tentang seorang anak yang lahir dari seorang ibu, yang ditinggalkan oleh sang suaminya sejak dari dalam kandungan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jordi Vandanu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Minta Izin.
"ini si Dian itu kan Dev, sama siapa ini? " tanya Diva, lalu mengambil kacamatanya.
"ini Dika ma, ini siapa ya? " tunjuk Deva. Deva mengira Yudi adalah Dika.
"ini Yudi, Dian, ini siapa ya, ini mungkin istri pertama si Yudi, jadi mereka bertemu, mereka dimana ini Dev? Kayak di luar negeri." tanya Diva beruntun.
"ini di tulis di Dubai ma. " tunjuk Deva.
"Bertemu di negara orang, happy holiday mama, ayah dan adekku, bahagia selalu. " tulis Dika di caption.
"hah? Jadi Dian sudah bertemu sama ayah kandungnya? Ternyata Yudi itu kaya raya? Ya ampun, Dian kok cantik banget sih? " puji Diva, menatap foto Dian sendiri yang di posting Dika. Terlihat seperti model, dengan tubuh tinggi semampainya, cantik dan bersih.
"cantik? Mata mama buram ya? Begini di bilang cantik, plastic surgery kali ma " sergah Deva cepat. Kesal melihat sang mama memuji Dian.
"iya ya, katanya kan dia udah kaya ya, siapa tahu di permak, haha.. " tawa Diva pecah.
"pikirin cara mendapatkan Dika itu Dev, gak ingin apa hidup jadi orang kaya. " kata Leni. Deva menatap sang nenek.
"nenek kenal sama ayahnya Dian? "
"nggak begitu kenal, dia cuma sebentar kok . disini dulu, setelah itu dia pergi, dan si Diana hamil, kami usir dari sini karena hamil entah anak siapa. " cerita Leni dengan santai.
"mama dulu gak yakin kalau Diana hamil anak Yudi dulunya, tapi ternyata emang anaknya, sangat mirip begitu. " jelas Diva. Deva mendengar dengan seksama.
Ketika keluarga Candra sibuk dengan mengurusi Dian. Yang di urus sedang sibuk juga dengan kegiatannya. Setelah sekian lama tidak melakukan hobinya, hari ini Sabtu, Dian minta ditemani sama Cica, ke pasar tradisional. Zana tidak bisa ikut karena dia mau pergi sama pacarnya, Zana mau dikenalin sama orangtua sang pacar.
"ini masih bagus Yan. " tunjuk Dian pada sebuah mesin jahit bekas. Dian memperhatikan. Lalu mengangguk.
"itu harga berapa tuan? " tanya Dian.
"mmm... itu harganya 200 ribu ( kalau dirupiahkan ya). " jawab si pedagang. Dian tak menawar lagi. Cica paham karkter sahabatnya itu. Selanjutnya mereka mencari perlengkapan jahitnya. Bahkan Dian membeli bahan bahan untuk di jahitnya nanti.
"Ca, kamu menginap sampai hari Selasa kan ya? kan masuk kerja hari Rabu saja, atau kalian tinggal sama aku saja deh, itu apartemen kan sudah punya aku, ada 3 kamar dan 1 kamar tamu lagi, entah kenapa tante Melani membelikan yang besar begitu, padahal aku maunya yang mungil saja. " gerutu Dian.
"hei nona, Alhamdulilah gitu sayang. " Cica menoel pipi Dian gemas.
"iya Ca, Alhamdulilah.. Ternyata begini ya jadi anak orang kaya, hehehe.. " tawa Dian jahil. Cica merengut.
Ya.. Beberapa bulan yang lalu, Melani mendatangi apartemen Dian. Memeluk Dian dengan sayang.
"maafkan tante baru bisa datang, kenalin ini om kamu, suami tante. " kata Melani. Dian menyalimi adek Melati dengan takzim.
"kita lihat lihat apartemen buat kamu ya nak, di tengah kota gitu, biar kamu kemana mana gampang, disini jauh.. Tante tahu lingkungan sinu, agak rawan gitu, om ini polisi jadi tahu tempat ini gimana. " kata Melani. Dan Dian hanya bisa melongo tak percaya, mempunyai hunian di kota besar ini? Meski kata Melani agak rawan, selama ini Dian belum pernah di ganggu sama orang jahat.
"Dian harus minta persetujuan ayah sama mama dulu ya tante. " ucap Dian.
"harus nak, bilang lah sama mas Yudi dulu. " kata Melani.
Dan ketika Dian meminta izin sang ayah, di saat itu juga airmata Yudi kembali lancar luncur.
"biar ayah transfer uangnya ya nak. "
"nggak usah ayah, uang Dian kemaren masih ada kok. " tolak Dian. Yudi tertawa.
"nggak cukup itu nak, ya udah pergi lah sama tante Melani dulu, nanti ayah kirim uangnya, ajak temanmu Cica dan Zana untuk menemani tinggal disana ya. " kata Yudi lagi. Dian tentu saja mengucapkan terimakasih berkali kali.
Dan sudah 2 minggu ini Dian tinggal di apartemen barunya itu. Terletak di tengah kota, berjalan kaki 10 menit ke halte dan naik bus setengah jam untuk sampai di kantor.
"nanti kita bicarakan sama Zana ya Yan, aku mau tinggal sama kamu, tapi apa ayah kamu membolehkan? " tanya Cica.
"nanti kita telpon ayah ya Ca. " jawab Dian. Cica mendelik, Dian tertawa.
"makanya dicari apartement yang kamarnya banyak, biar bisa kita tinggal bersama, kan serba dekat ya? "
Cica membenarkan.
Sampai di apartemen, tak ada istirahatnya, Dian terlalu bersemangat untuk membuat pola di kain tadi. Sementara itu Cica masuk dapur yang lumayan luas itu, memasak makanan untuk mereka berdua. Dan mereka sibuk dengan kerjaan masing masing.
Putra duduk di hadapan Yudi dan Melati. Dika hanya tertawa kecil melihat itu.
"kenapa nak Putra? " tanya Yudi, karena tidak biasanya Putra meminta bertemu di luar jam kerja begini.
"maaf yah, ma sudah mengganggu waktunya di akhir pekan begini. " jawab Putra sedikit gugup.
"ada apa nih? " tanya Melati santai.
"yah, ma... Saya menyukai Dian dari awal kami bertemu di hari pertama Dian masuk kantor, saya mohon izin untuk melakukan pendekatan kepada Dian yah, ma. " ucap Putra gugup. Yudi dan Melati kaget. Dika tertawa lirih, dia sudah tahu hal itu.
Yudi dan Melati saling tatap.
"bukan karena Dian adalah anak ayah dan mama, bukan.. Hal ini pun akan saya katakan pada Dian, tapi dia keburu kabur dan saya tidak peduli dengan statusnya. Sekarang saya ingin mengatakan pada Dian, setelah dapat izin dari ayah dan mama. " sambung Putra cepat.
Yudi tersenyum lembut
"apakah Dian tahu kalau kamu menyukainya? " tanya Yudi.
"tidak yah. "
"berusahalah, saya merestui kalian, kalau memang nanti berjodoh. " ucap Yudi. Melati tersenyum.
"kamu tahu Dik? " tanya Melati.
"tahu ma, Putra sudah mengatakan pada Dika. "
Yudi dan Melati tersenyum.
"apapun jawaban Dian nanti, kami harap kamu jangan terlalu bahagia atau patah semangat, tetaplah menjadi Putra yang kami kenal. "
"terimakasih yah, ma. " ucap Putra.
Dika meleletkan lidah pada Putra.
"dek Putra, kita nongkrong yuk. " goda Dika.
Semua tertawa heboh.
Candra menatap para pekerja di tanah mak Ijah, bangunan itu sudah hampir terbentuk.
"yang punya rumah ini adalah anaknya sepupu istri saya, jadi masih saudara kami lah. " kata Candra.. Mereka sedang istirahat dan duduk di pos depan. Dan Candra datang sekedar kepo dan main saja.
"oh iya pak, senang ya pak punya saudara berhasil dan malah membangun rumah di kampung asalnya. " kata seorang pekerja dari kota, yang tidak tahu cerita Dian.
Candra mengangguk bangga.
"iya, padahal dulu hidupnya susah lo, sepupu istri saya itu di tinggal suaminya pas lagi hamil si Dian itu, eh.. Gak tahunya sekarang kaya raya dan ya begitulah kita gak tahu apa pekerjaannya, hingga bisa membuat rumah sebesar ini. " kata Candra lepas kontrol.
Dan suasana langsung hening.