"Pergi kamu dari sini! Udah numpang cuma nambah beban doang! Dasar gak berguna!"
Hamid dan keluarganya cuma dianggap beban oleh keluarga besarnya. Dihina dan direndahkan sudah menjadi makanan sehari-hari mereka. Hingga pada akhirnya mereka pun diusir dan tidak punya pilihan lain kecuali pergi dari sana.
Hamid terpaksa membawa keluarganya untuk tinggal disebuah rumah gubuk milik salah satu warga yang berbaik hati mengasihani mereka.
Melihat kedua orangtuanya yang begitu direndahkan karena miskin, Asya pun bertekad untuk mengangkat derajat orangtuanya agar tidak ada lagi yang berani menghina mereka.
Lalu mampukan Asya mewujudkannya disaat cobaan datang bertubi-tubi mengujinya dan keluarga?
Ikuti terus cerita perjuangan Asya di sini!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Araya Noona, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
Asya sangat senang karena Indah baru saja menghubunginya jika ada panggilan untuknya menyanyi dua hari lagi. Asya mulai sibuk memilih baju mana yang harus dia pakai nanti. Cukup bingung juga sebab gadis itu tidak punya pakaiannya yang menurutnya cukup layak untuk dipakai bernyanyi. Asya harus menampilkan kesan yang baik karena ini panggilan pertamanya.
Yani yang kebetulan lewat di depan kamar putrinya berhenti sebentar saat melihat Asya yang terlihat begitu sibuk.
"Kamu lagi ngapain, Sya?" tanya Yani membuka pintu lebar kemudian masuk ke dalam kamar sang sang anak. Dia duduk di tepi tempat tidur sambil melihat tumpukan baju Asya yang dihambur begitu saja di atas kasur.
"Asya lagi milih baju buat dipake nyanyi, Bu," jawab Asya sambil mengangkat satu persatu bajunya yang kemudian dia sandingkan dengan tiga celana jeans yang dia punya.
"Kamu udah dapat panggilan?" tanya Yani ikut senang sebab baru dua hari yang lalu putrinya meminta izin untuk ikut bernyanyi dan sekarang sudah dapat panggilan.
"Iya, Bu. Alhamdulillah," jawab Asya tersenyum lebar. "Tapi Asya masih bingung harus pakai baju yang mana," katanya kemudian dengan bibir mengerucut lucu seperti sedang mengadukan masalah yang sangat berat.
Yani tertawa kecil melihat tingkah anak sulungnya tersebut. Asya bisa saja sudah berusia dua puluh satu tahun namun tingkahnya jika sedang manja akan mengalahkan anak kecil.
"Pilih yang mana aja yang penting sopan dan gak terlalu seksi," jawab Yani tetap memberikan keputusan pada Asya.
"Makanya bantuin, Bu." Tapi yang namanya Asya tidak akan mau mengalah begitu saja. Dia akan terus merengek sampai sang ibu tak punya pilihan lain kecuali membantunya.
"Ya udah. Sini ibu bantuin."
Pada akhirnya mereka berdua jadi sibuk memilih baju yang cocok untuk Asya pakai nanti. Dia harus menyediakan tiga pasang pakaian kata Indah. Dan setelah selesai memilih keduanya kembali ke pekerjaan masing-masing karena jika tidak pemilik kebun bisa datang dan mengamuk pada mereka.
Dua hari kemudian. Pagi-pagi sekali Asya sudah siap untuk berangkat ke lokasi. Dia akan diantar oleh sang ayah. Gadis itu disambut gembira oleh Indah yang ternyata sudah menunggu di sana.
"Hai, Asya!" sapa beberapa orang membuat Asya sedikit tersipu malu. Pasti Indah yang memberitahu mereka namanya.
"Yuk kita siap-siap!" kata Indah membawa Asya masuk ke sebuah rumah dimana teman-temannya yang lain juga sedang bersiap-siap. Mereka menyapa Asya dengan ramah membuat gadis itu merasa jika dirinya akan betah dengan pekerjaan ini.
Karena di sana Asya baru kenal dengan Indah, jadi gadis itu mengikuti Indah kemana pun gadis itu pergi.
"Mereka semua bakalan nyanyi nanti?" tanya Asya pada Indah. Mereka memilih satu kamar untuk berganti baju sebab yang lain sudah berganti pakaian dan sedang memakai make up di ruang tengah.
"Iya. Hari ini ada tujuh orang yang akan nyanyi jadi kita gak terlalu capek," jawab Indah. Entah kenapa Asya tiba-tiba diserang rasa khawatir. Aduh! Penyakit demam panggungnya kambuh lagi.
Ayolah, Asya! Kamu gak boleh kayak gini! Ini job pertama kamu! Kamu harus menampilkan yang terbaik! Batin Asya menyemangati dirinya sendiri. Sungguh dia merasa kecil diri. Mereka semua yang ada diluar termasuk Indah pasti sudah sangat berpengalaman dibandingkan dirinya yang baru pertama kali.
"Kenapa, Sya? Kok kamu diem aja?" tanya Indah yang sudah selesai berganti baju sementara Asya baru sadar dari lamunan panjangnya.
"Ah iya maaf," kata Asya buru-buru mengeluarkan baju berwarna putih yang dipadukan dengan jeans berwarna hitam, sama dengan yang dipakai Indah dan teman-temannya di luar.
Indah terdiam melihat tampilan Asya.
"Kamu gak ada baju lain, Sya?" tanya Indah membuat gadis itu mendongak lalu menatap pakaiannya.
"Emangnya kenapa?" Asya balik bertanya sebab dia merasa jika pakaiannya cukup bagus dan sopan.
Indah tersenyum getir lalu menggaruk tengkuknya yang tak gatal sama sekali. Ingin bicara namun tidak enak namun jika tidak bicara juga nanti Asya ditegur oleh bosnya.
"Kayaknya baju kamu itu gak cocok deh," Indah akhirnya bicara. Dia memeriksa tasnya kemudian mengeluarkan selembar baju berwarna putih lalu diberikan pada Asya. "Kamu pake baju ini ya."
Asya mengambil baju tersebut lalu mengangkatnya. Seketika itu juga Asya menggeleng kuat. "Enggak. Aku gak mau pake baju itu. Seksi banget," tolak Asya.
"Enggak kok. Ini gak seksi loh." Indah ikut mengangkat baju crop top tersebut. Lengannya memang panjang namun jika dipakai akan menampilkan sebagian besar perut pemakainya.
"Itu seksi banget, Ndah. Aku gak mau." Karena tidak ingin dipaksa, Asya segera keluar dari kamar itu meninggalkan Indah yang hanya bisa menghela napas panjang. Setidaknya dia sudah berusaha jika nanti Asya ditegur oleh bos mereka itu menjadi masalah Asya sendiri.
Asya ikut bergabung bersama kelima penyanyi yang lain. Dia memperhatikan mereka satu per satu. Cantik-cantik sekali. Pikir Asya. Gadis itu lalu mengeluarkan alat make up seadanya. Ada perasaan sedikit malu melihat perlengkapan make up gadis-gadis di depannya yang serba lengkap.
"Nih, kamu pake alat make up ku aja," kata Indah duduk di samping Asya.
"Makasih, Ndah," jawab Asya. Meski Indah sudah mengizinkannya tetap saja Asya harus tahu diri dan memakai seperlunya saja. Bisa dikatakan make up Asya itu yang paling sederhana dari yang lain.
Setelah selesai bersiap-siap mereka pun menuju panggung yang terletak tidak terlalu jauh dari rumah tadi.
"Kalian nyanyi bareng dulu ya," kata seorang pria dengan perawakan tinggi besar yang Asya yakini sebagai bos mereka di sana.
"Oke bos!" jawab mereka sementara Asya hanya tersenyum.
Satu per satu mereka mulai naik ke atas panggung. Asya menarik napas panjang ketika demam panggungnya mulai menyerang lagi. Musik mulai diputar dan mereka mulai menggoyangkan badan sesuai dengan irama. Asya mencoba mengimbangi sebisanya. Dan ketika mereka mulai bernyanyi, demam panggung Asya beransur hilang. Dia mulai bisa menikmati suasana. Bahkan gadis itu sudah bisa bergoyang santai dengan senyum merekah.
Setelah bernyanyi bersama, mereka lalu disuruh untuk bernyanyi satu per satu. Asya mendapat bagian tampil keempat. Demam panggungnya telah hilang dan Asya naik ke panggung kembali dengan percaya diri.
"Indah, kok pakaian teman kamu kayak gitu sih?" tanya pria yang berstatus sebagai bos mereka.
"Namanya juga pernyanyi baru, Bos. Nanti saya suruh beli baju yang lebih bagus deh," kata Indah mencoba merayu agar sang bos bisa memaklumi.
"Oke. Oke. Nanti kalo masih mau dipanggil bilang sama dia buat pake baju yang lain."
"Oke, Bos!"
Indah sudah menduga jika bosnya pasti akan memprotes pakaian Asya.
n memberitahu klo dia adalah tulang punggung kluarganya n ada utang yg harus dibayar
saran saya kalau bisa ceritanya s lanjutkan terus supaya pembaca tidak terputus untuk membaca novelnya, karena kalau suka berhenti sampai berhari hari baru muncul kelanjutan bab nya mana pembaca akan bosan menunggu,