Awalnya Elodie adalah ibu rumah tangga biasa. Istri yang penurut dan ibu yang penuh kasih. Namun sebuah kecelakaan mengubah segalanya.
Sikap dan Perilaku wanita itu berubah 180 derajat. Melupakan segala cinta untuk sang suami dan putra semata wayangnya. Mulai membangkang, berperilaku sesuka hati seingatnya di saat 19 tahun. Namun justru itu memberi warna baru, membuat Grayson menyadari betapa penting istri yang diremehkannya selama ini.
"Mommy."
"Nak, aku bukan mommy kamu."
"Elodie Estelle."
"Grayson Grassel, ayo kita bercerai!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Joy Jasmine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7 ~ Tidak Ada Yang Beres
Tring, tring, tring.
Gray meraba-raba nakas di samping tempat tidur. Di saat tangannya berhasil meraih ponsel yang sejak tadi berdering, ia membuka sedikit kelopak matanya. Melihat nama yang tertera ia berdecak kesal.
"Hem."
"Tuan, Anda ada rapat jam 8 pagi. Saat ini sudah setengah delapan. Saya sudah menunggu di depan rumah Anda sejak setengah jam yang lalu. Tapi Anda belum keluar-keluar." Asisten Al berkata dengan cepat ketika akhirnya teleponnya diangkat setelah sekian kali mencoba.
Sementara pria di seberang sana langsung melek. Ia melihat layar ponselnya, dan benar saja sudah setengah delapan. "Shiit!"
"Ya, Tuan bilang apa?"
"Tunggu aku 10 menit lagi!"
"Baik."
Gray langsung melompat turun dari tempat tidur. Pertama yang ia lakukan adalah ke kamar sang putra, membangunkan Cedric yang juga masuk sekolah jam 8 pagi. Lalu bergegas ke kamar mandi.
"Sialan, bagaimana aku bisa telat?" gerutunya seorang diri di kamar mandi. Padahal dulu ia adalah pria yang disiplin, selalu bangun pagi, hidup sehat dan tidak pernah memberikan contoh buruk pada bawahannya. Apalagi sampai telat!
Ini semua karena Elodie. Benar, karena Elodie. Wanita itu yang membuatnya menjadi seperti ini, setiap pagi ia dibangunkan. Saat bangun pun tinggal mandi, pakaian sudah disiapkan. Begitu juga sarapan yang tinggal dimakan.
Tapi sekarang? Gray lagi-lagi menghela napas lelah saat melihat pakaian kotor yang belum dicuci. Ia mengambil asal kemeja, memakai dan meninggalkan dasi.
Sejak sebulan lalu pria itu memang tidak lagi memakai dasi. Salahkan Elodie lagi, karena semenjak menikah wanita itulah yang selalu mengikatkannya hingga ia lupa caranya sekarang.
"Sudah selesai?" tanya Gray sembari membuka pintu kamar sang putra. Anak itu sudah berpakaian, tapi apa-apaan? Bahkan kancing seragamnya tidak seimbang.
"Ck, sini! Kau ini bisa berpakaian atau tidak?" geram Gray yang langsung membuka kancing-kancing itu dan memasangnya kembali dengan benar.
"Biasanya mommy yang memakaikan. Jika bukan mommy, ada nenek Erin." Cedric berkata dengan wajah datar. Ia memandang sang ayah yang juga tidak seperti biasanya, biasanya rapi dan harum, tapi ini? Malah seperti baru bangun tidur.
Sementara kedua mata Gray membulat saat mengingat bahwa bibi Erin juga sedang tidak ada. Pantas saja tidak ada yang membangunkannya. Dan juga, berarti tidak ada yang menyiapkan mereka sarapan?
"Sudah. Daddy mau siapin sarapan dulu," kata Gray bergegas.
...
Asisten Al bernapas lega di saat melihat sepasang ayah dan anak keluar dari pintu. Sepuluh menit yang diminta Gray sudah lewat lima menit yang lalu.
Ia sudah meminta Bianca untuk mengulur waktu rapat hingga setengah sembilan. Kini hanya tersisa waktu lima belas menit ke sekolah Cedric, untung saja sekolah anak itu tidak begitu jauh.
Namun kedua mata asisten Al harus menyipit saat melihat penampilan dua pria itu. "Eh, apa aku salah rumah?" gumam Al dan menoleh ke kanan dan ke kiri.
"Benar, ini rumah tuan Gray. Tapi dua orang itu?"
Al memperhatikan lagi, kali ini lebih jelas karena mereka sudah berjalan menghampiri mobil. "Sungguh? Itu tuan Gray dan tuan muda Cedric?"
Al sampai menganga tidak percaya. Pria itu masih menatap sampai sang atasan masuk ke dalam mobil. Penampilan keduanya sungguh tidak biasa, apalagi mereka tengah menggigit roti tawar dengan begitu lahap.
"Lihat apa? Masih tidak mau jalan?" ketus Gray yang sebenarnya sadar akan apa yang perhatikan asisten Al. Ia melahap habis roti tawar di tangannya, lalu menarik tisu untuk mengelap.
"Aa, baik!" Al berusaha fokus pada jalan. Namun pria itu juga sesekali masih melirik sang tuan yang duduk di sebelahnya.
...
"Tuan." Asisten Al memberanikan diri memanggil sang atasan. Pasalnya jika Gray ke perusahaan dengan penampilan seperti itu, maka ia yakin akan menjadi topik hangat hingga beberapa hari ke depan.
"Hem."
"Maaf, bukan maksud saya berkata seperti ini. Tapi penampilan Anda."
"Ada apa dengan penampilanku?"
"Anda sungguh ingin mendengarnya?"
"Ya, katakan saja!"
"Tidak ada pemotongan gaji atau bonus, kan?"
"Ya, katakan atau sekarang saja gajimu dipotong."
"Jangan, jangan!"
"Baiklah ...." Asisten Al menatap Gray, dari atas hingga ke bawah. Dari bawah hingga ke atas lagi. Pria itu lalu kembali fokus menjalankan mobil setelah menurunkan Cedric.
Setelah beberapa saat ia kembali melirik Gray yang ternyata masih menatapnya dengan tajam. "Hem, penampilan Anda hari ini, sungguh tidak biasa. Dari kepala hingga kaki tidak ada yang beres. Rambut Anda berantakan, wajah tidak segar, kemeja kusut, celana kekecilan, dan sepatu yang berbeda warna. Saya bahkan hampir tidak mengenali Anda dan tuan muda tadi,"
Gray bergeming, ia memperhatikan pakaian, celana dan sepatu. Semuanya sungguh seperti yang dikatakan sang asisten. Ia keheranan tanpa sadar. Jika itu hanya rambut tentu saja tidak masalah, tapi sepatu yang berbeda? Benar-benar di luar ekspektasi.
"Nanti kita masuk lewat jalur khusus!" titah Gray. "Oh, ya. Jatah cutimu tahun ini dipotong!"
"Eh, Tuan mengatakan tidak akan memotong .... Baiklah, baiklah." Asisten Al pasrah saat melihat tatapan tajam sang atasan. Salahkan juga dirinya yang hanya meminta tidak dipotong gaji dan bonus.
.
.
.
Seorang wanita dengan kaca mata hitam turun di depan sekolah Cedric. Ia menunggu beberapa saat, hingga anak yang dicari keluar, tangannya langsung melambai. "Cedric," panggilnya yang membuat anak itu menoleh.
Cedric yang menyadari langsung berlari ke arahnya. "Bibi Freya. Kenapa ke sini?" tanya anak itu dengan antusias.
Freya tersenyum lembut, ia berjongkok dan mengusap kepala anak lelaki itu. "Bibi hanya lewat saja. Sekalian ingin bertemu denganmu."
"Oh, ya. Mommy kamu kemana? Belum datang menjemput?" Freya berpura-pura memandang ke kiri dan ke kanan, seakan mencari-cari keberadaan Elodie yang ia tahu pasti tidak akan datang.
"Mommy menginap di rumah temannya. Jadi aku dijemput paman Sam saja."
"Oh, begitu ya. Eh, kamu mau pulang bersama bibi? Sepertinya paman Sam nya juga belum datang."
Cedric berpikir sejenak, kemudian mengangguk dengan semangat. "Boleh, Bibi. Kebetulan aku kesepian saat daddy di kantor."
Freya kembali menarik senyum, wanita itu membuka pintu mobil dan mempersilakan Cedric untuk masuk ke dalam mobilnya. Ia juga berinisiatif untuk membawakan tas anak lelaki itu. Namun karena sudah bersiap, ia malah terkesiap saat merasa tas anak itu ringan sekali seakan tidak ada isinya.
"Eh, kenapa tas kamu kosong? kamu tidak bawa bekal?"
Cedric menggeleng, anak itu memasang wajah sedih. "Mommy tidak ada dirumah, nenek Erin juga sedang pulang kampung. Jadinya tidak ada yang membuatkan aku dan daddy bekal."
"Oh? Berarti di rumah hanya ada kamu dan daddy kamu?" Cedric mengangguk sebagai jawaban dan Freya langsung tersenyum sumringah. Tidak ia sangka, ternyata kesempatan yang begitu langka akhirnya datang juga. Wanita itu langsung bergerak cepat untuk masuk ke dalam mobil.
"Bibi, ayo kita berfoto dulu!" ajak Cedric saat Freya sudah duduk di kursi kemudi. Wanita itu mengangguk antusias. "Boleh, nanti akan bibi posting ke media sosial. Kamu tahu kan bibi ini seorang selebriti terkenal?"
"Tahu, tentu saja tahu. Aku kan sering menonton vlognya Bibi. Di vlog manapun Bibi selalu terlihat cantik." Freya tersenyum puas saat mendengar pujian anak itu. Bukankah orang bilang pujian anak kecil adalah yang paling tulus? Ia jadi merasa malu sendiri namun juga bangga.
"Mana ada, kamu itu terlalu memuji bibi," balas Freya sembari memukul pelan lengan Cedric, ia tersenyum malu.
Sementara anak itu membalas dengan tersenyum manis. Ia lalu membuka ponsel di saat Freya telah menjalankan mobil. "Bibi, aku akan mengabarkan daddy kalau aku pulang bersamamu."
"Ya, kabarkan! Kamu memang harus mengabarinya."
Anak lelaki itu lagi-lagi tersenyum, lalu mengetik pesan untuk sang ayah.
"Daddy, kau tidak perlu pulang ke rumah dulu! Aku harus mengerjakan dua proyek besar! Oh iya, jangan bertanya apa pun juga, kau cukup menonton saja dari CCTV!"
.
.
.
sbnarnya apa sih alasannya El kawin SM lakik model dajall itu
kyknya ada sngkut pautnya SM tmennya si El deh
trus si mertua ada dendam apa sama El ya smpai benci gitu
ksihan si el
emang siapa lagi yg pkai kekerasan dn TDK pyk pri kemanusiaan 😤🙄😒🤬😡😠🤭🤭
jgn mau d rendahkan muku🙄
punya Daddy g ada pendiriannya
tp buat gray kalang kabut biar nyaho😁🤭