9
Pernikahan adalah cita-cita semua orang, termasuk Dokter Zonya. Namun apakah pernikahan masih akan menjadi cita-cita saat pernikahan itu sendiri terjadi karena sebuah permintaan. Ya, Dokter Zonya terpaksa menikah dengan laki-laki yang merupakan mantan Kakak Iparnya atas permintaan keluarganya, hanya agar keponakannya tidak kekurangan kasih sayang seorang Ibu. Alasan lain keluarganya memintanya untuk menggantikan posisi sang Kakak adalah karena tidak ingin cucu mereka diasuh oleh orang asing, selain keluarga.
Lalu bagaimana kehidupan Dokter Zonya selanjutnya. Ia yang sebelumnya belum pernah menikah dan memiliki anak, justru dituntut untuk mengurus seorang bayi yang merupakan keponakannya sendiri. Akankah Dokter Zonya sanggup mengasuh keponakannya tersebut dan hidup bersama mantan Kakak Iparnya yang kini malah berganti status menjadi suaminya? Ikuti kisahnya
Ig : Ratu_Jagad_02
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratu jagad 02, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8
Zonya mengerjab pelan. Ia lantas bangun dari tidurnya dan melihat Mbok Ijah yang menimang Naina "Kenapa tidak membangunkan aku Mbok?"
"Nyonya terlihat sangat pulas. Mbok jadi kasihan"
Zonya beranjak dari ranjang dan mendekati Mbok Ijah untuk melihat Naina. Ia tersenyum dan mencium pipi gembul bayi itu singkat. Setelahnya ia langsung permisi untuk mencuci muka di kamar mandi. Tidak lama, Zonya keluar, bersamaan dengan Dokter Stephani yang memasuki ruang perawatan Naina
"Selamat pagi Dok" sapa Dokter Stephani saat melihat Zonya
"Pagi Dokter Stephani"
"Saya izin memeriksa keadaan Naina ya Dok"
"Oh iya, silahkan"
Dokter Stephani mendekati brankar, dimana Naina sudah ditidurkan. Bayi itu terlihat mengerjab pelan saat melihat Dokter Stephani. Membuat mata bulatnya yang dihiasi bulu mata lentik menjadi sangat menawan
"Dokter periksa Nai dulu ya" Dokter Stephani langsung melakukan tugasnya untuk memeriksa keadaan tubuh Naina. Setelah beberapa saat, akhirnya pemeriksaan 'pun selesai
"Bagaimana Dok?" tanya Zonya
"Panasnya sudah turun dan sepertinya tidak ada masalah serius"
"Jadi Nai bisa saya bawa pulang pagi ini?"
"Boleh Dok, silahkan. Kalau begitu saya permisi"
*
Mobil Zonya kembali melaju untuk pulang. Tidak membutuhkan waktu lama, akhirnya mobil 'pun tiba didepan rumah mereka. Zonya keluar dari mobil bersama Mbok Ijah yang menggendong Naina. Begitu masuk, Zonya berpapasan dengan Sean. Membuat waktu seakan berhenti karena kedua orang itu saling tatap dengan tajam
Mbok Ijah yang melihat kedua majikannya saling menatap tajam, akhirnya memberanikan diri untuk bersuara "Maaf Nya, Mbok izin masuk lebih dulu untuk memberikan obat buat Non Nai. Permisi Nyonya, Tuan..." setelah mengatakan itu, Mbok Ijah bergegas pergi
"Naina sakit?" tanya Sean, dengan tatapan yang tak lagi sedingin tadi
"Akan sangat lancang bagimu jika mengurusi urusan orang asing seperti kami" Zonya langsung melangkah masuk tanpa mempedulikan Sean
Sean menahan langkah Zonya dengan mencekal pergelangan tangannya "Apa susahnya menjawab pertanyaanku, aku suamimu jika kau lupa"
"Kita hanya orang asing Mas, kau sendiri yang mengatakannya"
"Tapi kau sudah melanggar ucapanku yang melarangmu untuk masuk ke kamarku, itu artinya aku juga bisa melanggar janjiku untuk kali ini dan aku berhak mengetahui keadaan anakku" tegas Sean
Zonya mengernyitkan dahinya heran. Apa yang laki-laki itu katakan seakan sedikit mengganjal dalam pendengaran Zonya. Karena Zonya sama sekali tidak pernah memasuki kamar laki-laki itu. Bahkan, saat tadi malam diwaktu mendesak 'pun, Zonya enggan untuk memasuki kamarnya. Lalu apa yang laki-laki ini katakan? Zonya menggelengkan kepalanya, berusaha untuk mengusir pikiran-pikiran yang membuat kepalanya berisik
Zonya menatap Sean dengan senyum sinis yang tersungging di bibirnya "Dengarkan aku Sean Askara. Tiga hari yang lalu, kau mengatakan dengan lantang bahwa Naina adalah anak yang tidak pernah kau harapkan. Jadi jangan pernah tanyakan keadaannya seolah-olah kau peduli. Karena itu sikap plin-plan yang sangat menjijikkan"
Sean terdiam, bahkan kepergian Zonya tidak lagi ia hiraukan. Ia menghela napas kasar, lalu kembali mengayunkan langkah menuju mobil, untuk selanjutnya berangkat menuju perusahaan
Zonya menyusul Mbok Ijah yang sudah berada di ruang keluarga. Ia langsung mengambil alih Naina dan membawanya menuju kamar. Karena bayi itu terlihat sudah tertidur lelap
"Nai... Nai cepat sehat ya, jangan buat Aunty khawatir lagi. Aunty sedih kalau Nai sakit seperti kemarin" Zonya mengelus pipi bulat keponakannya
*
Tidak terasa, enam bulan berlalu sejak tragedi pernikahan antara Sean dan Zonya. Selama enam bulan itu pula, tidak ada kemajuan apapun dalam hubungan mereka. Setiap hari, Sean akan pulang larut malam dalam keadaan mabuk, lalu berangkat lagi pagi-pagi buta untuk ke kantor, dan itu terjadi secara berulang-ulang
Pagi ini, Zonya terbangun dari tidurnya dan langsung keluar menuju dapur. Ia melihat para pekerja sudah mulai mengerjakan tugas masing-masing. Ada yang sudah menyapu, mengepel maupun memasak
"Kasian Nyonya Zoe, pasti beliau sedih karena Tuan sama sekali tidak menghiraukannya selama ini" ucap salah satu pekerja yang tengah memasak, membuat langkah Zonya terhenti
"Iya, aku dengar dari ART yang bertugas mencuci, tadi pagi mereka mencuci baju Tuan Sean dan ada noda lipstik di kerah bajunya" sahut salah satu temannya yang tengah memotong sayuran
"Noda lipstik?" batin Zonya
"Kalian baru tahu?" salah satu lainnya menjawab "Tuan Sean 'kan memang sering pulang dalam keadaan mabuk, bukan tidak mungkin kalau Tuan Sean itu melakukan hal-hal tidak baik diluar sana"
"Husttt... Pelankan suaramu atau ada yang mendengar dan melaporkanmu pada Tuan Sean"
"Tapi itu memang benar" sahut salah satu yang lain dengan berbisik "Pacarku bilang, dia pernah melihat Tuan Sean keluar dari club bersama dua wanita berpakaian seksi. Bukankah, itu mencurigakan?" bisik yang lain
"Diam dan kerjakan pekerjaan kalian, atau pergi kemasi pakaian kalian sekarang!" seru Mbok Ijah lantang
Zonya kembali bersembunyi. Dapat ia lihat wajah tiga wanita yang tadi membicarakan suaminya tengah tertunduk takut. Sedangkan Mbok Ijah, berbeda dari Mbok Ijah yang biasanya terlihat tertunduk patuh, kini Zonya bisa melihat sosok Mbok Ijah yang begitu tegas dan sedikit menyeramkan
"Maafkan kami Mbok" ucap salah satunya dengan tertunduk, sementara dua lainnya tidak lagi mampu untuk berkata-kata
"Kerjakan kembali tugas kalian dengan baik, tapi kalau sampai aku mendengar kalian berbicara buruk lagi tentang Tuan, Nyonya dan Non Naina, maka aku tidak akan segan untuk memecat kalian" pandangan Mbok Ijah meneliti satu persatu pekerja yang ada di sana "Dan ini berlaku untuk semuanya"
"Baik Mbok" jawab mereka serempak
Zonya yang awalnya akan pergi ke dapur, mengurungkan niat dan memilih kembali ke kamar. Namun karena berjalan dengan pikiran bercabang, tanpa Zonya sadari, ia justru bertabrakan dengan Sean yang akan ke dapur. Sesaat, keduanya saling pandang dalam kebisuan, setelah beberapa saat, akhirnya Zonya memilih pergi
"Aku akan ke luar kota untuk beberapa hati ke depan" ucap Sean
Zonya menghentikan langkah saat mendengar ucapan Sean. Namun itu tidak berlangsung lama, karena setelah itu Zonya memilih pergi ke kamar. Meninggalkan Sean yang menatap punggung Zonya datar. Setelahnya, ia pergi dari sana
"Mbok... Mbok..." teriak Zonya kencang, membuat Sean berbalik menatap pintu kamar Zonya yang masih tertutup rapat. Tidak lama, terlihat Mbok Ijah yang berjalan terburu-buru menuju kamar Zonya
"Tuan" sapa Mbok Ijah
"Ada apa Mbok?" tanya Sean penasaran
"Tidak tahu Tuan, tapi biasanya kalau Nyonya sudah memanggil, maka itu penting. Permisi Tuan"
Ceklek
"Mbok..." panggil Zonya lagi, kali ini ia membawa Naina yang menangis dalam gendongannya. Balita berusia sembilan bulan itu terlihat menangis meraung sampai sesegukan
"Nyonya, ada apa?"
"Nai panas lagi Mbok"
Mbok Ijah memeriksa suhu tubuh Naina, benar saja suhu tubuhnya sangat terasa panas. Dengan segera ia meminta Naina untuk menggendongnya, yang langsung dituruti oleh Zonya. Sementara Zonya sendiri memilih kembali ke kamar untuk mengmbil kunci mobil, setelah itu mereka lantas pergi, meninggalkan Sean, tanpa menyapanya sama sekali