Varsha memiliki arti hujan menghiasi hidup seseorang dengan derai air mata.
Seorang wanita muslimah berdarah Indonesia harus dijodohkan dengan pria asing tidak dikenalnya. Pria kejam memakai kursi roda meluluh lantahkah perasaan seorang Varsha, seolah ia barang yang bisa dipermainkan seenaknya.
Rania Varsha Hafizha, harus hidup dengan Tuan Muda kejam bernama Park Jim-in, asal Negara Ginseng.
Kesabaran yang dimilikinya mengharuskan ia berurusan dengan pria dingin seperti Jim-in. Balas budi yang harus dilakukan untuk keluarga Park tersebut membuat Rania terkurung dalam sangkar emas bernama kemewahan. Ditambah dengan kehadiran orang ketiga membuat rumah tangga mereka semakin berantakan.
“Aku tidak mencintaimu, hanya Yuuna... wanita yang kucintai.”
“Aku tidak bisa mengubah mu menjadi baik, tetapi, aku akan ada di sampingmu sampai Tuan jatuh cinta padaku. Aku siap terluka jika untuk membuatmu berubah lebih baik.”
Bisakah Rania keluar dari masalah pelik tersebut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agustine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 30
...🌦️...
...🌦️...
...🌦️...
Setiap kata yang tidak terucap maka tinta pena akan bekerja. Saat bibir tidak bisa berbicara maka gerakan tangan di atas kertas yang bersua. Varsha, masih setia menemani setiap kala mengiringi kegelisahan dalam jiwa. Suara gemercik air yang turun dari langit bersinggungan dengan atap membingkai kenangan tercipta.
Momen hangat dekapan satu sama lain masih menjadi pengiring setia keheningan mendera. Detikan jam terdengar sebagai musik pengiring. Pasangan suami istri itu kini tengah menikmati setiap waktu yang mereka lewati.
Hampa menjadi titik temu penyelesaian, kepedihan pun mendera kebersamaan menjadikan kegelisahan datang merundung.
Jim-in pun melepaskan pelukannya lalu menangkup kedua pipi bulat sang istri. Wajah yang kemerahan itu pun membuatnya melengkungkan bulan sabit sempurna.
"Jika ada yang menyakitimu itu sama saja menyakitiku juga. Aku sangat mencintaimu, maka tetaplah bersamaku. Kata-kata memang pandai terucap, tapi tindakan akan selamanya terasa. Kamu bisa mengertikan apa maksudku, kan? Jadi, jangan sembunyikan apa pun dariku. Karena aku tahu semuanya," jelas Jim-in membuatnya terperangah.
Rania meneliti setiap lekukan wajah tampan sang suami. Garis tegas sekaligus wibawa terpancar tidak bisa menahan degup jantungnya sendiri. Kini di hadapannya terlihat nyata sosok pria yang dicintainya. Allah mengirimkan Park Jim-in bukan tanpa alasan. Ia tahu setiap rencana Allah itu yang terbaik.
"Ma-maksud Oppa?" cicitnya kemudian.
"Aku menyuruh seseorang untuk mengawasi kalian. Aku tahu eomma mengajak Yuuna, kan? Dan kamu yang mengangkat barang bawaan mereka? Kenapa tidak menolak, hmmm?"
Seketika iris jelaga kecoklatan Riana melebar, tidak menyangka Jim-in bisa bertindak sejauh itu untuk mengawasinya.
"Aku tidak bisa menolak permintaan eommanim," lirihnya lagi.
"Tapi itu membuatmu terluka. Tidak hanya fisik, hati juga, aku tahu semuanya. Jangan sembunyikan apa pun dariku."
Penjelasan Jim-in mengundang keristal bening semakin merangsek keluar dari mata bulatnya.
Rania membungkam mulut rapat tidak kuasa menjelaskan betapa perih hatinya saat ini. Berbohong pun percuma, Jim-in sudah mengetahui faktanya.
Beberapa saat kemudian netranya harus difokuskan pada layar ponsel yang disodorkan sang suami.
Di sana terlihat ia tengah bersusah payah menyeimbangkan tubuh kecilnya dengan barang belanjaan yang dibawa. Rania kembali terkejut saat video itu menanyangkan percakapan antara dirinya, ibu mertua dan Yuuna di restoran.
Sorot mata sendu terpancar dalam iris Park Jim-in. Ia tidak menduga jika sang ibu menyakiti istrinya dengan kata-kata kejam. Ingin rasanya ia membalas mereka, tapi apa daya yang di hadapinya, ibunya sendiri. Wanita yang sudah menaruhkan nyawa untuk melahirkannya ke dunia.
"Aku minta maaf. Karena eomma sudah menyakitimu. Andai saja aku tahu jika akhirnya seperti ini, aku tidak akan mengizinkanmu pergi." Ucap Jim-in seraya kembali menggenggam hangat tangan Rania pelan. "Aku obati, yah. Tunggu sebentar." Lanjutnya lalu beranjak dari hadapan sang istri.
Sejak kepergian Jim-in, Rania masih tetap diam membungkam mulunya rapat. Tidak ada emosi apa pun yang terlihat di sana. Ia diam seribu bahasa dan hanya pikirannya saja merespon apa yang baru saja terjadi.
Tidak lama kemudian Jim-in kembali seraya membawa kotak P3K lalu mengoleskan gel ke permukaan telapak tangan Riana. Sesekali ia meringis perih saat jari jemari sang suami menyentuh tangannya.
Hening melanda, udara semakin dingin tat kala hujan salju datang menerjang Kota Seoul. Butiran putih yang turun dari langit terlihat dalam bayang. Seketika Rania mendongakan kepala melihat pemandangan tersebut di balik jendela kamar.
Perlahan ia beranjak dari duduk melepaskan tangan sang suami yang masih mengobati lukanya. Tanpa mengindahkan hal tersebut kedua kaki mengajak dirinya untuk berdiri tepat di depan jendela besar itu.
Ia pun menyingkap gorden lalu membuka jendela tanpa mengatakan sepatah kata pun. Hawa dingin menerjang tubuh ringkihnya, Rania menutup mata merasakan kedinginan memeluknya erat.
"Mamah," bisiknya dalam diam seraya menahan perih dalam dada.
Jim-in yang melihat itu pun tidak kuasa menahan kepedihan. Betapa rapuh sosok Rania kala ini, ia pun berjalan mendekatinya lalu melingkarkan lengan tegap di pinggang ramping sang istri.
"Mianhae, aku lagi-lagi menyakitimu. Maafkan aku tidak ada di sampingmu. Aku benar-benar minta maaf," sesalnya dengan sangat.
Lama Rania tidak menyahuti ucapannya, sampai kata-kata yang keluar dari bibir ranum itu seketika menampar Jim-in keras.
"Tidak usah minta maaf. Karena memang pada kenyataannya aku hanyalah seorang pelayan, tidak lebih. Aku tidak terbiasa hidup dalam kemawahan seperti inu. Kalangan atas membuatku sadar di mana seharusnya aku berada. Mianhae, bisa lepaskan tanganmu dan tinggalkan aku sendirian?" pinta Rania diujung kalimatnya.
Jim-in menegang merasakan kesakitan yang tidak bisa dijabarkan sang istri padanya. Ia juga tahu jika saat ini Rania tengah memendam kekecewaan. Dengan berat ia melepaskan pelukan dan berjalan mundur meninggalkan Rania sendirian.
Saat pintu terdengar di buka dan di tutup kembali, seketika itu juga air mata yang sedari tadi ditahan tumpah ruah tidak bisa dibendung lagi. Tanpa isakan hujan yang turun membasahi pipinya menganak bagaikan sungai. Rania tidak tahu harus bagaimana lagi menjalani rumah tangganya yang penuh dengan lika liku.
...🌦️🌦️🌦️...
Langkah tegap pewaris tunggal keluarga Park mencapai lantai bawah. Sorot mata tegas terlihat nyalang mengitari ruangan besar di sana. Ia tengah mencari sosok yang saat ini memenuhi pikirannya.
Tidak lama kemudian iris kecilnya menangkap wanita paruh baya itu tengah menyesap teh di samping ruang keluarga. Ia pun berjalan ke arahnya.
"Eomma."
Panggilan berat membuat Nyonya Besar menoleh. Senyum mengembang tat kala netranya melihat sang putra berjalan mendekat.
"Wae?"
"Aku tidak menyangka Eomma bisa setega itu pada Rania. Dia menantumu Eomma. Kenapa Eomma memperlakukannya seperti pelayan? Dan juga apa lagi ini-" Jim-in memperlihatkan rekaman video yang berhasil diambil oleh orang suruhannya. "Eomma dengan kejam mengatakan kata-kata yang melukai perasaan istriku."
Gyeong diam memandang ke arah benda pipih milik putranya. Hingga video selesai diputar wanita elegan tersebut mendongak menatap netra buah hatinya.
"Ne? Jadi apa yang ingin kamu lakukan? Itu memang kenyataannya. Rania tidak biasa makan makanan mewah, bagaimana kalau perutnya sakit? Kamu tidak maukan melihatnya kesakitan? Lagi pula tidak ada orang yang membantu Eomma dan Yuuna membawa belanjaan," ucapnya tanpa rasa bersalah sedikit pun.
Jim-in melebarkan pandangan tidak percaya. "Setega itukah ibu menjadikan istriku sebagai pelayan?" batinnya berkecambuk.
Ia tidak habis pikir dari mana datangnya wanita berhati batu itu tersebut, dan ia pun melupakan sifat sang ibu yang menurun padanya.
"Aku kecewa padamu, Eomma. Aku mencintai Rania, kami saling mencintai. Dan aku tidak suka melihat istriku diperlakukan tidak baik seperti itu. Aku harap Eomma minta maaf padanya."
"MWO?! Minta maaf katamu!!!" jawab Gyeong dengan intonasi meninggi seraya beranjak dari duduk. "Seharusnya dia berterima kasih. Karena Eomma sudah mengangkat derajatnya."
"Apa Eomma sengaja membawa Yuuna? Apa Eomma sengaja melakukan ini semua?" tanya Jim-in menggebu.
"Yah Eomma memang sengaja. Biar dia sadar siapa dirinya itu."
Jim-in menampilkan seringaian tajam, beberapa kali kepalanya mengangguk mengerti dengan sikap yang dilayangkan sang ibu.
"Baik aku sadar sekarang. Eomma tidak mau meminta maaf pada Riana, kan? Jangan salahkan dia jika aku pergi dari rumah ini. Aku tidak bisa melihat istriku disakiti terus menerus."
Setelah mengatakan itu Jim-in pun melenggang pergi dari hadapan sang ibu.
"YAKK!! PARK JIM-IN!!" teriakan sang Nyonya Besar menggema dalam ruangan.
Beberapa pelayan bergidik ketakutan saat tidak sengaja melihat pertengkaran ibu dan anak tersebut.
"Rania. Apa yang sudah dia katakan? Awas saja kalau sampai dia berani membawa anakku pergi!!" kilatan kemarahan terlihat jelas dalam sorot mata seorang Park Gyeong.
...🌦️KETEGASAN🌦️...
GAK ETIS LANJUTIN NOVEL YANG SEHARUSNYA UDAH TAMAT, TAMAT YAH TAMAT JANGAN DI LANJUTIN. JADI KELUAR DARI ALUR.
makasih buat karyanya thor ,bunga sekebon buat thor 💜😍
rania itu jgn2 thor ya ,gpp thor semangat 😘