Bayangan gelap menyelimuti dirinya, mengalir tanpa batas, mengisi setiap sudut jiwa dengan amarah yang membara. Rasa kehilangan yang mendalam berubah menjadi tekad yang tak tergoyahkan. Dendam yang mencekam memaksanya untuk mencari keadilan, untuk membayar setiap tetes darah yang telah tumpah. Darah dibayar dengan darah, nyawa dibayar dengan nyawa. Namun, dalam perjalanan itu, ia mulai bertanya-tanya: Apakah balas dendam benar-benar bisa mengisi kekosongan yang ditinggalkan? Ataukah justru akan menghancurkannya lebih dalam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon M.Yusuf.A.M.A.S, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertemuan di Dimensi Cahaya dan Gelap
Ketika Ryan dan Elma membuka mata, mereka mendapati diri mereka berada di tempat yang benar-benar asing. Langit di atas mereka bercahaya terang, tetapi di sekelilingnya, bayangan gelap bergerak seperti gelombang. Tanah yang mereka pijak adalah campuran cahaya dan kegelapan, memantulkan energi yang terasa kuat dan menenangkan sekaligus menakutkan.
“Di mana kita?” tanya Elma, suaranya lemah tetapi penuh rasa ingin tahu.
Pria berjubah hitam dan wanita berjubah putih berdiri di depan mereka. Pria itu berbicara lebih dulu dengan nada datar. “Kalian berada di dimensi tempat cahaya dan kegelapan bertemu. Di sini, energi dari dua kekuatan itu berada dalam harmoni. Kami membawamu ke sini untuk membantu kalian pulih dan melangkah ke tahap berikutnya.”
Wanita berjubah putih tersenyum lembut. “Kalian sudah melakukan hal yang luar biasa tadi malam. Kerja sama kalian menunjukkan potensi besar. Namun...” Nada suaranya menjadi lebih tegas. “Kalian juga membuat banyak kesalahan. Terlalu banyak membuang energi, terlalu lama ragu. Itu hampir membuat kalian kalah.”
Ryan menundukkan kepala, rasa bersalah terasa menguasai dirinya. Elma, di sisi lain, mengangguk pelan, menerima teguran itu dengan lapang dada.
Pria berjubah hitam melanjutkan. “Pujian dan teguran ini bukan tanpa alasan. Jika kalian terus bertarung seperti itu tanpa memperbaiki diri, kalian tidak akan bertahan di pertempuran berikutnya. Tetapi jika kalian belajar dari kesalahan kalian, kalian akan menjadi jauh lebih kuat.”
Elma melirik Ryan, melihat bahwa rekannya itu tampak tenggelam dalam pikirannya sendiri. Ia kemudian menoleh pada wanita berjubah putih. “Siapa kau sebenarnya?” tanyanya dengan nada penuh rasa ingin tahu.
Ryan, yang sebelumnya terdiam, langsung mengangkat wajahnya. Ia menatap pria berjubah hitam dengan tajam. “Dan siapa kau? Kenapa kau selalu ada di sini, membimbingku, tetapi tak pernah menjelaskan siapa dirimu?”
Wanita berjubah putih tertawa kecil, sedangkan pria berjubah hitam hanya diam..
“Wah, pertanyaan langsung. Tidak ada ucapan terima kasih dulu karena kami menyelamatkan kalian dari kehancuran?” kata wanita itu dengan senyum penuh arti.
Pria berjubah hitam menambahkan dengan nada sarkas, “Ya, aku lupa. Kami sebenarnya adalah pahlawan tak dikenal yang tidak butuh penghargaan. Silakan saja curiga sesuka kalian.”
Elma mengangkat alis. “Aku hanya ingin tahu siapa kalian. Tidak perlu drama.”
Ryan melirik pria itu. “Dan kau selalu muncul dari bayangan tanpa peringatan. Itu bukan cara membangun kepercayaan, kau tahu.”
Pria itu mendesah. “Baiklah, baiklah. Kalau kau ingin jawaban serius, dengarkan baik-baik.”
“Kami memiliki sejarah panjang,” kata wanita itu, matanya memandang pria berjubah hitam dengan penuh arti. “Dulu, kami adalah murid dari guru yang sama. Dia mengajarkan kami cara mengendalikan cahaya dan kegelapan, dan bagaimana menjaga keseimbangan di antara keduanya.”
Pria berjubah hitam melanjutkan. “Aku adalah seniornya. Tetapi seperti biasa, dia selalu merasa lebih tahu segalanya.”
Wanita itu tertawa lagi. “Dan kau selalu terlalu keras kepala untuk mengakui ketika kau salah.” Elma dan Ryan saling bertukar pandang. Meskipun penjelasan itu memberi mereka sedikit jawaban, ada lebih banyak pertanyaan yang terlintas di benak mereka.
“Jadi, kenapa kalian memutuskan untuk melatih kami?” tanya Ryan.
“Karena kami melihat potensi,” jawab wanita itu dengan serius. “Kalian adalah cahaya dan kegelapan yang saling melengkapi. Sesuatu yang kami sendiri tidak bisa capai sepenuhnya. Jika kalian berhasil menyatukan kekuatan itu, kalian bisa menghadapi ancaman yang jauh lebih besar daripada apa yang kalian hadapi tadi malam.”
Pria berjubah hitam menambahkan. “Tetapi itu semua tergantung pada seberapa jauh kalian bisa mendorong diri sendiri.”
Setelah penjelasan itu, mereka tidak diberi waktu lama untuk beristirahat. Pria dan wanita itu segera membawa Ryan dan Elma ke tengah dimensi tersebut, di mana energi cahaya dan kegelapan berpusat dalam pusaran besar yang tampak hidup. Udara di sekitar mereka bergetar dengan kekuatan murni yang luar biasa.
“Latihan kali ini akan berbeda,” kata pria berjubah hitam. “Kalian tidak akan hanya melawan bayangan atau mengandalkan satu sama lain. Kali ini, kalian akan saling berhadapan.”
Elma terkejut. “Apa? Maksudmu aku harus bertarung melawan Ryan?”
Wanita berjubah putih mengangguk. “Benar. Untuk memahami kekuatan kalian sepenuhnya, kalian harus menghadapi satu sama lain. Ryan, kau harus belajar bagaimana menghadapi cahaya tanpa membiarkan kegelapanmu menguasaimu. Elma, kau harus belajar bagaimana menahan kegelapan tanpa membiarkan cahayamu padam.”
Ryan mengepalkan tangannya. “Apa ini benar-benar perlu?”
“Lebih dari yang bisa kau bayangkan,” jawab pria berjubah hitam dengan nada tegas. “Latihan ini tidak hanya tentang mengukur kekuatan kalian, tetapi juga menguji tekad kalian. Jika kalian tidak bisa menghadapi satu sama lain di sini, bagaimana kalian bisa menghadapi musuh yang lebih kuat di luar sana?”
Elma menatap Ryan, matanya menunjukkan keraguan, tetapi juga tekad. “Kalau ini yang harus kita lakukan, maka aku siap.”
Ryan mengangguk pelan, meskipun ia masih merasa berat. “Baiklah. Tapi jangan berharap aku akan menahan diri.”
Wanita berjubah putih tersenyum tipis. “Itu yang kami harapkan. Kalian akan bertarung dengan semua yang kalian miliki. Dan jangan khawatir, kami akan memastikan kalian tidak saling membunuh.”
Pria berjubah hitam melambaikan tangannya, menciptakan arena yang dipenuhi energi bercahaya dan bayangan pekat. Arena itu memancarkan aura hidup, seolah menantang mereka untuk mengeluarkan seluruh kekuatan mereka. Lingkaran besar terbentuk di bawah kaki mereka, bercahaya dalam pola yin dan yang yang terus bergerak.
“Mulai sekarang, kalian adalah lawan. Tunjukkan kepada kami apa yang telah kalian pelajari,” kata pria itu dingin.
Ryan dan Elma berdiri berhadapan. Energi mereka mulai berdenyut, dan udara di sekitar mereka berubah menjadi berat. Dalam hati, mereka tahu bahwa latihan ini bukan hanya tentang kekuatan, tetapi juga tentang kepercayaan satu sama lain untuk menghadapi kegelapan dan cahaya yang ada di dalam diri mereka.
Ryan mengambil langkah pertama, memanggil bayangan yang membentuk pedang gelap di tangannya. Elma, dengan cepat, menciptakan tombak cahaya yang bersinar terang. Ketika mereka melangkah maju, kedua senjata itu bertemu, menghasilkan percikan energi yang menyebar ke seluruh arena.
“Kau tidak akan menahan diri, kan?” tanya Ryan dengan nada datar, matanya tetap tertuju pada Elma.
Elma menggeleng. “Tidak jika itu yang kau inginkan.”
Pertarungan dimulai, dan energi dari setiap serangan membuat arena bergemuruh. Ryan menyerang dengan kecepatan dan kekuatan yang memanfaatkan kegelapan di sekitarnya, sementara Elma bergerak dengan lincah, menggunakan cahaya untuk menahan setiap serangan. Keduanya saling mendorong hingga batas mereka, tetapi tidak ada yang mundur.
Pria dan wanita berjubah mengamati dengan cermat. Wanita itu berbicara dengan nada kagum. “Mereka benar-benar selaras. Tapi masih ada ruang untuk berkembang.”
“Selaras, ya. Tapi keseimbangan itu rapuh,” jawab pria itu. “Kita lihat apakah mereka bisa mempertahankannya hingga akhir.”