Pengingat bahwa Aku tidak akan pernah kembali padamu. "Nico kamu bajing*n yang hanya menjadi benalu dalam hidupku. aku menyesal mengenal dan mencintai mu."
Aku tidak akan bersedih dengan apa yang mereka lakukan padaku. "Sindy, aku bukan orang yang bisa kamu ganggu."
Aku tidak akan membiarkan siapapun menyakitiku kembali
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syari_Andrian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Konfrontasi
Hari itu, setelah insiden di kantin, suasana di kampus menjadi lebih tegang. Nisa tidak menyangka bahwa Rasya dan teman-temannya masih menyimpan dendam yang begitu dalam. Namun, dia berusaha untuk tetap tenang dan fokus pada kuliahnya.
Sore harinya, setelah kelas berakhir, Nisa memutuskan untuk pulang lebih awal. Dia merasa ada yang tidak beres sejak kejadian di kantin. Saat dia berjalan menuju tempat parkir, dia merasa ada yang mengikutinya. Langkah kaki yang terdengar di belakangnya semakin membuatnya gelisah.
"Nisa!" suara itu tiba-tiba memanggilnya. Nisa berbalik dan melihat Rasya berdiri bersama dua temannya. Mereka memandangnya dengan tatapan penuh amarah.
"Ada apa, Rasya? Mau cari masalah lagi?" tanya Nisa dengan nada yang tegas, berusaha menutupi rasa takutnya.
"Kamu pikir kamu bisa lolos begitu saja setelah apa yang terjadi di kantin tadi? Kamu sudah mempermalukan aku di depan semua orang!" Rasya mendekat dengan langkah yang agresif.
Nisa mundur beberapa langkah, tetapi dia tahu bahwa dia tidak bisa terus menghindar. "Aku hanya membela diri. Kamu yang mencoba memulai," jawab Nisa, tetap berdiri teguh.
"Dasar cewek sok tahu! Kamu pikir siapa kamu bisa melawan aku?" Rasya mengangkat tangannya, berniat menampar Nisa.
Namun, sebelum tangannya menyentuh Nisa, seseorang menangkap pergelangan tangannya dengan kuat seorang pria. Itu Rey. Dia muncul entah dari mana, dan sekarang berdiri di antara Nisa dan Rasya.
"Sudah cukup. Kalau kamu ingin cari masalah, cari dengan orang lain, bukan dengan Nisa," kata Rey dengan nada dingin, tatapannya tajam seperti pisau yang bisa menembus siapa saja.
Rasya tertegun sejenak, lalu menarik tangannya dan mundur. "Siapa kamu? Kenapa kamu ikut campur?"
"Siapa aku tidak penting. Yang penting adalah kamu tidak akan menyentuh Nisa lagi," balas Rey dengan tegas.
Rasya, yang merasa terintimidasi, akhirnya mundur bersama teman-temannya, tetapi sebelum pergi, dia memberikan tatapan penuh kebencian kepada Nisa. "Ini belum selesai, Nisa. Aku akan pastikan kamu menyesal," ancamnya sebelum berlalu.
Setelah mereka pergi, Nisa merasa lega tetapi masih gemetar. Dia menatap Rey dengan rasa terima kasih. "Terima kasih, Rey. Kalau kamu tidak datang, aku tidak tahu apa yang akan terjadi."
Rey menatap Nisa dengan serius. "Kamu harus lebih berhati-hati. Mereka tidak akan berhenti sampai mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan."
Nisa mengangguk, merasa lebih aman dengan Rey di sisinya. Namun, dalam hatinya, dia tahu bahwa ini baru permulaan. Masih ada banyak tantangan yang harus dihadapi, terutama dari Sindy dan Nico, yang mungkin merencanakan sesuatu yang lebih berbahaya.
Malam itu, di apartemennya, Nisa tidak bisa tidur. Pikirannya dipenuhi dengan kecemasan tentang ancaman Rasya dan kemungkinan rencana jahat dari Sindy dan Nico. Dia memutuskan untuk menelepon Jeni, sahabatnya.
"Jen, aku merasa ada yang tidak beres. Rasya dan teman-temannya masih dendam, dan aku takut Sindy dan Nico akan melakukan sesuatu yang lebih buruk," ucap Nisa dengan suara gemetar.
"Kita harus melaporkan ini, Nis. Ini sudah terlalu jauh. Kita bisa ke pihak kampus atau polisi," saran Jeni.
"Ya, tapi aku takut mereka akan semakin marah. Rasanya mereka tidak akan berhenti sampai mereka benar-benar menghancurkan ku," kata Nisa dengan cemas.
Saat percakapan berlanjut, Nisa mendengar suara pintu depan diketuk. Dia berjalan perlahan menuju pintu, mencoba melihat melalui lubang intip. Tidak ada siapa pun di luar. Perasaannya semakin tidak nyaman.
Setelah menutup telepon dengan Jeni, Nisa mencoba menenangkan dirinya. Namun, pesan masuk di ponselnya membuatnya kembali waspada. Itu dari nomor tak dikenal: _"Kamu tidak akan bisa lari, Nisa. Ini baru permulaan."_
Nisa gemetar, berusaha mencari tahu siapa yang mengirim pesan itu. Namun, dia tidak punya banyak waktu untuk berpikir karena suara ketukan keras terdengar lagi di pintu. Kali ini lebih keras dan mendesak.
"Siapa di luar?" tanya Nisa dengan suara gemetar.
Tidak ada jawaban, hanya ketukan yang terus berlanjut. Dengan ketakutan yang semakin meningkat, Nisa mengambil ponselnya dan menelepon Rey.
"Rey, ada seseorang di luar pintuku. Aku tidak tahu siapa, tapi dia terus mengetuk. Aku takut, Rey," kata Nisa dengan suara hampir menangis.
"Aku akan segera ke sana. Jangan buka pintu untuk siapa pun, Nisa. Aku akan sampai dalam beberapa menit," jawab Rey dengan nada tegas.
Nisa mengunci semua pintu dan jendela, mencoba menenangkan dirinya sambil menunggu Rey datang. Namun, ketukan di pintu semakin keras dan mendesak, membuatnya merasa terperangkap dalam ketakutan yang mencekam.
Di luar, seseorang berdiri dalam bayangan, menunggu saat yang tepat untuk melancarkan rencana berikutnya.