FOLLOW IG AUTHOR 👉@author Three ono
Sebuah kecelakaan menewaskan seluruh keluarga Arin. Dia hidup sebatang kara dengan harta berlimpah peninggalan orangtuanya. Tapi meski begitu dia hidup dalam kesepian. Beruntungnya ada keluarga sekretaris ayahnya yang selalu ada untuknya.
"Nikahi Aku, Kak!"
"Ambillah semua milikku, lalu nikahi aku! Aku ingin jadi istrimu bukan adikmu."
Bagaimana cara Arin mendapatkan hati Nathan, laki-laki yang tidak menyukai Arin karena menganggap gadis itu merepotkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Three Ono, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
Jihan merengut sepanjang perjalanan. Wajahnya ditekuk tidak ada cantik-cantik nya. Beda sekali dengan Arin yang kalau ngambek malah makin cantik katanya. Tangannya dilipat didepan, bibirnya menggerutu. Dia sudah membayangkan akan berduaan dengan pangeran tampan tapi kenapa malah jadi berduaan dengan ajudannya. Itu sungguh di luar ekspektasi Jihan. Buat apa dia dandan cantik-cantik kalau begitu.
Jihan kesal langsung mengambil tissue yang ada di depannya untuk menghapus make up yang selama hampir satu jam dia persiapkan. Tidak sayang apa, bukankah dia harusnya menjaga diri agar tetap cantik. Dia kan mau ketemu banyak orang. Tapi yang namanya kesal ya kesal, tidak peduli lagi akan penampilan.
"Memangnya apa yang lebih penting dari pekerjaan, kenapa seenaknya saja membatalkan rencana." Mengambil tissue lagi, masih belum bersih makeup nya.
"Kenapa bosmu itu tidak profesional sekali. Lebih mementingkan kepentingan pribadi dari pada untuk perusahaan." Tissue bekas pakai dibuang seenaknya, berhamburan di mobil Jodi. Untung saja tidak ada ingusnya.
Jodi diam saja, wanita akan sangat berbahaya kalau sedang marah. Lebih baik dia cari aman.
"Apa dia kira karena sudah sukses jadi meremehkan proyek kecil yang sedang dibuat ini. Dia kira dia siapa, kalau bukan karena ayahku. Perusahaannya di luar negeri tidak akan bisa selamat," sungut Jihan makin kesal karena didiamkan Jodi. Pikirannya apa jangan-jangan laki-laki di Indonesia ini sudah hilang kepekaannya.
"Pokoknya aku mau lapor pada ayah, biar Nathan tau akibatnya. Ayah pasti akan memberikan pelajaran padanya. Ayah pasti tidak akan terima anak gadisnya disepelekan seperti ini." Lempar lagi tissuenya. Mentang-mentang mobil Jodi bukan mobil mahal.
"Sebaiknya anda tidak usah melibatkan ayah anda untuk hal kecil seperti ini Nona," saran Jodi.
"Kenapa memangnya?! Aku kau takut ayahku akan memarahi bosku?" sentak Jihan.
"Apa anda yakin kalau ayah anda akan memarahi tuan Nathan? Saya rasa tidak, mana mungkin ayah anda bertindak bodoh dan merugikan diri sendiri. Tuan Nathan pasti tidak akan masalah membatalkan kerjasama kalian dan membatalkan proyek kecil ini yang tidak seberapa baginya."
Jihan langsung terdiam tidak bisa berkata apa-apa lagi. Benar juga kata Jodi, ayahnya mana mungkin berani menegur Nathan hanya demi dirinya. Bisa-bisa Nathan membatalkan semuanya dan perusahaan ayahnya rugi besar.
Jihan semakin dongkol karena tidak punya cara untuk menekan Nathan. Dia memalingkan wajahnya ke luar jendela. Melihat pemandangan kota Bandung yang cukup indah di matanya.
Sampai di tempat. Jihan langsung mau turun, dia tidak sabar memberitahu ayahnya tentang perkembangan proyek yang ia kerjakan.
"Tunggu Nona," cegat Jodi.
"Ada apa lagi, aku ingin turun."
"Apa anda akan turun dengan keadaan seperti ini." Jodi tidak enak mau bilang kalau wajah Jihan saat ini seperti memedi. Lipstik belepotan dan earlier yang meleleh.
"Kenapa memangnya?" Jihan tidak sadar.
Karena tidak ada kaca, Jodi pun membuka ponsel dan menekan kemera lalu mengarahkannya pada Jihan dengan kamera depan. Terlihatlah wajah menyeramkan Jihan saat ini. Wanita itu bahkan sampai syok sendiri.
"Aaa ada hantu ... !!"
"Itu anda Nona, coba lihat baik-baik. Siapa itu." Jodi sebenarnya ingin tertawa tapi takut kena amukan, bukannya takut dan tidak bisa melawan tapi Jodi tidak bisa melawan wanita.
"Kenapa kau tidak bilang dari tadi kalau wajahku seperti ini. Memalukan sekali," marah Jihan pada diri sendiri tepatnya. Dia sendiri yang melakukannya tanpa sadar. Pantas saja saat di lampu merah banyak yang memandanginya dengan tatapan aneh. Parahnya tadi Jihan mengira kalau mereka mengagumi kecantikannya. Pasti orang-orang yang melihatnya sedang tertawa saat ini.
"Peefftt ... hahahaha ... anda lucu sekali seperti orang tidak waras yang sering jalan-jalan di pinggir jalan." Jodi akhirnya bisa tertawa terpingkal-pingkal saat Jihan sudah keluar dari mobil. Perutnya sampai kram karena banyak tertawa. Apalagi saat ingat di lampu merah. Orang-orang melihat Jihan aneh tapi wanita itu malah sok kecantikan.
Beda lagi dengan Nathan yang datang menjemput Arin. Setengah jam sebelum waktunya Arin pulang dia sudah stay menunggu. Rasanya sedikit aneh karena Nathan merasa saat ini jantungnya kembali berdebar-debar. Beda sekali dengan dulu, kalau dulu Nathan lebih sering datang terlambat dan membuat Arin menunggu. Kenapa sekarang jadi terbalik begini, sepertinya karma memang masih berlaku.
Nathan menguap beberapa kali, dia kelelahan dan mengantuk karena menunggu. Benar kata orang kalau menunggu itu membosankan. Sekarang ia jadi tau bagaimana rasanya Arin dulu. Anehnya dulu Arin tidak akan pulang lebih dulu sebelum Nathan datang. Padahal ada Rezza, banyak juga taksi yang lewat. Mungkin memang gadis itu bodoh karena cinta sepertinya.
Rasa kantuk terus menyerang, Nathan tidak tahan juga untuk memejamkan mata. Dia memposisikan sandaran kursinya agar sedikit kebelakang. Tak lama dia sudah tertidur.
Akhirnya Arin pulang juga. Kelas terakhir dengan dosen yang ketat membuatnya cukup tegang. Teman-temannya yang lain juga.
"Ayo pulang," ajak Rezza yang sudah menunggu di depan kelas sejak tadi. Padahal kelasnya sudah selesai satu jam yang lalu tapi dia rela menunggu. Hari ini Arin tidak membawa mobil, jadi dia harus mengantarkan Arin sampai rumah dengan selamat.
Arin yang sedang membereskan peralatan kuliahnya, mengangkat kepala. "Kamu belum pulang, apa menungguku?" tanya Arin.
"Kak Arin jangan kepedean, untuk apa aku menunggu kakak. Tadi aku memang ada urusan, saat selesai aku ingat kalau kakak juga belum pulang jadi aku menunggu sebentar tadi," terang Rezza. Dia tidak suka menunjukkan apa yang ia perbuat untuk Arin. Takut membuat gadis itu tidak nyaman dan malah menghindarinya.
Mengenai perasaan yang Rezza punya pada Arin, pria itu sudah sering mengatakannya tapi Arin selalu menganggapnya seperti bercandaan. Tapi biarlah, tak mengapa kata Rezza, asalkan masih bisa dekat dengan Arin. Tidak masalah kalau tidak jadi kekasih, dan lagi semua kemungkinan bisa terjadi. Bisa saja di masa depan nanti Arin malah suka dengannya.
"Iya iya. Ayo pulang."
Mereka berjalan ke parkiran berdua. Bikin iri para gadis saja. Meski tidak pacaran tapi bisa dilihat kalau Arin dan Rezza itu juga sangat cocok. Bagaimana ada gadis seberuntung Arin yang bisa dekat laki-laki tampan dan populer di kampus. Dulu Nathan, Arin bisa menempel terus pada Nathan. Bahkan mereka berdua dijuluki pasangan paling serasi abad ini. Karena mereka tau kalau Arin dan Nathan bukan adik kakak sungguhan.
Arin tiba-tiba berhenti saat melihat mobil siapa yang terparkir di halaman kampus. Mobil yang sangat ia kenal pemiliknya. Jadi benar Nathan menjemputnya.
"Ada apa? Ayo ..." Ajak Rezza, dia tidak tau kalau saingan terberatnya saat ini ada di sana.
Arin punya ide di kepalanya, dia langsung bersembunyi di belakang tubuh Rezza. "Sssttt ... ayo jalan..."