuk menghindari segala kemungkinan terburuk, aku memilih ikut agar aku bisa melihatnya dengan mata kepala ku sendiri."
"Dengan aku ikut, meski kemungkinan terburuk tidak bisa kita hindari, tapi setidaknya, kita bisa menguranginya, bukan?"
Mereka mengangguk. Ucapan Melia bisa mereka terima dengan sangat baik. Karena memang, Melia adalah ketua yang selalu memikirkan keselamatan anak buahnya.
"Nona muda. Anda tenang saja, kami pasti tidak akan mengecewakan anda," ucap Vano dengan tatapan meyakinkan.
Melia langsung tersenyum manis.
"Aku tahu kalian. Kalian memang tidak akan pernah mau mengecewakan aku. Untuk itu, aku juga akan berusaha sekuat tenaga untuk menjaga kalian. Mari! Kita saling menjaga."
"Iya, nona muda."
"Siap!"
"Oke!"
"Siap, nona muda."
Begitulah sambutan dengan penuh semangat dari para anggota kupu-kupu hitam atas ucapan Melia. Hal tersebut semakin membuat hati Melia jadi tenang.
"Terima kasih."
"Baiklah. Ayo persiapkan semuanya dengan baik. Karena orang yang kita lawan bukan orang sembarangan."
"Oh iya. Jangan lupa apa yang sebelumnya aku pesan kan pada kalian. Selalu menghindar jika ada tuan muda Amerta. Jangan pernah berpikir untuk melawannya. Karena dia bukan orang yang bisa kalian lawan. Jika dia berhadapan dengan kalian, cari cara untuk kabur."
Ya. Itu adalah hal yang paling sering Melia ucapkan pada anak buahnya. Jangan pernah berhadapan dengan Ricky. Karena dia tidak ingin anak buahnya ada dalam bahaya.
Meskipun dia cukup tahu sebesar apa kemampuan anak buahnya. Tapi Melia selalu menekankan, lebih baik cari aman dari pada nyari mati.
"Kalian mengerti, bukan?"
"Iya, nona muda. Kami paham." Jawab mereka serentak.
Tapi Vano terlihat tidak bergeming. Mata Melia yang tajam tentu saja bisa menangkap raut itu. Dia tahu, Vano sering ingin menjajal sendiri kehebatan Ricky. Dia selalu ingin mencoba untuk berhadapan dengan Ricky ketika menerima tugas dari Melia.
tp karena mereka bodoh maka akalnya tak sampai kesitu 😀