IG ☞ @embunpagi544
Elang dan Senja terpaksa harus menikah setelah mereka berdua merasakan patah hati.
Kala itu, lamaran Elang di tolak oleh wanita yang sudah bertahun-tahun menjadi kekasihnya untuk ketiga kalinya, bahkan saat itu juga kekasihnya memutuskan hubungan mereka. Dari situlah awal mula penyebab kecelakaan yang Elang alami sehingga mengakibatkan nyawa seorang kakek melayang.
Untuk menebus kesalahannya, Elang terpaksa menikahi cucu angkat kakek tersebut yang bernama Senja. Seorang gadis yang memiliki nasib yang serupa dengannya. Gadis tersebut di khianati oleh kekasih dan juga sahabatnya. Yang lebih menyedihkan lagi, mereka mengkhianatinya selama bertahun-tahun!
Akankah pernikahan terpaksa ini akan membuat keduanya mampu untuk saling mengobati luka yang di torehkan oleh masa lalu mereka? Atau sebaliknya, hanya akan menambah luka satu sama lainnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon embunpagi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 23 (Amarah Elang)
"Tuan El, saya ingin bicara dengan Anda sebentar," ucap Winda yang datang mendekat bersama Dina, ketika Elang sedang mengambilkan minum untuk Senja.
"Katakan!" sahut El datar.
"Sepertinya ayah Anda salah mengartikan ucapan ayah saya untuk menikahi cucunya, karena cucunya bukanlah Senja melainkan Putri saya Dina," ucap Winda tanpa malu.
"Lalu?" tetap dengan wajah datarnya.
"Iya, wanita yang seharusnya Anda nikahi itu Saya, bukan gadis yang tidak jelas asal usulnya itu," jelas Dina.
"Semuanya belum terlambat, masih ada waktu untuk membatalkan pernikahan kalian," sambung Winda.
Dua wanita tidak tahu malu ini benar-benar kehilangan urat malunya. Membuat Elang benar-benar muak. Apa mereka tidak ingat malam itu yang secara terang-terangan menyuruhnya membawa Senja. Lalu, kenapa sekarang berubah? Cara bicara mereka pun juga tak sekasar malam itu, bahkan terkesan sangat lembut.
Apa yang membuat mereka berubah pikiran? Tentu saja Elang bisa menebak, uang jawabannya. Uang maharnya untuk Senja memang di bilang membuat siapapun yang mendengarnya melongo. Mungkin pasangan ibu dan anak tersebut sudah cukup pintar menebak jika Elang bukan laki-laki sembarangan. Jika ia tidak kaya, mana mungkin mampu mengeluarkan uang segitu banyaknya hanya untuk perempuan yang mereka sebut sebagai pembawa sial itu.
"Jangan melewati batas!" sarkas Elang.
"Urusan saya hanya dengan Senja, istri saya. Dan tidak ada hubungannya dengan kalian. Pesan saya malam itu, saya rasa cukup jelas. Kedepannya jangan pernah usik kehidupan Senja lagi, atau kalian akan berurusan dengan saya," tegas Elang. Tanpa menunggu mereka menyahut Elang langsung pergi dengan membawa segelas minuman untuk di berikan kepada Senja.
Winda dan Dina saling memandang, nada bicara El biasa saja, tapi entah kenapa membuat mereka menciut. Aura dingin dalam diri Elang begitu terpancar. Sepertinya laki-laki itu memang bukan orang sembarangan, pikir mereka.
Alasan kenapa keluarga angkat Senja tersebut ada di sana adalah karena mereka satu-satunya keluarga yang Senja punya saat ini, biar bagaimanapun Senja berhutang budi terhadap mereka yang selama ini menjadi rumahnya. Meskipun sikap mereka yang tak pernah baik kepadanya, namun tidak membiarkan gadis itu menjadi gelandangan.
"Kenapa? Apa mereka mengusikmu?" tanya Senja yang melihat Elang tampak kesal.
"Tidak apa-apa, ini minumlah!" Elang menyodorkan minuman yang ia pegang ke Senja.
"Terima kasih," Senja meraih gelas dari tangan Elang.
Elang menatap Senja, bagaimana istrinya tersebut hidup selama ini di tengah-tengah kedua wanita tak tahu malu tadi yang terang-terangan tidak menyukainya.
"Bagaimana kau hidup selama ini?" tanya Elang penasaran, ternyata di dunia ini ada model manusia seperti mereka.
"Eh...?" Senja mengernyit, apa karena tidak ada bahan obrolan di antara mereka berdua sehingga Elang menanyakan hal itu.
Elang masih menatapnya, lebih dalam lagi, menunggu jawaban dari gadis berwajah sendu tersebut.
"Tenanglah, tidak seperti yang kamu bayangkan. Aku bukanlah cinderella yang akan diam saja saat ditindas ibu dan saudara angkatnya. Aku tak selemah itu," ucap Senja.
"Hanya saja kadang aku lebih memilih diam dan mengalah karena tak ingin ribut, terutama di depan kakek. Lagian mash ada kakek dan Dino yang menganggapku keluarga," sambungnya.
Elang tersenyum tipis mendengarnya, setidaknya wanita yang ia nikahi cukup tangguh.
🌼🌼🌼
Seluruh rangkaian acara pernikahan Elang dan Senja selesai sudah. Tinggal keluarga inti saja yang masih tinggal di Vila. Rencana baru esok hari mereka akan kembali.
Kini Elang dan Senja sudah berada dalam kamar yang sama, kamar yang memang di sediakan untuk mereka sebagai pengantin baru.
Mereka duduk ditepi ranjang dengan saling membelakangi. Bingung, canggung, itulah yang mereka rasakan saat ini. Mereka bermonolog dengan pikiran masing-masing.
Berharap seperti pasangan lain pada umumnya? Saling mengutarakan kebahagiaannya karena sudah sah menjadi suami istri dan siap untuk melakukan acara iya iya? Tentu saja tidak! Belum ada dalam kamus mereka adegan tersebut saat ini. Mereka tak saling cinta, atau mungkin lebih tepatnya belum saling cinta. Kenal saja baru kemarin kalau di pikir-pikir. Dalam situasi yang tidak menyenangkan pula.
Untuk berada dalam satu ruangan yang sama dan hanya berdua saja dalam sudah cukup membuat keduanya merasa tak nyaman.
Keheningan menyelimuti kamar yang sudah di hias dengan suasana romantis tersebut. Lidah mereka terlalu kelu untuk memulai obrolan. Sedari tadi, Senja hanya memilin gaun yang ia kenakan sambil menatap high heels berwarna keemasan yang ia pakai.
"Aku..." kata pertama yang mereka ucapkan serempak setelah sekian menit atau bahkan jam mereka bungkam.
"Kau mandilah dulu!" titah Elang kemudian. Tanpa menoleh ke arah istrinya.
"Oh, i iya," sahut Senja gagap.
Namun, gadis itu masih tetap dalam posisinya, belum beranjak dari duduknya.
"Kenapa masih diam di situ? Mau kamu duluan atau aku yang mandi?" tanya Elang sedikit melirik Senja.
" Oh, iya. Aku duluan," ucap Senja canggung.
"Aku mandi dulu," sambungnya saat melewati Elang.
"Dia kenapa?" tanya Elang dalam hati, bingung dengan sikap Senja. Sama bingungnya dengan hatinya sendiri yang saat ini campur aduk menjadi satu. Sedih, kecewa, sakit hati, marah, semua berkecamuk dalam dadanya.
"Tunggu!" seru Elang saat sampai di depan pintu kamar mandi.
"Eh...?" Senja otomatis berhenti dan menoleh.
"Apa perlu bantuan untuk melepasnya?" tanya Elang, matanya menunjuk mahkota kecil di kepala Senja dan beralih ke gaun yang ia kenakan.
"Ti tidak, aku rasa, aku bisa melakukannya sendiri," tolak Senja dan langsung masuk ke dalam kamar mandi.
"Jika butuh bantuan, panggil saja aku," ucap Elang.
Elang menatapnya dengan penuh tanda tanya di wajahnya, melihat tingkah menggemaskan Senja.Ya, ia memang sebenarnya tak menginginkan pernikahan ini, ini bukan pernikahan impiannya. Namun, tak lantas hal itu membuatnya membenci Senja. Lalu, bagaimana dengan Senja? Apa dia memendam dendam dan benci terhadapnya? Mengingat kesalahan yang sudah ia lakukan.
Sampai di dalam kamar mandi, Senja berusaha melepas apa yang menempel di badannya satu persatu. Meski memakan waktu sedikit lama, namun akhirnya semuanya bisa terlepas, tanpa harus meminta bantuan Tersisa tubuh polosnya yang mungkin harus ia relakan malam ini untuk suaminya jika Elang meminta haknya sebagai suami.
Menunggu Senja yang sedang mandi untuk gantian, Elang kembali teringat saat tadi Bianca mengucapkan selamat kepadanya. Memory tentang gadis yang sudah memporak porandakan gadis itu melintas di kepalanya.
PYARRRRR!
Elang menghantam kaca cermin meja rias yang ada di kamar itu sebagai luapan rasa kecewanya.
Meski kedap suara, tapi suara pecahan kaca tersebut terdengar hingga ke telinga Senja yang masih berendam. Namun, tidak terdengar dari luar kamar.
Senja menghela napasnya dalam, ia tahu pasti terjadi sesuatu. Ia segera menyudahi ritual mandinya langsung memakai handuk kimono yang sudah tersedia di kamar mandi dan membungkus rambutnya yang basah dengan handuk.
Saat Senja keluar dari kamar mandi, ia melihat Elang sedang terduduk di tepi ranjang, menunduk, kedua tangannya menjambak rambutnya kuat-kuat. Dari tangan kanannya mengalir darah segar. Luka yang semalam kini bertambah akibat terkena pecahan cermin yang ia tinju.
Senja kembali menghela napas ketika melihat pecahan kaca berserakan, langsung menebak apa yang baru saja terjadi.
Pelan-pelan, Senja berjalan mendekati Elang dengan membawa kotak P3K yang masih ia simpan sejak semalam. Ia duduk menyerong di samping suaminya. Di raihnya pelan tangan Elang tanpa suara. Senja tahu apa yang di rasakan suaminya saat ini, karena ia juga merasakan hal yang sama hanya saja dalam versi berbeda.
🌼🌼🌼
💠💠Selamat membaca para kesayangan author... jangan lupa Like komen, tip dan votenya.. serta pencet ❤️ nya buat author..terima kasih🙏🙏
salam hangat author 🤗❤️❤️
IG : @embunpagi5 💠💠