Di sebuah kota kecil yang diselimuti kabut tebal sepanjang tahun, Ardan, seorang pemuda pendiam dan penyendiri, menemukan dirinya terjebak dalam lingkaran misteri setelah menerima surat aneh yang berisi frasa, "Kau bukan dirimu yang sebenarnya." Dengan rasa penasaran yang membakar, ia mulai menyelidiki masa lalunya, hanya untuk menemukan pintu menuju dunia paralel yang gelap—dunia di mana bayangan seseorang dapat berbicara, mengkhianati, bahkan mencintai.
Namun, dunia itu tidak ramah. Ardan harus menghadapi versi dirinya yang lebih kuat, lebih kejam, dan tahu lebih banyak tentang hidupnya daripada dirinya sendiri. Dalam perjalanan ini, ia belajar bahwa cinta dan pengkhianatan sering kali berjalan beriringan, dan terkadang, untuk menemukan jati diri, ia harus kehilangan segalanya.
---
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HARIRU EFFENDI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30: Lingkaran yang Tidak Pernah Berakhir
Ardan membuka pintu dengan hati-hati. Sebuah angin dingin menyeruak, membawa aroma tanah basah dan dedaunan yang terbakar. Di balik pintu itu, ia mendapati dirinya berdiri di tengah hutan yang gelap, di mana pepohonan menjulang tinggi seperti raksasa yang membungkuk untuk mengintai.
Udara terasa berat, penuh dengan bisikan samar yang tampaknya berasal dari mana-mana sekaligus tidak berasal dari mana pun. Sebuah jalan setapak kecil membentang di depan Ardan, seperti jalur yang sengaja disediakan untuknya.
"Kenapa selalu ada ujian lain?" gumamnya dengan nada frustrasi, tetapi ia tetap melangkah.
Di tengah jalan itu, ia merasakan sesuatu yang familiar, sesuatu yang menekan dirinya sejak awal perjalanan ini.
---
Ritual di Tengah Hutan
Setelah berjalan cukup jauh, ia tiba di sebuah lapangan kecil yang dikelilingi oleh pepohonan. Di tengahnya terdapat lingkaran batu yang dihiasi dengan ukiran kuno. Api kecil menyala di tengah lingkaran itu, memberikan cahaya jingga yang menari-nari.
Namun, yang menarik perhatian Ardan adalah sosok yang berdiri di belakang api. Itu adalah seorang wanita berpakaian serba hitam dengan rambut panjang yang berkilauan seperti tinta. Matanya tidak terlihat karena tertutup kain, tetapi ia tampak menatap langsung ke arah Ardan.
"Kau akhirnya sampai," katanya dengan suara rendah, hampir seperti bisikan yang menyatu dengan suara angin.
"Siapa kau? Apa ini tempat lain dari ujian yang tak ada habisnya?" tanya Ardan, nadanya tegas namun penuh kelelahan.
Wanita itu mengangguk perlahan. "Aku adalah penjaga terakhir dari perjalananmu. Dan di sinilah kau akan menghadapi dirimu yang sebenarnya."
Ardan terdiam. Ia tahu ini bukan pertama kalinya ia mendengar kalimat seperti itu. Namun, ada sesuatu yang berbeda kali ini—seolah-olah ujian ini lebih dari sekadar konfrontasi dengan ketakutannya.
Wanita itu melangkah mendekat. "Lingkaran ini adalah akhir dari perjalananmu. Tapi untuk melangkah lebih jauh, kau harus melewati satu hal terakhir."
---
Bayangan Nyata
Tiba-tiba, dari bayangan pepohonan, muncul sosok-sosok lain. Mereka berbentuk kabur, tetapi Ardan bisa mengenali mereka. Salah satunya adalah Selina, dengan senyumnya yang menenangkan. Namun, di sampingnya ada sosok lain—Ardan melihat dirinya sendiri.
Namun, bukan dirinya yang sekarang. Sosok itu adalah versi dirinya yang lebih muda, penuh harapan, sebelum semua tragedi dan pengkhianatan terjadi.
"Kau harus memilih," kata wanita itu sambil menunjuk kedua sosok itu. "Satu akan membawamu kembali ke dunia asalmu, tetapi kau akan kehilangan semua jawaban yang kau cari. Yang lain akan membawamu ke kebenaran, tetapi kau tidak akan pernah bisa kembali ke dunia lamamu."
Ardan terkejut. "Apa ini lelucon? Bagaimana aku bisa memilih tanpa tahu apa yang akan terjadi?"
Wanita itu tersenyum samar. "Itu adalah esensi dari perjalanan ini. Semua ini bukan tentang menemukan siapa yang mengkhianatimu, tetapi tentang menerima bahwa kebenaran terkadang lebih berat daripada kebohongan."
---
Pilihan yang Tak Terhindarkan
Ardan menatap kedua sosok itu dengan hati yang bimbang. Selina tampak begitu nyata, begitu hidup, seolah bisa memberikan kenyamanan yang ia rindukan selama ini. Namun, melihat dirinya yang lebih muda, ia merasa ada sesuatu yang harus ia perjuangkan.
"Apa yang terjadi jika aku memilih untuk kembali?" tanyanya akhirnya.
Wanita itu menggeleng. "Itu bukan pertanyaan yang penting. Yang penting adalah apa yang kau inginkan untuk dirimu sendiri."
Ardan menggigit bibirnya. Pilihan itu terasa seperti jebakan. Ia bisa memilih kenyamanan dan melupakan semuanya, atau ia bisa memilih kebenaran dan menghadapi kemungkinan bahwa ia tidak akan pernah kembali ke kehidupannya yang normal.
Namun, sebelum ia bisa memutuskan, sesuatu yang tidak terduga terjadi. Lingkaran batu itu mulai bersinar terang, dan bayangan-bayangan itu mendekat. Selina mengulurkan tangan, sementara versi muda dirinya hanya diam, menatap dengan ekspresi kosong.
"Ardan, kau harus memilih sekarang!" seru wanita itu.
Ardan menutup matanya, menarik napas panjang, dan mengambil langkah maju.
---
Kembali ke Awal
Ketika ia membuka matanya, Ardan mendapati dirinya berdiri di tempat yang sama—di hutan gelap dengan lingkaran batu di hadapannya. Namun, tidak ada wanita, tidak ada bayangan Selina, dan tidak ada versi dirinya yang lebih muda.
"Jadi, ini ilusi lagi?" gumamnya, nadanya penuh frustrasi.
Namun, ia merasa berbeda. Kepalanya terasa lebih ringan, seolah beban yang ia bawa selama ini sedikit berkurang.
Tiba-tiba, suara wanita itu terdengar lagi, tetapi kali ini hanya sebagai bisikan. "Ujianmu belum selesai, Ardan. Tapi kau sudah membuat langkah pertama."
Ardan menghela napas panjang, menatap ke arah langit yang tertutup oleh pepohonan.
"Mungkin dunia ini memang tidak pernah memberikan jawaban yang mudah," katanya pelan. "Tapi aku akan terus berjalan sampai aku menemukan apa yang kucari."
Dengan langkah mantap, ia kembali ke jalan setapak, meninggalkan lingkaran batu dan hutan itu di belakangnya. Namun, ia tahu bahwa perjalanan ini belum mendekati akhir—dan mungkin tidak akan pernah benar-benar berakhir.
cie yang ngira tamat 😂