NovelToon NovelToon
Penjahat As A Sister

Penjahat As A Sister

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Reinkarnasi / Cerai / Mengubah Takdir / Transmigrasi ke Dalam Novel / Penyesalan Suami
Popularitas:9.5k
Nilai: 5
Nama Author: Blesssel

Pantas saja dia sudah merasa curiga pada sampul buku itu yang tidak biasa. Alih-alih sekedar buku cerita biasa, ternyata itu adalah buku kehidupan terbuka dari masa depan beberapa orang, termasuk Victoria Hain. Sebuah tokoh dengan nama yang sama dengannya.
Sebuah tokoh yang kini dihidupi oleh jiwanya.

“Astaga, jadi aku adalah kakaknya antagonis?”
Adalah informasi paling dasar dalam cerita ini.

Alih-alih sebagai pemeran utama, Victoria Feyar berakhir menjadi kakak dari antagonis perempuan bernama Victoria Hain, yang akan mati depresi karena sikap dingin suaminya.

“Baiklah, mari kita ceraikan Kakak protagonis pria sebelum terlambat.” Adalah rencana Victoria, demi melindungi dirinya dan adik pemilik tubuh dari dua Kakak beradik pencabut nyawa.

Untungnya ini berhasil, meski bertahun kemudian Victoria dibuat kesal, karena mereka tidak sengaja kembali terlibat dalam situasi utama pada konflik cerita itu dimulai.

“Kakak Ipar, mohon bantu kami....”
-
“Dalam mimpimu.” -- Victoria.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Blesssel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 30

Kembali ke sekolah, ketegangan antara Remi dan Estella sulit mereda. Itu semua karena Viona selalu menempeli Remi, dengan alasan jika mereka bersama, tidak ada yang akan mengejeknya.

Seperti saat ini, saat jam pelajaran terakhir kelas kosong karena guru yang tidak hadir, Remi memutuskan untuk pergi bermain basket. Viona masih dengan alasan yang sama, memilih untuk duduk di pinggir lapangan.

Dia benar-benar tidak tahu bahwa Ibu angkatnya akan datang ke sekolah. Maia yang tadinya berencana untuk menjemput Viona sepulang sekolah, berubah pikiran mendapati pesan Viona, yang sedang diluar karena kelas kosong.

Dia berencana untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi Viona dengan teman-temannya saat ini juga. Jadi dengan penampilan terbaiknya sebagai seorang kelas menengah keatas, Maia memasuki sekolah.

“Untung saja ruang kelas Viona jauh dari gedung olahraga,” tenang Maia. Karena dia tahu, Viona tidak akan mau jika dia harus bicara langsung pada teman-temannya.

Maia pun melangkahkan kakinya menuju ruang kelas Viona, setelah menelepon sebentar untuk memastikan Viona masih di lapangan basket. Ketika itu dikonfirmasi, dia akhirnya tak ragu lagi untuk masuk.

“Selamat siang.”

Semua siswa yang tadinya cukup ribut, terdiam dengan kedatangan Maia. Tapi mereka masih berperilaku sopan dengan menjawab Maia. Melihat penerimaan itu, Maia merasa ini tidaklah sulit.

Hanya perlu menemukan Estella bukan? Pikirnya.

Maia kemudian berdiri di depan dan bertanya,

“Maaf mengganggu, tapi siapa yang bernama Estella diantara kalian?”

Estella yang sedang berbaring di meja karena mood yang buruk, mengangkat kepalanya dengan malas. Dia mengerut dahi karena benar-benar tidak mengenali wanita yang berjalan ke arahnya itu.

“Oh, jadi kamu Estella rupanya?”

“Maaf, apa saya mengenal anda?”

Maia masih mempertahankan senyuman terbaiknya. Sesungguhnya, dia sangat berterima kasih kepada Estella karena membuat jembatan untuk dirinya dan Viona. Tapi tidak lebih. Karena Viona masihlah putri yang dicintai, dan naluri keibuannya ingin melindungi Viona.

“Tidak, kamu tidak mengenal saya Estella. Jadi biarkan saya memperkenalkan diri, ... saya adalah Ibunya Viona. Ibu kandungnya.”

Kehebohan dengan segera tercipta manakala hal itu dikatakan. Hampir seantero kelas yang melakukan bullying kepada Viona kemarin, menjadi tidak nyaman.

Estella pun begitu. Dia tidak tahu apa yang terjadi disini, tapi dia mencoba mengikuti alur.

“Lalu, ... apa maksud anda?”

Maia membuang nafas panjang, Estella terlihat lebih sulit dari yang dia duga.

“Saya mengatakan ini untuk meluruskan kesalahpahaman kemarin. Viona bukanlah anak angkat, tapi dia anak kandung saya. Alasan kenapa dia mengatakan hal itu kemarin, mungkin hanya bercanda. Jadi selaku Ibunya, saya datang untuk meluruskan.”

Estella yang mendengar itu terkekeh. Dia ingat betul hari pertama Viona pertama masuk, perilaku pedesaan-nya tidaklah bisa di sembunyikan.

“Lalu apa alasan anda mencari saya?” tanya Estella.

Maia pun melipat kedua tangannya di dada, merasa kesal dengan respon Estella yang acuh.

“Saya dengar kalau kamu adalah orang yang membuat kesalahpahaman ini tersebar, jadi saya datang untuk meluruskan kebenaran, serta jalan pikiranmu. Hanya karena kamu anak orang kaya, jangan sampai kamu menindas orang lain. Bukankah orang tuamu mengajari hal yang sama?”

Situasi menjadi tegang. Teman-teman sekelas cukup tau temperamen Estella yang sombong dan mereka juga tahu bahwa dia telah menjadi yatim piatu. Jadi perkataan Maia, menyerangnya dalam dua hal.

Melihat Estella tetap diam dan seluruh kelas juga masih diam, suasana tiba-tiba menjadi canggung untuk Maia. Padahal tadinya dia mengira, bahwa dia telah membuat gebrakan yang bagus.

“Baiklah, kalau kalian semua sudah paham, maka saya akan pergi. Senang bahwa kita tidak perlu mengurus masalah ini di ruang guru.”

Setelah Maia keluar, Estella masih terdiam. Terdiam mengepal tangannya, di bawah meja. Bisik-bisik mulai terdengar tapi belum ada yang menegur Estella. Mereka tahu, betapa sensitifnya hal yang baru terjadi. Tapi beberapa orang telah menjadi kepala dingin, terhadap kejadian dengan Viona.

Sementara diluar, Viona benar-benar terkejut dengan melihat Maia. Tadinya dia pikir itu bohong mengenai kedatangan Maia, namun dengan tambahan informasi selanjutnya, dia tahu semua ucapan Maia adalah kebenaran.

“Ibu Maia, bagaimana bisa begitu?”

“Sudah, kamu jangan khawatir lagi. Ibu Maia telah menyelesaikan semuanya, jadi jangan membuat masalah lagi.”

~~

Viona berakhir berdiri di depan pintu kelas dengan cemas. Bel tanda pulang telah berbunyi, artinya dia harus kembali ke kelas untuk mengambil barang-barang.

“Tidak, aku hanya perlu mengabaikan mereka.” Yakin Viona pada dirinya sendiri. Dengan mengepal tangan mencari kekuatannya, sebelum melangkah masuk ke dalam.

Seluruh kelas sempat terdiam melihat kedatangan nya, namun hanya sepersekian detik, mereka kembali fokus pada kegiatan mereka masing-masing.

Viona menatap kesana-kemari, heran karena tidak ada yang menyindirnya seperti kemarin. Nalurinya juga dengan cepat mencari keberadaan Estella.

Tapi ketika dilihatnya wajah Estella tampak murung, Viona tidak bisa menahan perasaan senang yang tiba-tiba naik ke permukaan.

Apa benar Ibu Maia telah bicara pada Estella? Tapi seperti apa? Pikir Viona.

Pemikiran Viona pun diputuskan dengan sapaan seorang temannya yang lain. “Hai Vio, maaf yah buat kemarin. Tapi itu salah kamu loh, kenapa mengaku sebagai anak angkat coba?”

Viona kehilangan kata-katanya sebentar, dia mencoba mencerna apa yang dikatakan.

“Iya Viona, itu buat salah paham.” Sambung yang lainnya.

Viona yang semakin bingung, hanya mengangguk canggung. Dia kemudian melangkah ke tempatnya untuk mengambil tas dan mendapati semua orang benar-benar acuh, tidak seperti kemarin. Kesenangan dan kebingungan meliputi Viona. Namun dia tidak terlalu bodoh untuk mengerti, bahwa Ibu angkatnya telah mengaku diri sebagai Ibu kandungnya.

Viona tertunduk memikirkan orang tuanya yang berada di kampung. Padahal sebelum kemari, dia telah berjanji untuk tidak kehilangan nilai-nilai yang ditanamkan orang tuanya. Tapi kini, rasanya berat hanya untuk mengakui bahwa dia anak angkat.

Apa dunia orang kaya selalu seperti ini? Pikirnya.

Sementara itu, Estella yang masih belum pulih dari ketidaksenangan-nya dengan cepat beranjak meninggalkan kelas. Dia memilih ke kamar mandi dulu untuk membasuh wajah.

Di depan cermin, di akhirnya melepaskan seluruh ketegangan yang ada. Estella menatap dirinya di cermin sebelum terkekeh. Getaran kebencian menguar dari tubuhnya, hanya dengan memikirkan bahwa dia pasti akan membalas Viona untuk apa yang terjadi.

“Dasar munafik, lihat bagaimana aku akan menghancurkan kebohonganmu.”

Estella bersedekap dada, kembali teringat bagaimana Remi merangkul Viona tadi pagi. Semakin dipikirkan, semakin benci dia juga.

KLEK~~~

Pintu tiba-tiba terbuka dan seseorang tiba-tiba masuk. Estella sedikit terkejut mendapati bahwa itu adalah Viona. Tapi tidak begitu dengan Viona, yang menunjukkan kalau dia memang mengikuti Estella.

“Estella.” Viona berusaha memulai percakapan dengan canggung.

“Cih! Ada apa?”

Jarak keduanya kini hanya terpaut dua langkah.

“Estella, aku ingin minta maaf tentang apa yang terjadi, atau apabila Ibu Maia, eh maksudku wanita yang tadi itu, mengatakan hal yang membuatmu tidak senang.”

Estella masih bertahan dengan sikap bersedekap dadanya. Dia sudah kesal, tapi masih ingin mendengar lebih. “Lalu?”

“La-lalu?” Bingung Viona, terhadap reaksi Estella. Padahal saat Estella keluar, dia mendengar bisik-bisik mengenai kejadian tadi. Dimana kemungkinan Maia telah menyinggung Estella. Walaupun tidak menyukai Estella, tapi dia ingin minta maaf. Takut, kalau Estella akan membawa hal itu pada Remi.

Estella menatap Viona dan tiba-tiba mengambil langkah, mengikis jarak diantara mereka.

“Viona, bukankah saat kau datang kau sendiri yang mengatakan pada Remi, bahwa kau adalah anak angkat dari keluarga yang miskin. Tapi begitu, kau tidak malu sama sekali saat itu. Tapi apa tadi? .… Bagaimana seorang wanita yang tidak mirip denganmu, mengatakan bahwa dia adalah Ibu kandungmu? Dan dia juga tidak terlihat miskin. Jadi katakan, siapa yang berbohong disini?”

Viona memainkan jari-jarinya karena bingung dengan panjang pertanyaan Estella. Dia sedikit lambat untuk menjawab sekarang, tapi dikejutkan dengan sentuhan Estella di tangannya.

“Viona, kau mungkin tidak nyaman untuk bicara padaku karena kita tidaklah dekat. Tapi aku tidak seburuk yang kau pikirkan. Jika ternyata kau memang anak angkat, maka katakan saja, aku akan merahasiakannya.”

Viona merasakan aliran darah naik ke otaknya, membuat sistem peringatannya berbunyi otomatis.

Dia tahu bahwa Estella tidak menyukainya dan tidak mungkin berniat baik, setelah tersinggung dengan yang baru saja terjadi.

Viona refleks menarik tangannya dengan canggung. Tidak bisa tidak menggaruk hidungnya, sebelum menjawab. “Maaf Estella. Sebelumnya aku berbohong, … a-aku memang bukan anak angkat, dan orang tuaku tidak miskin.”

“Oooooohhh, yaampun!” Estella menutup mulutnya dengan kedua tangan. Seolah-olah benar-benar terkejut.

“Ma-maafkan aku.”

Cukup lama, tapi Estella akhirnya mengangguk.

“Tolong lain kali jangan lakukan hal seperti itu lagi. Karena Viona, … kebohongan bisa berbahaya.”

Mendengar hal ini Viona mengangguk dengan canggung. Tidak tahan terhadap kebohongan yang dilakukannya sendiri, Viona segera memohon pergi lebih dahulu.

Sementara Estella yang melihat langkah terburu-buru Viona, bersorak dalam hati. ‘Gotchaaa, teruslah berbohong dan lihat bagaimana aku akan mengajarimu.’

Estella yang masih dalam mode menyusun rencana, dibuat panik manakala dia masih sendirian di toilet, dan mendengar suara kunci pintu diputar.

“Eh, hei … HEIII!!!”

Sementara di luar, tepatnya diluar kelas XII, Viona bertemu kembali dengan Remi. Remi sebenarnya mencari-cari Estella, tapi terlalu gengsi bertanya pada yang lain. “Viona, kau belum pulang?”

“Eh ini baru. Aku kembali, karena ada sesuatu yang tertinggal.”

“Oh, begitu ya sudah.”

Viona hendak masuk, ketika sang ketua kelas bersiap untuk menutup pintu.

“Bro, dia akan mengambil sesuatu.”

Ketua kelas itu mengangguk pada Remi dan membiarkan Viona masuk. Menyisakan dua laki-laki itu di luar kelas, sebelum ketua kelas mengangkat pembicaraan.

“Menurutmu, kenapa dia berbohong seperti itu?”

Remi yang tidak mengerti, mengernyit dalam mempertanyakan kembali maksud temannya itu. Sang ketua kelas pun tidak menahan diri menceritakan rangkain cerita singkat, tentang apa yang terjadi saat Remi di lapangan.

Hanya sedikit cerita, tapi bisa Remi bayangkan apa yang terjadi. Jadi ketika dia dan Viona dalam perjalanan ke depan gerbang, dia berhenti dan mempertanyakan hal itu.

“Viona ….” Panggilan Remi bernada rendah, membuat Viona ikut terhenti langkahnya.

“I-iya, ada apa Rem?”

“Apa benar, kalau kau Ibu Maia yang kau ceritakan, datang dan mengatakan bahwa kau adalah anak kandungnya?”

Berbeda kepada Estella, ketika pertanyaan ini datang dari Remi, hati Viona menjadi sedih.

Remi yang tadinya tidak senang sedikit melembut melihat Viona yang sudah tertunduk.

“A-aku tidak berdaya Rem. Jika tidak seperti itu, maka teman-teman yang lain akan membuliku.”

Meski alasan Viona cukup masuk di akal, tapi tidak bagi Remi. Karena dia cukup mengagumi sikap apa-adanya Viona, jadi tidak setuju jika gadis itu berbohong. Mendapati kepedulian Remi sangat detail padanya, Viona menjadi sangat senang. Tapi begitu dia tidak mau mundur, untuk langkah maju yang terlanjur dia ambil.

“Maaf mengecewakanmu Rem. Tapi ini juga adalah saran dari orang tuaku. Mereka tidak mau sesuatu yang tidak diinginkan terjadi padaku. Aku harap kau mengerti.”

Remi pada akhirnya menyerah, tidak lagi memaksakan nilai moralnya. Melihat bahwa Remi bersedia menyembunyikan identitas aslinya dari yang lain dan tetap mendukungnya, Viona bahagia bukan main. Dengan ini, dia merasa dia semakin menyukai Remi.

“Menjauh dari pintu Nona. Saya akan mendobrak.” Peringat Sean yang langsung diikuti dengan tindakan.

Ada sekitar tiga kali percobaan, sebelum pintu akhirnya terbuka paksa. Sean sebisa mungkin untuk tetap tenang, ketika dilihatnya Estella sudah gemetar di dalam.

“Nona anda baik-baik saja?”

Wajah Estella sudah cukup pucat saat ini, tangannya yang gemetar dipaksa mencengkeram rok agar lebih tenang. “Te-tentu. Kenapa aku tidak baik-baik saja?”

Mendengar ini, Sean menggaruk kepalanya. Benar-benar tidak menyangka dengan sikap arogan Estella, meski disaat-saat seperti ini. Dia mencoba mempertanyakan apa yang terjadi, tapi Estella hanya berlalu keluar begitu saja.

Kini dia belajar dari Victoria, bahwa memang lebih baik tidak banyak bertanya, karena tidak dijawab terasa memalukan.

Estella berjalan dengan langkah terburu-buru, melihat ke tempat parkiran dan tidak menemukan Remi disana. Ada kekecewaan tapi ditahannya. Niat memberitahu Remi tentang apa yang terjadi belakangan ini, harus ditelan kembali. Pada akhirnya, Victoria adalah satu-satunya orang yang bisa diceritakan.

Sean dari dalam mobil sesekali memperhatikan Estella, tapi tidak bertanya lagi. Namun saat dia hendak berbelok mengantar Estella pada jadwal les-nya, dia dihentikan. “Tidak usah, aku mau pulang saja.”

Sean dengan patuh memutar mobil kembali. Dia tidak mencoba membuka percakapan, hingga Estella yang akhirnya membuka sendiri.

“Besok akhir pekan, apa kau sibuk?”

“Mm, saya tidak yakin nona. Saya berada di bawah perintah Kakak anda.”

Estella berpikir sebentar, sebelum berbicara lagi.

“Kau besok temani aku, nanti aku yang bicara pada Kak Victoria.”

“Tapi Nona, mau kemana?”

“Tidak perlu tahu.”

Sial. Sean merasa benar-benar sial, jika membuka mulutnya kepada Estella. Merasa gadis itu lebih menjengkelkan dari Kakaknya.

Sesampainya di rumah, yang Estella lakukan pertama kali adalah berlari ke kamar Victoria. Dia membuka pintu tanpa mengetuk, membuat Victoria yang sedang mencatok rambut melonjak kaget.

“Ah, awww, aww ….”

Segala emosi Estella berubah menjadi kepanikan, manakala Victoria mencoba menyapu kulit kepalanya yang terkena panas catokan.

“Kakak?”

BRAK. Victoria melempar alat catok itu saking kesalnya dia, membuat Estella tersentak.

“Ka-kakak…” Dia tidak bermaksud untuk mengganggu Victoria, atau menyebabkan kecelakaan kecil begini, hanya saja dia terlalu~~~

Belum selesai dia memikirkan hal yang membuatnya tergesa-gesa, emosi Estella naik ke permukaan. “HUUUAAAA….” Tangis Estella pecah. Dia menangis sejadinya seperti anak-anak. Membuat Victoria yang tadinya marah, mau tidak mau menjadi pihak yang harus mengalah sekarang.

Estella menangis cukup lama dan meraung. Dia benar-benar mengeluarkan sesak di dadanya belakangan ini. Tidak tahu bahwa Sean yang datang karena memiliki keperluan kepada Victoria, bisa mendengar di balik pintu.

“Sudah? sudah selesai?”

“Ah, nggg….”

“Sekarang lihat dirimu!”

Estella melihat dirinya sendiri, yang kini sudah terduduk di lantai dalam kondisi sesegukan.

Dia dengan malu berdiri dan mendudukkan diri di tempat tidur.

Victoria menatap adiknya itu dalam-dalam untuk bertanya. Tapi dia yakin sekali, tidak mungkin hanya karena teror Estella menangis seperti itu.

“Sekarang katakan!”

Estella memaksa diri mengatakan apa yang terjadi. Terlebih khusus sakit hatinya kepada Remi dan Viona. Mendengar hal ini Victoria mengangguk, tidak heran.

“Oh, jadi pemeran utama kita sudah memulai takdirnya kan?”

“Kakak apa yang kau bicarakan?”

“Bukan apa-apa. Hanya katakan kepada Kakak, kalau kau sebenarnya sedang menyusun rencana untuk si Viona itu, kan?”

Estella berdiri karena kaget. “Ba-bagaimana Kakak tahu?”

Victoria tertawa kecil dan mengedipkan matanya. “Este aku tidak menjadi Kakakmu tanpa alasan. Tapi kesampingkan soal itu, biar Kakak beritahu .... perempuan itu jelas menyukai Remi jadi kau seharusnya ….”

Estella sangat tegang menunggu lanjutan ucapan Victoria. Tidak tahu bahwa Victoria sedang turut bagian dalam patah hatinya.

“Aku seharusnya apa?”

“Menghalangi mereka berdua. Jangan biarkan mereka berdua baik-baik bersama, lakukan apapun! Apa-pun.”

DEG. Estella menatap mata Victoria, mencoba mencari sesuatu disana. Baginya saran Victoria yang ini benar-benar asing.

“Bukannya Kakak bilang, kalau Remi tidak menyukaiku maka tidak apa. Aku hanya perlu melanjutkan hidup dan pendidikan?”

Victoria mengelus sayang kepala Estella. “Ya itu benar. Tapi jika kau tidak bisa memiliki, maka seharusnya orang lain pun tidak bukan?”

Anggukan kepala Estella begitu alami. Entah kenapa, semenjak Kakaknya bangun dari kejadian setruman saat itu, semua perkataannya mempengaruhi Estella.

“Kak, kau benar-benar berubah. Tapi aku senang.”

“Mm, jangan khawatir soal teror itu. Selalu hubungi Sean karena dia tidak akan jauh darimu. Beberapa hari lagi pengumuman Raphael sebagai pewaris perusahaan akan dilakukan, saat itu tiba, Kakak akan menyelesaikan masalah terormu. Percaya saja.”

Estella mengangguk, kali ini dia percaya pada Victoria tanpa ingin bertanya apapun.

“Oke bagus. Sekarang menyingkir! Kebetulan kau sudah kembali, maka Kakak akan pergi bersama Sean saja.”

“Kakak mau kemana?”

“Menyiapkan masa depan kita. Bye.”

Victoria dengan acuh menyambar tasnya, meninggalkan Estella dalam kamar. Sedikit terkejut mendapati Sean tidak jauh dari depan pintu.

Dia tahu bahwa Sean mungkin telah mendengar, tapi itu bukan masalah. “Ayo!”

Kedua mereka keluar dari rumah saat siang hari, menuju tepi pantai kota untuk menjemput si nenek tua Ursula yang menunggu di Villa.

Tapi mobil belum meninggalkan jalan utama rumah, Victoria sudah memulai teori emosi berdasarkan buku itu pada Sean.

“Jadi kau sudah bertemu dengan tuan putrimu, anak anjing?”

Sean mengernyit, menatap Victoria dari kaca. “Maaf, apa maksudnya Madam?”

“Kau sudah bertemu gadis itu, kan? Viona?”

“Maaf Madam, saya tidak mengerti.”

Di tempat lain, di sebuah restoran mewah dengan ruang khusus yang sangat privat, Elena duduk dengan tenang. Atau lebih tepatnya memaksa diri untuk tenang.

Dia belum membuka dengan jelas segala berkas Raphael sebelumnya. Namun setelah dilihatnya lebih teliti, dia mendapati bahwa beberapa properti dengan jumlah uang yang tidak sedikit, telah dipindahkan atas nama Victoria secara resmi.

Semakin Elena pikirkan, semakin kacau dirinya. Dia tidak yakin, tunjangan perceraian dari wanita yang berselingkuh akan sebanyak itu.

“Seharusnya dia tidak mendapatkan apapun bukan? Atau mungkin … aaarrghhhh!!!” Elena mengerang kecil mulai menggigit kukunya khawatir. Takut, kalau sebenarnya tidak ada perceraian seperti yang dikatakan Yvone.

Tidak lama dari itu, pintu tiba-tiba di geser oleh seorang pelayan dan menampakkan wajah Yvone.

“Nyonya?”

Yvone terganggu dengan sikap Elena yang tidak memberikannya salam. Namun mengingat keuntungan yang bisa dia dapatkan, Yvone memaksa senyumannya.

“Elena, bagaimana kabarmu? Aku senang kita bisa bertemu kembali.” Sedikit basa-basi dari Yvone, sebelum akhirnya sampai pada inti.

Tapi Elena tidak pula langsung menyerahkan informasi berharga itu pada Yvone, malah mempertanyakan kebenaran kepada Yvone.

Yvone juga ikut gugup. Takut-takut kalau informasi itu belum sampai ke tangannya, tapi fitnah dan kebohongannya akan terungkap. Tapi dia bukan orang yang bodoh, apalagi karena perasaan seperti Elena.

Dengan cepat Yvone kembali mendapatkan kendali situasi, modal menjanjikan Elena mendapat cinta dan obsesinya kepada Raphael.

“Jangan panggil aku Nyonya lagi, panggil aku Bibi. Kau harus mulai melatih dirimu Elena.”

DUARRRR. Bunga meledak di hati Elena. Begitu saja dia melepaskan keraguannya tadi, dan menyerahkan semua informasi kepada Yvone. Informasi yang bisa menghancurkan Raphael.

1
Roqayyah Qayyah
lanjut kak,,ceritanya bagus,semangattt💪
kalea rizuky
lanjut donk
kalea rizuky
km bakal nyesel raf jandamu banyak yg antri nanti hmmm berlian langka di buang dan andrian bakal maju duluan memungut nya/Chuckle/
kalea rizuky
bagus lo kok like dikit
kalea rizuky
cerita bagus kok like dikit
Widiaaaa
cuma 1 bab aja thor/Doubt/
Blesssel: satu untuk hari minggu kak 😅
total 1 replies
Blesssel
Walaupun nggak komen, jangan lupa di like, di vote di hadiah ayo apa kek terserah! biar penulis tahu ada yang nunggu update
D'nindya Idsyalona
lnjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!