Judul Novel SEKAR
Sekar sangat penasaran, siapakah orang tua kandungnya, kenapa dia dibesarkan oleh keluarga Wawan. Dikeluarga Wawan Sekar sudah terbiasa menerima cacian, makian bahkan pukulan, segala hinaan dan KDRT sudah menjadi makanannya setiap hari, namun Sekar tetap bertahan, dia ingin tahu siapa orang tua kandungnya, kenapa dia dibuang
Sekar dijemput Cyndi untuk diajak bekerja di Jakarta, dia curiga bahwa kedua orang tua angkatnya menjualnya untuk dijadikan wanita panggilan. Sekar tidak berdaya menolaknya, disamping dia berhutang budi kepada keluarga Wawan dia juga diancam. Tapi Sekar agak merasa tenang, semalam dia bermimpi bertemu Kakek Buyutnya yang bernama Arya, Kakek Arya memberi sebuah Cincin dan Kalung ajaib, benda-benda tersebutlah yang akan membantu Sekar dikemudian hari
Bagaimana kisah Sekar selanjutnya, nasib apakah yang akan menimpanya, Adakah orang yang akan menolong Sekar keluar dari sindikat penculiknya. ikuti kisah Sekar yang mengharukan dan menegangkan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nek Antin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SEKAR DIJUAL
Di keluarga bu Asih sudah terbiasa Sekar diperlakukan beda dengan kedua adiknya.
Kata-kata pedas dan bentakan sudah jadi makanan sehari-hari.
Bahkan kalau bu Asih atau keluarga lain kurang puas dengan masakannya atau kerjaan yang lain tak segan-segan mereka melakukan KDRT.
Semalam terjawab sudah semua pertanyaan yang selama ini ada di hati Sekar.
Setelah bertemu dengan kakek Arya.
Kenapa dia diperlakukan tidak manusiawi, yah karena dia bukan anak kandungnya pak Wawan dan bu Asih.
Anak yang hanya menjadi beban.
Mengetahui kenyataan ini hati Sekar sangat sakit dan sedih.
Siapa orang yang sudah membuat keluarganya porak poranda begini.
“Ya Allah semoga Engkau cepat memberi petunjuk, siapa orang yang sudah menyakiti keluargaku."
"Pertemukan lah hamba dengan keluarga hamba, ayah bunda hamba Ya Allah."
"Semoga mereka masih selamat dan sehat-sehat selalu, aamiin yra."
“Sekar, kamu sudah selesai belum berkemasnya, sebentar lagi nona Cyndi datang."
“Ibu beneran Sekar harus pergi ke Jakarta?"
“Ya, memang Ibu main-main?”
“Ibu benar-benar menjual Sekar kepada orang kota itu?”
“Bukan menjual Sekar, hanya mencarikan pekerjaan buat kamu."
"Kamu kan sebentar lagi mau meninggalkan rumah Ibu, Ibu doakan mudah-mudahan setelah sampai kota, hidupmu berubah menjadi orang kaya."
"Kamu pasti tidak akan kembali lagi ke rumah ini."
" Jadi anggap saja uang dari nona Cyndi sebagai tanda balas budimu pada keluarga Ibu."
"Dari pada di rumah Kamu nganggur."
"Kalau kamu kerja kan dapat uang."
"Di rumah kamu juga cuma bengong-bengong doang, hanya jadi beban kami saja."
“Ibu tega ngomong begitu sama Sekar Bu."
"Biarpun Sekar bukan anak kandung Ibu, tapi dari kecil kan Sekar sudah ikut Ibu, apa tidak ada sedikitpun rasa sayang Ibu untuk Sekar?"
"Disini Sekar juga bukan hanya diam saja ya Bu, semua kerjaan rumah Sekar yang menyelesaikan."
"Sudah kayak pembantu saja."
“Kamu sudah berani melawan Ibu ya Sekar?"
"Sudah berani hitung-hitungan sama Ibu?"
"Asal kamu tahu saja ya, kamu itu anak pungut, anak yang dibuang orang tuamu."
"Kamu hutang budi sama Ibu dan Bapak."
"Kami sudah membesarkan dan menyekolahkan kamu hingga SMA."
"Harusnya kamu bisa bales budi sama kami."
"Kerja, nanti tiap bulan harus kirim uang buat kami."
“Sekar tidak janji ya Bu."
"Sekar malas memberi uang sama keluarga tosix kayak keluarga di sini."
“Kurang ajar kamu Sekar."
Bu Asih berdiri mau memukul Sekar.
Sekar hanya diam sambil memandang bu Asih dengan sinis.
“Ayo pukul, pilih yang mana, muka, badan atau mau yang mana yang Ibu suka, pukul saja."
"Kalau Sekar luka kan nona Cyndi tidak jadi bawa Sekar."
"Sekar bisa selamat sementara waktu."
"Ibu pikir semua yang Ibu lakukan kepada Sekar tidak akan ada karmanya?”
"Sekar ingatkan sama Ibu ya, karma itu ada Bu."
"Ibu menjual Sekar, tapi nanti bisa saja yang rusak anak Ibu, Ibu tidak ingat punya anak perempuan?"
"Kalau anak perempuan Ibu diperlakukan seperti ini bagaimana perasaan Ibu?”
“Sudah cukup jangan banyak ngomong kamu, cepat kemasi pakaianmu dan mandi."
"Nona Cyndi sudah dalam perjalanan, sebentar lagi sampai."
Dengan langkah malas Sekar masuk ke kamarnya.
Kamar sempit yang pantasnya digunakan untuk gudang.
Tapi dia masih tetap merasa bersukur.
Sampai sekarang masih diberi kesehatan dan panjang umur.
Jadi masih punya kesempatan untuk bertemu keluarganya kembali.
Tepat pukul satu siang Cyndi datang dikawal oleh lima orang laki-laki seram yang semua berpakaian hitam.
"Assalammualaikum Bu Asih."
"Waalaikumsalam siapa ya?"
"Saya Cyndi Bu Asih."
"Eh Non Cyndi sudah datang, ayo Non masuk, kesasar tidak?"
"Nyasar kemana-mana Bu, muter-muter."
"Pakai map juga malah tambah jauh."
"Kebanyakan orang yang baru datang ke desa kami memang selalu muter-muter."
"Pakai map malah diputer jauh."
"Padahal ada jalan tembus yang dekat."
"Ya sudah, ayo istirahat dulu sini di dalam."
"Saya di teras sini saja Bu, adem."
"Ya sudah, Ibu masuk dulu ya mau bikin minum."
" Kalian mau minum apa?"
"Kalau ada es mau Bu, haus dan panas."
"Ya Non ditunggu ya."
Bu Asih langsung menuju dapur, sambil memanggil Sekar.
"Sekar, nona Cyndi sudah datang, cepat bikinkan minum."
"Ya Bu." Jawab Sekar.
"Tidak pakai lama."
Sekar tidak menjawab, dia langsung menuju dapur untuk membuat minum.
"Sekar bikinnya minum tujuh teh es."
"Ya."
Kemudian Sekar membuat minuman es teh tujuh gelas dan di bawa ke ruang tamu.
"Non Cyndi, kenalkan ini Sekar anak angkat saya."
"Ternyata kamu cukup cantik juga."
"Kamu sudah siap Sekar?"
"Sudah," jawab Sekar sinis.
“Sekar jangan tidak sopan kamu," kata Bu Asih mengingatkan.
“Apa masih perlu saya berbasa basi disini?”
"Sudah pinter ngomong kamu Sekar."
"Cepat masuk, beberes apa yang mau kamu bawa."
Sekar langsung pergi dengan acuh tak acuh.
"Memang Sekar orangnya dingin begitu ya Bu?"
"Tadinya anaknya penakut dan penurut Non."
"Tidak ngerti itu anak, kenapa setelah tahu dia mau diajak ke Jakarta kok sifatnya jadi berubah begitu."
"Apa dia tahu kalau Ibu jual?"
"Kayaknya sih iya, oh ya gimana cantik kan?"
"Cantik sih cuman judes."
"Nanti kan Non Cyndi bisa mengaturnya."
"Non Cyndi jadi nambahi uang lagi kan buat Ibu?"
"Ini saya tambahi lima juta."
"Setelah ini Ibu tidak ada lagi hak terhadap Sekar."
"Ya Non, semua terserah Non Cyndi untuk mendidiknya."
"Terima kasih Non, ayo diminum es tehnya."
Cyndi dan para pengawalnya tanpa sungkan langsung meminumnya.