"Kak, ayo menikah?" Vivi yang masih memakai seragam putih merah itu tiba-tiba mengajak Reynan menikah. Reynan yang sudah SMA itu hanya tersenyum dan menganggapnya bercanda.
Tapi setelah hari itu, Reynan sibuk kuliah di luar negri hingga S2, membuatnya tidak pernah bertemu lagi dengan Vivi.
Hingga 10 tahun telah berlalu, Vivi masih saja mengejar Reynan, bahkan dia rela menjadi sekretaris di perusahaan Reynan. Akankah dia bisa menaklukkan hati Reynan di saat Reynan sudah memiliki calon istri?
~~~
"Suatu saat nanti, kamu pasti akan merindukan masa kecil kamu, saat kamu terluka karena cinta..."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 21
Setelah keluar dari kamar mandi, Vivi kembali naik ke atas brankar. Dia memeriksa kedua tangannya yang terlihat membiru karena ikatan semalam. Di pergelangan kakinya juga sama.
"Sakit." Vivi meringis sendiri saat dia menyentuhnya.
"Ini ada obat." Reynan melihat obat salep yang berada di atas nakas yang memang obat untuk luka Vivi. "Sini aku olesin."
"Gak usah!" Vivi mengambil obat salep itu dan mengolesnya sendiri.
"Vivi, sini!" Reynan sedikit memaksa Vivi. Dia kini mengoles pergelangan tangan Vivi dengan lembut. "Semalam kamu mengikuti aku?" tanya Reynan.
Vivi hanya terdiam dan sesekali meringis kesakitan karena lukanya terasa perih.
"Vivi, aku semalam cuma ingin memastikan alasan Lena membatalkan pernikahan kita, dan ternyata dia memang diancam Arga."
Seketika Vivi menatap Reynan. Dia menarik tangannya lalu merebahkan dirinya memunggungi Reynan. Ya, sepertinya Reynan salah bicara dan semakin memperburuk perasaan Vivi.
"Vivi, dengarkan aku dulu." Reynan menyentuh bahu Vivi tapi Vivi menepisnya.
"Semalam kan aku sudah bilang, selamatkan Lena. Kenapa Kak Rey memilih menyelamatkan aku. Kalau aku mati, Kak Rey bisa bersama Lena lagi."
"Vivi, aku jelas akan menyelamatkan kamu karena Arga tidak mungkin menyakiti Lena."
Kemudian Vivi terdiam. Dia masih tidak mau menatap Reynan.
"Vivi, jangan marah. Iya, aku minta maaf karena aku sudah menemui Lena tanpa bicara sama kamu."
"Minta maaf buat apa? Kak Rey maha benar, tidak pernah salah."
Reynan tersenyum kecil mendengar kalimat Vivi. Rupanya Vivi benar-benar marah padanya karena masalah itu. Haruskah dia menggoda Vivi seperti Vivi yang menggodanya.
Kemudian Reynan kembali mengoles luka di pergelangan kaki Vivi.
"Aw! Sakit!" Vivi semakin meringis kesakitan karena bekas ikatan di kakinya cukup parah sampai lecet.
"Iya, maaf. Ini udah pelan." Reynan mengolesnya sangat perlahan dan penuh perasaan. Setelah selesai, Reynan meletakkan obat itu di atas nakas. "Cepat sembuh, biar cepat godain aku lagi."
"Ck." Vivi hanya berdecak. Ingat, dia tidak akan menggoda Reynan lagi. Dia sudah pensiun menjadi perayu ulung.
"Kamu tidak mau menggodaku lagi? Oke, kalau begitu aku yang akan menggoda kamu mulai detik ini."
Vivi tak menyahutinya dan masih saja memunggungi Reynan
"Vivi, sini." Reynan menarik bahu Vivi agar Vivi menatapnya. "Kamu tidak mau menatap suami kamu?"
Vivi masih kekeh tidak mau memutar tubuhnya. Hingga akhirnya Reynan memaksanya dan kini dia meluruskan tubuhnya. Wajahnya sangat dekat dengan Reynan.
"Jangan marah. Aku tahu kamu cemburu."
"Siapa yang cemburu?"
"Kamu." Reynan memencet hidung Vivi tapi Vivi menepis tangannya lagi. "Kaki aku sudah sembuh, kita bisa lakukan apa yang kamu inginkan selama ini," goda Reynan dengan menaik turunkan alisnya. Persis seperti apa yang dilakukan Vivi sebelumnya.
"Tidak semudah itu, Ferguso!" Vivi berusaha melepas tangan Reynan yang berada di kedua lengannya tapi tangan Reynan sangat kuat.
"Tenang saja, Rosalinda. Aku akan membuat kamu semakin jatuh cinta padaku."
Sekuat tenaga Vivi menahan tawanya. Dia harus totalitas, tidak boleh menyerah hanya karena rayuan receh dari Reynan. Dia akan melihat seberapa besar perjuangan Reynan untuknya.
Vivi mengalihkan wajahnya saat Reynan semakin mendekatkan wajahnya.
"Eh, maaf. Mama ganggu kalian?"
Vivi menghela napas lega saat mama dan papanya masuk ke dalam ruangannya dan membuat Reynan menjauhkan dirinya.
"Tidak, Ma." Reynan berdiri dan memberi tempat untuk mama mertuanya.
"Mama," panggil Vivi dengan manja. Dia kini memeluk mamanya.
"Iya sayang. Sebenarnya apa yang terjadi? Siapa yang berani menculik kamu?" tanya Evi pada putrinya.
"Maaf, Ma. Saya yang tidak bisa menjaga Vivi. Vivi diculik juga karena saya. Saya pasti akan menangkap orang yang sudah membuat Vivi celaka," kata Reynan.
Evi melepas pelukannya dan mengusap rambut putrinya. "Ya sudah, lain kali hati-hati. Kamu harus lebih bisa menjaga Vivi."
"Baik, Ma."
"Syukurlah kamu sudah bisa jalan. Mama dan Papa senang sekali mendengar kabar kesembuhan kamu dari Pak Rangga," kata Evi yang kini beralih menatap Reynan.
"Iya, ini semua juga berkat Vivi."
Vivi hanya mencibir dan memutar bola matanya. Sekarang saja diperlakukan dengan manis dan baik, sebelumnya dia sama sekali tidak dianggap istri oleh Reynan.
"Mama, siang ini aku sudah boleh pulang. Aku mau pulang ke rumah ya. Aku kangen tidur di kamar aku," kata Vivi
"Iya, tidak apa-apa. Kamu sama Rey kan memang tidak pernah tidur di rumah."
"Mama, aku mau menginap sendiri, tidak sama Kak Rey."
"Kalian bertengkar?" tanya Vian yang kini berdiri di dekat Reynan.
"Kami tidak bertengkar," jawab Reynan mendahului Vivi. "Sayang, aku bisa merawat kamu, seperti kamu dulu merawat aku." Reynan mengerlingkan matanya menggoda Vivi.
"Kalau sakit Vivi memang sangat manja, tapi sekarang kan sudah punya suami. Kalau mau menginap di rumah, tidak apa-apa. Mama malah senang kamu sama Rey menginap di rumah."
Vivi hanya tersenyum kecil. Rencana pisah ranjang itu tidak berhasil. Kalau dia menginap di rumahnya bersama Reynan, dia semakin tidak bisa melawan Reynan, ditambah ranjangnya yang tidak sebesar ranjang di kamar Reynan. Dia tidak mau terlalu dekat dengan Reynan untuk saat ini. Sepertinya Vivi harus menjalankan rencana lain.
"Tidak jadi deh, Ma. Nanti kalau aku sudah sembuh saja menginap di rumah Mama," kata Vivi.
"Ya sudah, tidak apa-apa. Kamu sudah makan? Mama bawa makanan kesukaan kamu. Kalian makan ya."
Vivi tersenyum dan duduk dengan tegak. Dia akan mengambil sekotak nasi itu tapi Reynan mendahuluinya.
"Biar aku yang menyuapi."
"Ya udah, ini," Evi memberikan kotak bekal itu pada Reynan. "Manis sekali kalian berdua." Kemudian Evi berdiri dan duduk bersama suaminya di sofa.
Reynan duduk di dekat brankar Vivi dan membuka kotak bekal itu.
"Biar aku makan sendiri," bisik Vivi.
Reynan tak mengindahkan permintaan Vivi. Dia tetap menyuapi Vivi sambil tersenyum.
Vivi menggembungkan pipinya dan terpaksa menerima suapan Reynan karena mamanya terus menatapnya.
"Dihabisin ya, biar kita cepat bisa melakukan kegiatan suami istri," kata Reynan dengan pelan.
"Uhuk!" Seketika Vivi hampir tersedak mendengar perkataan Reynan.
"Sayang, pelan-pelan." Reynan mengambilkan minum untuk Vivi tapi secepat kilat Vivi menyambarnya.
Vivi masih saja menatap tajam Reynan sambil meminum air mineral itu. Jika tidak ada kedua orang tuanya, dia tidak akan mau disuapi oleh Reynan.
Sedangkan Reynan hanya tersenyum menang. Tenyata menggoda Vivi sangatlah menyenangkan.
💞💞💞
Like dan komen ya... 😁
bersyukur dpt suami yg bucin
slah htor