Demi biaya pengobatan sang ibu membuat seorang gadis bernama Eliana Bowie mengambil jalan nekad menjadi wanita bayaran yang mengharuskan dirinya melahirkan pewaris untuk seorang pria yang berkuasa.
Morgan Barnes, seorang mafia kejam di Prancis, tidak pernah menginginkan pernikahan namun dia menginginkan seorang pewaris sehingga dia mencari seorang gadis yang masih suci untuk melahirkan anaknya.
Tanpa pikir panjang Eliana menyetujui tawaran yang dia dapat, setiap malam dia harus melayani seorang pria yang tidak boleh dia tahu nama dan juga rupanya sampai akhirnya dia mengandung dua anak kembar namun siapa yang menduga, setelah dia melahirkan, kedua bayinya hilang dan Eliana ditinggal sendirian di rumah sakit dengan selembar cek. Kematian ibunya membuat Eliana pergi untuk menepati janjinya pada sang ibu lalu kembali lagi setelah tiga tahun untuk mencari anak kembar yang dia lahirkan. Apakah Eliana akan menemukan kedua anaknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni Juli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Anak-Anak Yang Manis
Edwin dan Elvin sudah terlihat rapi. Kemeja putih dengan dasi kupu-kupu, celana jeans biru sudah mereka kenakan. Karena babysitter mereka sudah berhenti jadi mau tidak mau Morgan yang memakaikan baju mereka. Morgan pun sudah terlihat rapi karena malam ini ada yang hendak dia perkenalkan pada kedua putranya.
Tentu saja yang hendak dia perkenalkan adalah kekasihnya, dia ingin kedua putranya dekat dengan kekasihnya. mungkin dengan demikian kedua putranya akan berubah dan tidak nakal lagi. Morgan sedang menyisirkan rambut Edwin terlebih dahulu. Si kembar sudah sangat bersemangat dan tidak sabar bertemu dengan ibu yang mereka harapkan.
"Dad, apakah Mommy cantik?" tanya Elvin yang sedang menunggu dan duduk di sisi ranjang.
"Yeah, tentu saja cantik," dia yakin Ray mencarikan wanita yang cantik saat itu.
"Bagaimana rupa Mommy, Dad?" kini Edwin yang bertanya.
Morgan diam, dia tidak boleh asal bicara akan hal ini karena kedua putranya bisa salah mengenali orang nantinya. Cukup hindari pertanyaan itu maka mereka tidak akan bertanya lagi.
"Kenapa Daddy diam saja? Dad, kenapa Mommy tidak bersama dengan kita?" Edwin menatap ayahnya dengan serius, dia sangat ingin tahu tapi ayahnya tidak menjawab pertanyaannya.
"Setelah kalian dewasa kalian akan tahu," Morgan meninggalkan Edwin karena dia ingin menyisir rambut Elvin.
"Sekarang kami sudah dewasa, Dad," ucap Elvin.
"Kita bicarakan nanti karena tamunya sudah mau datang!"
"Baiklah, kami sudah tidak sabar untuk bertemu dengan Mommy!" Edwin dan Elvin sangat berharap namun keceriaan mereka sirna saat melihat seorang wanita yang mereka sebut sebagai penyihir sudah berdiri di depan pintu.
Wanita itu adalah kekasih Morgan, Camella. Ini pertama kalinya dia akan bertemu dengan kedua anak Morgan. Malam ini dia harus bersikap manis, dia pun tersenyum manis di hadapan Edwin dan Elvin.
"Kami ingin Mommy, kami tidak mau penyihir!" teriak Edwin seraya melangkah mundur.
"Jaga ucapanmu, Edwin!" ucap Morgan.
"Daddy jahat, Daddy berjanji akan mempertemukan kami dengan Mommy tapi kenapa Daddy membawa penyihir itu pulang!" teriak Elvin pula.
"Elvin!" Morgan berbalik, kedua putranya sudah melangkah mundur sambil berpegangan tangan. Tentunya mereka kecewa karena mereka benar-benar sudah sangat berharap bertemu dengan ibu mereka.
"Daddy jahat!" teriak Elvin dan Edwin yang sudah berlari menuju kamarnya.
Senyum Camella sudah sirna, mendengar perkataan kedua putra Morgan. Kesan pertama yang sangat buruk. Dia tidak menduga kedua putra Morgan tidak menyukainya.
"Masuk saja, mereka memang demikian dengan orang baru!" Morgan mempersilahkan kekasihnya untuk masuk.
"Aku tidak apa-apa, bujuklah mereka," Camella kembali menunjukkan senyuman manisnya.
Morgan melangkah menuju kamar si kembar, sedangkan Camella masuk ke dalam. Tatapan matanya tidak lepas dari rumah mewah tersebut. Dia bahkan tampak tidak ragu sama sekali. Camella adalah wanita yang dikencani oleh Morgan setengah tahun belakang tapi ini kali pertama dia membawa wanita itu untuk dikenalkan pada si kembar tapi apa yang terjadi, Edwin dan Elvin langsung tidak menerima kehadiran kekasih ayahnya itu.
Edwin dan Elvin bersembunyi di dalam lemari saat ayah mereka mencari. Mereka diam saja tidak bersuara saat ayahnya masuk ke dalam kamar dan mencari keberadaan mereka.
"Edwin, Elvin, keluar!" malam ini kedua putranya sudah keterlaluan dan telah mempermalukan dirinya.
Edwin menggeleng, sebagai tanda jika mereka tidak perlu keluar. Elvin juga setuju, dia bahkan berusaha untuk tidak menangis padahal mereka sangat kecewa.
"Keluar, Boys. Daddy ingin bicara dengan kalian!" Morgan mencari keberadaan kedua putranya dari kamar mandi, di bawah selimut sampai akhirnya dia menemukan keberadaan kedua putranya di dalam lemari.
"Keluar!" perintahnya.
"Tidak mau, Daddy jahat. Kami hanya mau Mommy!" ucap Edwin.
"Tidak ada Mommy, sekarang keluar dan minta maaf pada teman Daddy!"
"Tidak mau, aku tidak mau penyihir itu menjadi Mommy kami!" teriak Elvin.
"Jangan asal bicara! Sekarang keluar dan minta maaf, jika tidak Daddy akan menghukum kalian!" ancam ayah mereka.
"Daddy jahat, Daddy jahat!" Elvin menangis dengan keras, Edwin pun menangis seperti adiknya. Morgan hanya bisa geleng kepala, kenakalan kedua putranya benar-benar sudah di luar batas.
"Daddy tunggu diluar, jika tidak mau meminta maaf maka Daddy akan menghukum kalian nantinya!" Morgan melangkah pergi, dia harap kedua putranya keluar untuk meminta maaf pada kekasihnya.
Edwin dan Elvin masih menangis tapi tangisan mereka terhenti saat ayah mereka sudah keluar. Mereka pun keluar dari dalam lemari, mereka berdua melangkah menuju ranjang dan duduk di sisinya.
"Bagaimana ini, Kakak? Apa penyihir itu akan menjadi ibu kita?" tanya Elvin yang masih menangis.
"Tidak akan, hal itu tidak boleh terjadi!"
"Sebenarnya Mommy kita pergi ke mana, Kak?"
"Nanti kita cari Mommy bersama, sekarang jangan menangis," Edwin menghapus air mata adiknya, "Kita keluar dulu, jangan sampai Daddy menghukum kita," ucapnya lagi.
"Tapi aku tidak suka dengan penyihir itu."
"Aku juga tidak," Edwin memandangi adiknya, ide licik muncul. Bagaikan memiliki telepati, mereka berdua mengangguk lalu turun dari atas ranjang. Mereka berdua pun sibuk melakukan sesuatu sebelum mereka keluar.
Setelah berbicara dengan kedua putranya, Morgan mencari Camella yang menunggu di ruang tamu. Camella beranjak dari tempat duduknya saat melihat kedatangan Morgan. Kakinya pun melangkah mendekati Morgan.
"Apa mereka masih marah?" tanyanya basa basi.
"Maafkan sikap kedua putraku."
"Tidak apa-apa, aku tidak marah. Ini pertama kali kami bertemu, tentu mereka belum bisa menerima aku tapi kami akan dekat jika kami sering bertemu nanti," ucap Camella.
"Baiklah, yang kau katakan sangat benar," tatapan mata Morgan tidak lepas dari Camella yang sudah berdiri di hadapannya. Tangan Camella sudah berada di wajahnya, mengusapnya perlahan. Morgan menyingkirkan tangan Camella, entah kenapa dia jadi khawatir kedua putranya melihat apa yang mereka lakukan.
"Ayo kita makan," ajak Morgan.
"Bagaimana dengan kedua putramu?"
"Mereka akan keluar nanti!" Morgan meraih tangan kekasihnya dan membawa Camella menuju meja makan di mana makanan sudah terhidang dengan lilin yang menyala.
Seperti yang dikatakan oleh ayahnya, Edwin dan Elvin keluar dari kamar karena mereka sudah selesai. Mereka segera menghampiri ayah mereka yang sudah berada di meja makan bersama Camelle.
Morgan beranjak melihat kedatangan kedua putranya, begitu juga dengan Camella. Edwin dan Elvin melihat wanita itu, jujur saja mereka tidak suka.
"Ka-Kami mau minta maaf," ucap mereka berdua. Kedua tangan disembunyikan di belakang.
"Oh, manis sekali," Camella menghampiri mereka dan berjongkok di hadapan mereka.
"Kami minta maaf, Aunty," ucap Edwin.
"Maaf atas perkataan kami," ucap Elvin pula.
"Oh, anak yang sangat baik. Tidak apa-apa, Aunty tidak marah," Camella memeluk mereka berdua, kesalahan besar yang dia lakukan malam ini.
"Terima kasih Aunty tidak marah," Edwin dan Elvin memeluk Camella, Morgan tersenyum melihatnya. Bagus, sepertinya kedua putranya bisa menerima kehadiran kekasihnya.
Tangan Edwin dan Elvin menyentuh rambut Camella dan punggungnya namun yang paling banyak adalah bagian rambut karena mereka menyembunyikan sesuatu di tangan mereka.
"Bagus, Daddy senang melihat kelian seperti ini," ucap Morgan.
Edwin dan Elvin tersenyum lebar, mereka juga senang. Yeah... Benar-benar senang.
"Maafkan kami, Daddy," ucap mereka.
Edwin meminta Camella menggendongnya untuk mengalihkan perhatian, tentunya wanita itu sangat senang. Camella menghampiri Morgan bersama dengan Edwin, sedangkan si iseng Elvin melangkah menuju kursi Camela secara mengendap lalu menyimpan sesuatu di kursi dan juga makanan Camella yang ada di atas mangkuk. Setelah melakukan aksinya, Elvin duduk dengan manis.
"Ayo, Dad. Aku sudah lapar!" teriak Elvin.
"Ayo kita makan," ucap Morgan.
Edwin masih berada di dalam gendongan Camella, mengajaknya berbicara untuk mengalihkan perhatiannya dan setelah Camella duduk, Edwin turun dari atas pangkuannya dan duduk di samping Elvin. Mereka mengadukan telapak tangan mereka di bawah meja tanpa ada yang tahu.
"Mereka berdua sangat manis, Morgan. Aku sangat menyukainya," ucap Camella sambil tersenyum manis.
"Bagus, sekarang mari kita makan," Morgan benar-benar senang.
Camella masih tersenyum, sangat mudah. Anak-Anak yang manis. Sup yang ada di dalam mangkuk pun dinikmati tapi ketika seekor binatang berada di dalam mulut, Camella terkejut begitu juga Morgan.
Camella berteriak karena dia baru saja memakan seekor cicak, sesungguhnya itu mainan yang diletakkan oleh Elvin. Camella panik luar biasa, dia pun hendak beranjak dari kursinya namun tidak bisa. Mata Camella melotot, baju yang dia kenakan seperti menempel. Tidak hanya itu saja, rambut dan bajunya juga menempel di belakang kursi.
"A-Apa ini, Morgan? Kenapa aku menempel seperti ini?" teriak Camella.
Morgan membantu kekasihnya, sedangkan Edwin dan Elvin sudah berlari menuju kamar karena memang merekalah pelakunya. Saat memeluk Camela mereka menempelkan banyak lem di rambut dan bagian belakang Camella dan ketika Edwin menarik perhatian wanita itu, Elvin menuang lem ke atas kursi lalu memasukkan cicak mainan ke dalam sup Camella.
"Edwin, Elvin!" teriakan Morgan terdengar, sedangkan kedua anak itu sudah masuk ke dalam kamar dan megunci pintu dengan rapat.