Bukan bacaan untuk bocil.
Setiap manusia terlahir sebagai pemeran utama dalam hidupnya.
Namun tidak dengan seorang gadis cantik bernama Vania Sarasvati. Sejak kecil ia selalu hidup dalam bayang-bayang sang kakak.
"Lihat kakakmu, dia bisa kuliah di universitas ternama dan mendapatkan beasiswa. kau harus bisa seperti dia!"
"Contoh kakakmu, dia memiliki suami tampan, kaya dan berasal keluarga ternama. kau tidak boleh kalah darinya!"
Vania terbiasa menirukan apa yang sang kakak lakukan. Hingga dalam urusan asmarapun Vania jatuh cinta pada mantan kekasih kakaknya sendiri.
Akankah Vania menemukan jati diri dalam hidupnya? Atau ia akan menjadi bayangan sang kakak selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alisha Chanel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Keesokan harinya.
"Hoam. Apa tidurmu nyenyak tadi malam Rin?" Tanya Roy pada Ririn dengan mulutnya yang terbuka lebar saat menguap.
"Aku baru saja tidur selama 1 jam, tapi tuan Betrand sudah memanggilku untuk datang kemari." Walaupun tak mendapat tanggapan dari Ririn, Roy terus saja mengajak gadis tomboy yang sedang duduk manis di hadapannya itu untuk berbicara.
"Ck, kau itu seperti patung saja. Dengan berbicara denganku tidak akan membuatmu terkena penyakit menular!" Kesal Roy dengan bibirnya yang mencebik. Namun Ririn tetap acuh, tak peduli dengan ucapan pria itu sedikitpun.
Ririn lebih memilih memaikan game online di ponselnya dari pada harus menanggapi ucapan sang casanova. Bukannya apa, Ririn takut termakan rayuan maut pria itu hingga menambah deretan panjang para wanita yang pernah menjadi korban Roy.
"Ck, suatu saat nanti jika kau mulai menyukaiku, aku tidak akan peduli padamu. Camkan itu!" Ancam Roy dengan rahangnya yang mengeras. Sedangkan Ririn hanya bisa memutar bola matanya dengan malas.
Setelah itu hening. Roy yang sudah lelah terus berbicara, namun tak mendapat respon sedikitpun dari wanita cantik di hadapannya. Akhirnya lebih memilih diam, hingga akhirnya Roy ketiduran dengan mulutnya yang menganga.
"Dasar jorok!" Umpat Ririn saat melihat air liur menetes dari bibir sang casanova.
tap tap tap
Ririn langsung bangkit dari duduknya kala mendengar suara langkah kaki menuruni anak tangga. Tanpa membangunkan Roy yang masih terlelap dalam peraduannya.
"Selamat pagi tuan." Sapa Ririn sembari menundukan kepalanya pada tuan Betrand yang baru saja turun dari lantai 2.
Jam masih menunjukan pukul 05.00 pagi, namun pria tampan itu sudah terlihat rapih dengan setelan kemeja berwarna baby bluenya, serta jas hitam yang ia kalungkan di lengannya.
"Pagi." Balas Betrand singkat.
"Bangunkan dia! Ada hal penting yang ingin aku sampaikan pada kalian berdua." Titah Betrand semabari menatap tajam ke arah Roy yang masih tertidur pulas di atas sofa miliknya.
"Baik tuan." Patuh Ririn.
"Roy bangun!" Ucap Ririn sembari mengguncang tubuh Roy dengan kasar.
"Sebentar lagi Mia." Ucap Roy seraya menyebutkan nama wanita yang baru saja menghabiskan malam panas dengannya, sesaat sebelum datang ke apartemen Betrand.
"Menjijikan! Dia menyebut nama wanita lain, tapi masih berani merayuku tadi!" Umpat Ririn di dalam hatinya, rasa tidak sukanya pada Roy semakin bertambah saja.
"Bangun!!!" Teriak Ririn tepat di telinga Roy, membuat pria itu langsung terbangun hingga jatuh dari atas sofa saking kagetnya.
"Astaga! Apa kau tidak bisa membangunkan aku dengan cara yang lebih lembut!" Umpat Roy pula seraya memegang bokongnya yang terasa panas akibat terjatuh tadi.
"Kalau kau terus bersikap kasar seperti ini, aku khawatir kau akan menjadi perawan tu---" Ucapan Roy terputus saat menyadari Betrand sedang menatap tajam ke arah dirinya.
"S-selamat pagi tuan." Ucap Roy dengan senyumnya yang kaku.
"Bersiaplah! Kita akan pergi ke Batam untuk meninjau proyek baru kita di sana hari ini." Titah Betrand pada Roy.
"T-tapi tuan, bukannya jadwal keberangkatan kita ke Batam masih 2 minggu lagi." Protes Roy. Namun sepersekian detik kemudian ucapan Roy berubah, karna Betrand terus menatapnya dengan tatapan yang seperti ingin membunuh.
"Baik tuan, saya akan menyiapkan segalanya. Pagi ini juga, kita bisa langsung berangkat ke Batam." Roy tak punya pilihan lain selain mematuhi perintah sang bos.
"Hem." Betrand menanggapi ucapan Roy dengan suara deheman saja.
"Dan kau." Betrand mengalihkan pandangannya ke arah Ririn
"Jaga dan temani Vania. Dia adalah tanggung jawabmu selama aku ada di luar kota!" Ucap Betrand lugas.
"Baik tuan." Patuh wanita dengan rambut yang selalu di kuncir kuda itu.
"Memangnya suami nyonya Vania itu aku atau tuan Betrand? Kenapa tanggung jawab atas nyonya Vania ada padaku sekarang?" Ririn tak habis pikir, dan tak berani untuk membantah pula.
Tak lama kemudian, Betrand dan Roy langsung pergi dari penthouse mewah miliknya tanpa sempat berpamitan terlebih dahulu pada sang istri yang masih tertidur lelap di kamarnya.
***
***
Matahari semakin merangkak naik, tapi Vania masih terlelap di dalam peraduannya. Membuat Ririn merasa tidak tega untuk membangunkan sang majikan.
Tapi perintah tuan Betrand melalui pesan chat untuk segera membangunkan nyonya Vania, serta memintanya untuk sarapan dan minum vitamin, tidak bisa Ririn abaikan begitu saja.
"Nyonya, bangun nyonya. Ini sudah siang." Vania menggeliatkan tubuhnya ketika sang asisten mengguncang tubuhnya dengan lembut.
"Eh, jam berapa ini?" Tanya Vania sembari mengerjapkan mata bulatnya.
"Sudah pukul 11.00 siang nyonya." Jawab Ririn.
"Apa? Kenapa kau tidak membangunkan aku dari tadi?" Panik Vania seraya bangkit dari ranjangnya.
"Bagaimana ini, aku kesiangan. Aku belum membuat sarapan untuk kak Betrand." Gumam Vania dengan wajah gusarnya.
"Tenang nyonya. Tuan Betrand sudah sarapan, dan beliau sudah pergi sejak tadi pagi." Ririn menerangkan.
"Tapi kami baru saja menikah, kenapa kak Betrand tidak mengambil cuti?" Tanya Vania pula.
"Lebih baik anda segera mandi nyonya, setelah itu sarapan dan minum vitamin anda." Ririn yang tak tahu harus menjawab apa, lebih memilih untuk mengalihkan pembicaraan.
"Baiklah." Jawab Vania dengan wajah sendunya.
Wanita cantik yang masih memakai gaun pengantinnya itu berjalan ke arah kamar mandi dengan langkah gontai.
Byur.
Setelah melepaskan gaun pengantinnya, Vania masuk ke dalam bathtub berisi air hangat yang telah di siapkan oleh Ririn sebelumnya.
"Sepertinya Ririn terlalu berlebihan, dia memperlakukan aku seperti putri raja saja." Vania merasa sungkan, tapi ia juga menikmati setiap pelayanan yang di berikan oleh sang asisten.
Setelah menghabiskan waktu selama satu jam di kamar mandi, Vania kembali ke kamarnya dengan wajah yang lebih segar.
"Apa ini?" Tanya Vania sembari mengangkat dress dengan motif polkadot yang sudah tersedia di atas ranjang.
"Ini pakaian untuk anda pakai hari ini nyonya." Beritahu Ririn yang sedari tadi menunggu Vania mandi sembari duduk di atas sofa yang tersedia di kamar sang majikan.
"Astaga Ririn." Kaget Vania karna tak menyangka sang asisten masih ada di dalam kamarnya.
"Ini terlalu berlebihan, aku bisa mengambilnya sendiri." Vania merasa sungkan, apalagi Ririn sampai menyiapkan pakaian dalamnya pula.
"Ini sudah tugas saya nyonya." Balas Ririn dengan wajah datarnya.
"Huhf" Vania menghembuskan napas berat, kemudian ia berjalan menuju walk in closet untuk mengganti pakaiannya.
"Kenapa kak Betrand memberikan seorang asisten pribadi untukku. Padahal aku ini bukan seorang presdir ataupun model seperti kak Khanza yang membutuhkan seorang asisten." Gumam Vania sembari menyisir rambut panjangnya yang sudah setengah kering.
Betrand tidak hanya mempekerjakan Ririn untuk menjadi asisten pribadi Vania saja, tapi sekaligus sebagai bodyguard untuk menjaga sang istri pula. Hal itu sengaja Betrand lakukan agar Vania tidak sampai berbuat nekat lagi selama ia tidak berada di dekat sang istri.
Mengingat wanita itu pernah nekat sampai lari ke luar kota, hingga berpikir untuk mengakhiri hidupnya sendiri.
Bersambung.