Setelah Danton Aldian patah hati karena cinta masa kecilnya yang tidak tergapai, dia berusaha membuka hati kepada gadis yang akan dijodohkan dengannya.
Halika gadis yang patah hati karena dengan tiba-tiba diputuskan kekasihnya yang sudah membina hubungan selama dua tahun. Harus mau ketika kedua orang tuanya tiba-tiba menjodohkannya dengan seorang pria abdi negara yang justru sama sekali bukan tipenya.
"Aku tidak mau dijodohkan dengan lelaki abdi negara. Aku lebih baik menikah dengan seorang pengusaha yang penghasilannya besar."
Halika menolak keras perjodohan itu, karena ia pada dasarnya tidak menyukai abdi negara, terlebih orang itu tetangga di komplek perumahan dia tinggal.
Apakah Danton Aldian bisa meluluhkan hati Halika, atau justru sebaliknya dan menyerah? Temukan jawabannya hanya di "Pelabuhan Cinta (Paksa) Sang Letnan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31 Harapan Haliza
Haliza menatap kepergian Aldian yang kini menuju kamarnya. Ia sedih, dengan cara apa ia harus meluluhkan hati Aldian.
"Aku pikir Mas Aldian akan luluh dan kasihan melihatku yang kelaparan dengan mata bengkak seperti ini. Dia justru pergi tanpa membujukku dengan kelembutan," desahnya kecewa.
Walaupun Haliza sedih, tapi tidak bisa membuat rasa laparnya berhenti meronta. Sejak pagi Haliza membiarkan dirinya dalam kelaparan juga haus, semua itu karena ia frustasi dan kecewa atas sikap Aldian yang sudah melempar Hp nya begitu saja, padahal ia sudah mengatakan bahwa ia tidak pernah berhubungan dengan mantan kekasihnya itu.
Haliza segera bergegas dari kamar, ia menuruni tangga dan menuju dapur untuk makan. Rasa laparnya sudah tidak bisa ia tahan lagi. Haliza segera ambil piring dan menuang nasi serta lauk yang sudah tersedia di atas meja. Haliz makan dengan cepat mungpung tidak ada Aldian.
"Non Liza, syukurlah Non sudah mau makan. Padahal kalau merasa kurang enak badan, biar nyuruh bibi antar makanan ke kamar," sapa Bi Kenoh seraya menuangkan air bening untuk Haliza.
"Terimakasih, Bi. Tidak apa-apa, Bi. Saya sengaja ke dapur untuk membuat teh jahe, sepertinya saya juga masuk angin," tukas Haliza.
"Kalau begitu, bibi bikinkan sekalian teh jahe. Sebentar, ya, Non." Tanpa menunggu jawaban dari Haliza, Bi Kenoh segera menuju kulkas lalu meraih bahan-bahan teh jahe untuk Haliza.
Dengan waktu sebentar, Bi Kenoh sudah selesai membuat teh jahenya.
"Ini Non teh jahenya. Oh iya, Non. Kalau tidak keberatan, berhubung Non Liza sudah baik-baik saja, saya mau pulang dulu. Kebetulan anak saya yang bungsu agak demam, biasa kalau demam dia suka manja. Tidak apa-apa kan, Non saya ijin pulang malam ini," terang Bi Kenoh meminta ijin untuk pulang. Rencana tadinya akan nginap jika terjadi apa-apa dengan Haliza, untungnya Haliza baik-baik saja, sehingga Bi Kenoh bisa ijin pulang.
"Tidak apa-apa, Bi, pulang saja. Terimakasih, ya, sudah mengkhawatirkan saya. Itu, sayur yang di panci diambil saja jika masih ada. Kalau dibesokkan, takut tidak kemakan," kata Haliza sambil menunjuk ke arah panci yang teronggok di atas kompor.
"Baik, Non, terimakasih banyak."
Setelah Bi Kenoh pergi dan terakhir membersihkan dapur, Haliza bangkit dan beranjak dari dapur, ia bermaksud ke kamar. Namun, sebelum menaiki tangga, Haliza bertemu Aldian yang sepertinya akan ke dapur. Haliza antara senang juga takut saat berpapasan dengan Aldian yang marah padanya. Harusnya ia juga marah sama Aldian karena Hp nya telah dihancurkan Aldian. Tapi, demi janjinya akan berusaha meraih hati Aldian, Haliza dengan jantung berdebar akhirnya memberanikan diri menyapa Aldian.
"M~Mas, Mas Aldian mau apa? Makan atau minum kopi?" Haliza bertanya dengan gugup. Aldian menoleh dan melemparkan tatap yang sedikit sinis. Karena jujur saja Aldian memang masih dilanda kesal dengan sikap Haliza yang tidak segera membuang nomer Hp mantannya, terlepas ia lupa atau tidak.
"Kenapa?"
"Nggak kenapa-kenapa, kalau mau apa-apa biar aku siapin, karena Bi Kenoh sudah pulang," ujar Haliza yang kini sudah terlihat bugar lagi di mata Aldian. Tadi saat di kamar, mata Haliza bengkak dan badannya lemah karena lapar.
"Tidak usah, lagipula aku bisa sendiri," jawab Aldian datar sembari berjalan menuju meja makan. Haliza menatap kepergian Aldian nanar, ia sebenarnya masih ingin bicara kalau malam ini dia ingin tidur di kamar Aldian. Tapi melihat Aldian sudah pergi dan sikapnya sangat datar, Haliza akhirnya pergi dari sana dan kini menuju kamar yang tadi sempat ia tempati.
Haliza memasuki kamar itu kembali, ia sengaja tidak menutup pintu kamar, karena Haliza takut tiba-tiba hujan lebat seperti waktu itu disertai petir. Jika terjadi hujan petir lagi, Haliza akan mudah jika lari dari kamar itu dan keluar.
Haliza menaiki ranjang, lalu duduk memeluk kedua kakinya yang ditekuk. Perasaannya sangat sepi dan hampa. Baru saja kemarin malam hubungan hangat itu terjalin, bahkan sangat dekat, tapi karena ulah mantan kekasihnya yang tidak tahu diri itu, kini Haliza merasakan lagi kesendirian.
"*Gara-gara lelaki itu, hubungan rumah tanggaku semakin tidak karuan. Kenapa dia tiba-tiba harus menghubungiku padahal aku sudah tidak ingat akan dirinya. Dasar laki-laki kurang ajar, sudah memutuskan hubungan, tapi saat bertemu justru dia menuduhku tidak benar. Aku sungguh benci Ardian, benci*." Di dalam hati Haliza mengumpat dengan beribu-ribu kemarahan terhadap mantan kekasihnya itu.
"*Aku menyesal mengenalmu, Ardian. Lelaki banci*," umpatnya lagi dalam hati.
Malampun semakin dingin, tapi Haliza belum beranjak dari posisi tadi, dia belum mau membaringkan tubuhnya. Pikirannya kini beralih pada Aldian, semakin Aldian menjauh dan dingin, semakin ia berharap bahwa masih ada ruang di dalam hati lelaki itu untuk namanya.
"*Mas, aku sungguh menyesal dulu telah tidak mendengarkan perintahmu. Semoga di dalam hatimu masih ada namaku yang mungkin saat ini mulai terkikis perlahan-lahan atas sikapku. Aku mohon maaf, Mas. Aku harap, kamu masih menyimpan rasa itu untuk aku. Aku menyesal karena telah mengabaikan perasaanmu yang sudah berusaha mencintai dan meluluhkan aku*," batinnya berharap. Tanpa terasa air mata sudah membasahi pipi Haliza kembali.
"Hanya ada satu harapan terakhir bagiku untuk bisa meluluhkan Mas Aldian, yaitu hamil. Aku harus hamil. Tapi, apakah aku akan hamil setelah kami melakukannya tadi malam? Semoga aku hamil, agar aku bisa kembali meraih hati Mas Aldian," bisiknya berharap banyak sembari mengelus perutnya yang habis diisi nasi tadi.
Haliza baru ingat, dalam bulan ini dia juga belum mendapatkan haid. Tapi siklusnya memang teratur dan dia bisa menghitung, kalau lima hari ke depan memang belum waktunya haid. "Semoga saja setelah lima hari berikutnya, aku tidak haid dan justru hamil. Ya Allah, semoga kali ini hamil." Haliza sangat berharap, kali ini hamil agar hubungannya dengan Aldian kembali hangat dan membaik.
Sementara itu, Aldian yang sudah menyelesaikan rokoknya, bergegas menuju tangga. Tiba di lantai atas, ia tidak segera masuk ke kamarnya. Aldian berjalan dengan hati-hati menuju kamar yang kini ditempati Haliza. Aldian ingin memastikan kalau Haliza aman-aman saja. Karena bagaimanapun, setelah kejadian tadi mengurung diri siang-siang sampai tidak makan, Aldian merasa sangat khawatir. Meskipun Haliza memang membuatnya kesal, tapi Aldian tidak ingin sesuatu hal buruk terjadi padanya.
Pintu kamar itu tidak ditutup rupanya, sehingga Aldian bisa mengintip ke dalamnya. Aldian melihat Haliza sedang memeluk kedua kakinya di atas ranjang. Padahal ini sudah mulai jam sembilan malam lebih, tapi Haliza masih belum tidur. Haliza nampak sangat sedih, sesekali terdengar isak tangis di sana.
Ingin rasanya Aldian menghampiri dan memeluk Haliza, tapi Aldian harus menahannya. Dia ingin melihat untuk beberapa hari lagi perubahan yang lebih baik dari Haliza. Untuk itu, Aldian akan bertahan membuat Haliza menjadi sadar akan posisinya, bahwa ia adalah seorang istri yang dituntut mencintai suaminya.
"Pokoknya kamu harus bisa mencintai aku dan memperlihatkan sikap itu padaku dengan sungguh-sungguh. Untuk saat ini, kamu masih belum lulus, kamu masih harus berjuang lagi lebih keras, karena aku tidak mau lagi mencintai tapi hanya bertepuk sebelah tangan," bisik Aldian sembari membalikkan badan dan bergegas menuju kamarnya setelah dilihatnya Haliza aman.
Saya Kasih dulu Bunga Kembang Sepatu Biar Semangat Si Author Manis ini Nulis nya ya 😁😁