Asmara di dua dimensi, ternyata benar adanya.
Bukti nyata yang di alami Widuri. Perempuan berusia 19 tahun itu mengalami rentetan keanehan setiap hari. Widuri kerap kali mendengar bisikan-bisikan masa depan yang tepat sesuai peristiwa yang terjadi di depan mata.
Mimpi berulang kali yang bertemu dengan pria tampan, membawanya ke tempat yang asing namun menenangkan. Widuri asyik dengan kesendiriannya, bahkan ia selalu menanti malam hari untuk segera tidur, agar bertemu dengan sosok pria yang ia anggap kekasihnya itu.
Puncaknya, 6 bulan berturut-turut, kejadian aneh makin menggila. Sang Nenek merasakan jika Widuri sedang tidak baik-baik saja. Wanita berusia lanjut itu membawa cucunya ke dukun, dan ternyata Widuri sudah ...
Ikuti kisah Widuri bersama sosok pria nya ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ALNA SELVIATA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30 Tetap Teguh
Mendengar penjelasan suaminya, Widuri mulai nampak berpikir. Hidup di alam jin akan membawa musibah tersendiri bagi keluarganya. Namun, meninggalkan alam jin sama saja dengan meninggalkan ke empat anaknya yang masih bayi.
"Aku tidak akan menyuruhmu tinggal disini, Sayang. Biarkan aku dan anak-anak mengalah."
Widuri memasang wajah cemberut. Dia melepas genggaman tangannya dari Kailash.
"Bilang saja kamu tidak mau bersamaku, karena wanita-wanita disini lebih cantik dan awet muda, sedangkan aku manusia yang tidak bisa apa-apa," tukas Widuri lalu membelakangi suaminya.
Kailash tersenyum, dia memahami kecemburuan istrinya. Tangannya kekarnya melingkar penuh di pinggang istrinya. Kailash memeluk mesra dari belakang, tidak perduli jika Widuri masih memberungut.
"Jika ada yang jin paling bahagia kamu ada di alam ini, itu adalah aku, Widuri. Sejak kecil aku mencintaimu, menunggu kamu dewasa. Kamu sudah menjadi Ibu dari anak-anakku, jangan lagi meragukan cintaku. Aku hanya akan menikah denganmu, tak ada wanita manusia atau jin lain. Aku berjanji untuk itu," bisik Kailash.
Bukan Widuri namanya jika tidak luluh. Hatinya selembut sutera. Ia tidak bisa berlama-lama marah. Akhirnya Widuri membalikkan badan.
"Kalau begitu, biarkan aku tunggal disini. Aku ingin melihat anak-anakku bertumbuh. Aku ingin menyusui mereka, aku ingin melihat anak-anakku setiap bangun dan tidur. Bermain dengan mereka," ucap Widuri dengan nada memohon.
Kailash tetap saja merasa berat. Kemarahan Arum terlintas terus dibenaknya. Bagaimana bisa ia menjadi pria yang egois? mengambil Widuri dari keluarganya.
"Tapi .."
"Tidak ada tapi-tapian. Aku yang memutuskan jalan hidupku. Kamu tahu 'kan? sejak kecil aku hidup tanpa kedua orang tua mendampingi. Aku anak korban perceraian. Aku tahu rasanya merindukan orang tua, terutama Ibu. Aku tahu rasanya hidup kesepian, sementara teman-temanku yang lain hidup dengan orang tua yang lengkap. Sakit sekali menjalani peran seperti itu, Kailash. Aku tidak ingin keempat anakku merasakan hal yang sama," penuturan Widuri membuahkan air mata yang merembes di pipinya.
Kailash tidak sanggup mendengar ungkapan kepiluan Widuri. Ia meraih tubuh istrinya untuk di dekap.
"Maafkan aku. Maafkan aku karena telah mengingatkan lagi kesedihan mu itu," ucapnya. Kailash mencium leher istrinya bertubi-tubi. Ia tidak akan pernah bosan menghirup aroma tubuh Widuri yang membuatnya candu.
"Jadi keputusanmu apa?"
"Kamu akan tinggal disini bersama kami. Aku akan mengusahakan itu. Jangan marah lagi, aku ingin menikmati malam indah ini bersamamu, anak-anak sudah tidur, Sayang ... Ayo, " bisik Kailash lagi. Hembusan nafas itu hangat menyentuh leher Widuri.
Widuri tersipu. Sekalipun sudah berulang kali berhubungan badan dengan suaminya, tetap saja rasa malu-malu itu ada ketika Kailash memintanya.
***
Arum masih berjaga di rumah sakit. Dia masih di kamar ICU, seorang diri sebab Welas dan Rabiah pulang sebentar untuk mengambil pakaian bersih. Dokter Ibrahim masuk kembali bersama perawat.
"Selamat pagi, Bu. Kami akan membersihkan luka di perut Bu Widuri," ucap suster.
"Silahkan," sahut Arum yang mundur dua langkah.
Sedangkan dokter Ibrahim mengecek kondisi jantung Widuri. Semuanya stabil, tak ada tanda-tanda yang harus dikhawatirkan.
"Kondisi anak Ibu tidak terlalu mengkhawatirkan, tapi entah kenapa dia belum sadar juga," ucap dokter Ibrahim.
Arum memandang lesu ke dokter berwajah oriental itu.
"Dia tidak akan sadar, dok. Anak saya juga akan sulit kembali," sahutnya.
Dokter Ibrahim dan dua suster lainnya terhenyak. Mereka saling berpandangan karena terkejut dengan ucapan pesimis si Ibu pasien.
"Jangan berucap seperti itu, Bu. Widuri tidak terlalu parah, lukanya juga mengering. Doakan saja," kata Ibrahim.
Arum menggeleng. "Raga anak saya memang ada disini, dokter. Tapi jiwa anak saya di bawa pergi. Jiwa anak saya di tarik ke alam jin, dokter."
Dokter Ibrahim dan kedua suster itu terkejut lagi. Ibrahim yang tidak mempercayai hal-hal mistis hanya tertawa. Bukan mengejek, hanya ucapan Arum terdengar klise. Ya, Ibrahim memahami jika warga desa masih sangat terpaut dengan dunia supranatural.
"Saya pikir itu pikiran khawatir Ibu saja. Si cantik Widuri ini akan sembuh, dan melanjutkan hidup sepertu gadis-gadis lainnya."
Arum mendekati kaki putrinya. Menyingkap selimut yang menutupi kaki putih Widuri. Arum melihat telapak kaki itu sudah mulai membiru. Pertanda jika Widuri mulai menyenangi tinggal di alam jin.
"Lihatlah kaku putriku, telapak kakinya mulai lebam, dokter. Apa penjelasan dokter soal ini?" tanya Arum. Logatnya menunjukkan telah lama menetap di Kalimantan.
Dokter Ibrahim memeriksa kedua telapak kaki Widuri. Dia hanya tersenyum setelah mengamati telapak kaki yang lebam itu.
"Oh, telapak kaki yang lebam dan berwarna biru bisa disebabkan oleh berbagai hal, seperti cedera, sirkulasi darah yang buruk, atau efek samping obat."
Bagi dokter yang lebih mengedepankan logika seperti Ibrahim, dia hanya akan menilai dari kacamata ilmiah. Baginya, sah-sah saja jika telapak kaki pasien koma menjadi biru lebam.
"Kalian keluarlah, berikan saya kesempatan saya bicara dengan Bu Arum," titah Kailash kepada dua suster yang menemaninya.
"Baik, dok. Mari Bu Arum," ucap dua perawat itu serentak.
Setelah perawat keluar, barulah dokter Ibrahim mulai berani bertanya.
"Memangnya ada apa dengan Bu Arum? bukankah Ibu harusnya senang jika Widuri sadar?"
Arum menggeleng. Dia sudah meraba situasi nanti setelah Widuri bangun dari komanya.
"Anakku akan bangun, tapi tidak akan menjadi Widuri yang kamu kenal, dia akan .." Arum tak sanggup melanjutkan kalimatnya.
Dokter Ibrahim menunggu lanjutan kalimat Arum.
"Menunggu apa, Bu?"
Arum mengusap telapak kaki putrinya.
"Dia akan menjadi gila, dokter. Widuri akan stress."
Dokter Ibrahim terbahak-bahak. Lagi-lagi dia tidak mempercayai perkataan Arum.
"Bu Arum. Yang luka perut Widuri, bukan kepala. Tidak mungkin akan berubah mentalnya tanpa sebab. Kecuali dia ditimpa masalah berat yang sulit dihadapinya. Barulah mental Widuri terganggu, Bu Arum."
Arum geleng-geleng kepala. Ia pikir percuma saja jika menjelaskan hal-hal mistis kepada mereka yang tidak mempercayainya.
"Terserah dokter mau percaya atau tidak. Yang jelas putriku ditimpa masalah besar. Masalah yang diinginkannya sendiri."
Dokter Ibrahim mengerutkan alis. Dia berpusat kepada wajah Widuri yang koma tapi tetap cantik. Raut wajah tersenyum seolah sedang melihat hal-hal bahagia di mimpinya.
"Anak Ibu cantik. Aku yakin dia gadis baik-baik. Dia akan tetap normal, sehat, dan kembali menjadi Widuri seperti dulu, jangan terlalu khawatirkan, Bu."
Arum sedari tadi menangkap bahasa aneh pada dokter putrinya. Sejak tadi dokter Ibrahim memuji Widuri sangat cantik.
"Di dunia ini, dia sulit mendapatkan jodoh. Aku juga akan sulit mencarikannya. Dia terus saja menolak."
Dokter Ibrahim mengangguk-angguk. Entah kenapa ada perasaan senang yang menyelip dihatinya sebab Arum menjelaskan hal yang ia ingin ka ketahui sejak kemarin.
"Apakah dokter Ibrahim sudah memiliki istri?" tanya Arum mengejutkan pria bermata sipit itu.
bisakah bahasanya di ganti ke bahasa nasional?
agar para pembc bisa menikmati nya