Blurb :
Ling, seorang Raja Legendaris yang bisa membuat semua orang bergetar saat mendengar namanya. Tak hanya orang biasa, bahkan orang besar pun menghormatinya. Dia adalah pemimpin di Organisasi Tempur, organisasi terkuat di Kota Bayangan. Dengan kehebatannya, dia dapat melakukan apa saja. Seni beladiri? Oke! Ilmu penyembuhan? Oke! Ilmu bisnis? Oke!
Namun, eksperimen yang dia lakukan menyebabkan dirinya mati. Saat bangun, ternyata ia bereinkarnasi menjadi pria bodoh dan tidak berguna yang selalu dihina. Bahkan menjadi tertawaan adalah hal yang biasa.
Popularitas yang selama ini ia junjung tinggi, hancur begitu saja. Mampukah ia membangun kembali nama besarnya? Atau mungkin ia akan mendapat nama yang lebih besar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Daratullaila 13, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Siapakah Pemuda Tampan Itu?
Ling sudah tiba di ruangan VVIP dan dengan santai berjalan memasuki ruangan tersebut. Kali ini, Liam yang mengikuti di belakangnya.
Kenapa aku harus mengikuti orang seperti dia? batin Liam dengan penuh kebingungan dan sedikit kesal.
Secara logika, situasi ini memang terlihat aneh. Liam, yang memiliki status tinggi terlihat tunduk di hadapan Ling, yang selama ini dicap sebagai sampah. Di sisi lain, Lu Yan yang kebetulan melihat momen ini dari kejauhan mulai merasa penasaran.
Sebagai seseorang yang sudah lama mengenal karakter Liam, ia tahu betul bahwa pemuda itu dikenal arogan dan memiliki temperamen yang buruk. Biasanya, orang-orang di Kota Urban menghindar dari Liam, kecuali mereka yang memang memiliki pengaruh kuat atau hubungan khusus dengannya.
"Tuan Muda Zhuo!" seru Lu Yan, menarik perhatian Liam.
Liam menoleh ke arah suara itu dan mendapati seorang wanita cantik tengah menghampirinya. Meski begitu, ia tidak memiliki urusan apa pun dengan Lu Yan, sehingga hanya membalas dengan sebuah anggukan dan sedikit senyuman.
"Kau ingin menjenguk Wuzhou, bukan?" tanya Lu Yan, suaranya penuh perhatian.
Liam menjawab singkat, “Ya,” sambil tersenyum tipis. Tanpa berlama-lama, ia bergegas melanjutkan langkahnya, mengejar Ling yang telah lebih dulu memasuki ruangan.
Lu Yan tidak merasa aneh dengan sikap dingin Liam. Ia justru akan heran jika Liam menunjukkan keramahannya. Meski demikian, Lu Yan sedikit penasaran dengan pria yang sedang dikejar oleh Liam, mengingat reputasinya yang cukup tinggi di Kota Urban. Namun, karena pria itu sudah berada cukup jauh, ia akhirnya memutuskan untuk mengabaikan rasa penasarannya dan tak terlalu memikirkannya lagi.
*
Di dalam ruangan VVIP, seorang pria terlihat duduk dengan jaket tebal yang kebesaran untuk tubuhnya. Lengan jaket itu hampir sepenuhnya menutupi tangan pria tersebut, seperti ia tengah menyelimutkan seluruh tubuhnya. Di sebelahnya, seorang wanita sedang memotong buah dengan telaten.
Pria yang duduk tersebut adalah Luo Wuzhou, sedangkan wanita di sampingnya adalah seorang pelayan dari Keluarga Chen yang ditugaskan khusus untuk merawat dan menemani Wuzhou.
"Tuan Muda, tak perlu takut pada orang seperti dia. Seharusnya kau menghajarnya sampai tak berkutik ketika dia berusaha menjebakmu. Siapa dia? Tidak pantas disebut Tuan Muda Keluarga Chen!" Pelayan itu mengomel dengan penuh kemarahan, suaranya terdengar lantang di ruangan yang sepi.
Tiba-tiba—Brak!—pintu ruangan rumah sakit terbuka dengan keras, mengejutkan semua orang di dalamnya. Pelayan itu bahkan sampai menjatuhkan buah yang sedang dikupasnya.
"Apa kau menyimpan dendam padaku?" suara Ling terdengar santai, namun ada nada dingin yang membuat bulu kuduk merinding.
Seketika ruangan terasa hening. Wuzhou menatap pria yang baru masuk dengan rasa penasaran dan takjub. Napasnya sedikit tertahan, pikirannya bertanya-tanya siapa pria tampan ini. Apakah orang ini ingin bekerja sama dengannya?
Wajah pria itu seperti ukiran giok berharga—bersih, sempurna, dan penuh pesona yang menakjubkan. Meskipun pria tersebut terlihat tenang, ada kilatan tajam di matanya yang membuatnya semakin memukau dan sedikit mengintimidasi. Wuzhou hanya bisa terdiam, terpesona, dan tak tahu harus bereaksi bagaimana.
Liam, yang segera menyusul masuk, merasa was-was. Ia takut Ling akan menimbulkan keributan. Namun, saat melihat reaksi Wuzhou dan pelayannya yang tampak kebingungan, Liam sadar bahwa mereka tak mengenali siapa pria yang berdiri di hadapan mereka.
"Wuzhou, apa kau tak mengenali Ling? Ini kakakmu sendiri," ucap Liam, seolah mencoba mengingatkan mereka.
Ling? Bagaimana mungkin?! batin Wuzhou diliputi ketidakpercayaan.
Selama ini, mereka mengenal Ling sebagai pria yang bodoh dan jelek. Dia sama sekali tak memiliki pesona yang menonjol, bahkan tak sedikit orang yang mengatakan bahwa ia jauh berbeda dari kecantikan sang Nyonya Chen.
Namun, pria di depan mereka sekarang justru luar biasa tampan, bahkan membuat Wuzhou sendiri merasa tak bisa menandinginya dalam hal penampilan. Bagaimana mungkin ini adalah orang yang sama?
Ling melangkah maju mendekati tempat tidur Wuzhou, gerakannya santai namun penuh percaya diri. Dengan tenang, dia menarik kursi dan duduk berhadapan dengan Wuzhou, menopang dagunya sambil menatapnya dengan tatapan malas.
"Bicara," ujar Ling dengan nada datar namun tegas.
"T-tidak... Aku tidak memiliki dendam padamu," jawab Wuzhou, suaranya terdengar agak gemetar.
"Bagus kalau begitu," Ling menimpali, matanya menatap tajam. "Menurutmu, apakah Ibu akan lebih percaya padaku?"
Ada tekanan dalam nada bicaranya yang membuat Wuzhou merasa semakin terpojok, dan pelayan yang berada di dekatnya pun tampak pucat pasi. Tubuhnya bergetar hebat, sementara Liam hanya bisa menghela napas panjang sambil menyaksikan situasi itu.
"Te-tentu saja. Ibu pasti akan percaya padamu, Kak," kata Wuzhou, suaranya masih dipenuhi kegugupan.
"Aku... aku benar-benar tidak berniat menyakitimu, Kak," lanjut Wuzhou, berusaha tampil polos.
Ling mendengus singkat, lalu mengalihkan tatapannya dengan kesan meremehkan. Ia bangkit dari kursinya, bersiap untuk meninggalkan ruangan.
"Ibu akan segera tiba. Kau tahu apa yang harus kau lakukan," katanya sebelum pergi, nada perintah tersirat dalam ucapannya.
Wuzhou mengangguk patuh, perannya sebagai Tuan Muda Keluarga Chen tak lagi tampak dalam dirinya. Saat ini, sosoknya bahkan tak bisa dibandingkan dengan kehadiran Ling yang begitu kuat dan mendominasi.
Ketika Ling berjalan keluar ruangan, Liam secara naluriah mengikutinya, meskipun langkah Ling yang lebar membuatnya hampir tertinggal.
Saat di lorong rumah sakit, mereka berpapasan dengan Lu Yan. Mata Lu Yan menyiratkan kekaguman saat melihat Ling yang tampak anggun dan percaya diri, namun Ling hanya berjalan melewatinya tanpa sedikit pun melirik.
Bagi Lu Yan, pria itu tampak begitu memikat dengan postur tubuhnya yang tinggi, gagah, dan penuh kharisma. Ketertarikan yang muncul membuatnya tak bisa menahan diri, dan ia pun mendekati Liam untuk menanyakan identitas pria yang baru saja berlalu di depannya.
"Tuan Muda Zhuo, siapakah pemuda tampan tadi?" tanya Lu Yan, matanya berkilat penuh rasa ingin tahu.
Liam menghentikan langkah sejenak, menarik napas dalam untuk menenangkan dirinya setelah setengah berlari mengejar Ling. Belum sempat ia menjawab, Lu Yan kembali melanjutkan dengan nada penasaran, "Bisakah kau memperkenalkan kami?"
Liam menghela napas panjang, seolah sudah memprediksi percakapan ini. Akhirnya, dengan nada sedikit berat, ia menjawab, "Itu Chen Ling."
Lu Yan terkejut dan terdiam sejenak. Matanya membulat saat menyadari bahwa pemuda tampan yang barusan ia lihat ternyata adalah tunangannya sendiri. Mengingat lebih saksama, wajah itu memang wajah Ling, tetapi kehadirannya terasa begitu berbeda hingga sulit dikenali.
Bagaimana mungkin Ling bisa berubah menjadi begitu menawan? Bahkan kata "tampan" tampak terlalu sederhana untuk menggambarkannya.
Liam melihat Lu Yan masih tampak tertegun. Akhirnya, ia berkata, "Baiklah, Nona Lu, aku harus mengejar Ling dulu. Sampai jumpa."
Liam memberikan senyum singkat sebelum cepat-cepat melangkah untuk mengejar Ling yang sudah berada di dalam lift. Untung saja, ia masih bisa masuk meskipun pintu lift hampir tertutup.
Lu Yan akhirnya tersadar dari keterkejutannya. Ia kembali pada tujuan awalnya untuk mengantarkan obat Wuzhou. Sebelum Ling tiba di ruangan tadi, Lu Yan telah pergi menebus obat, jadi mereka tidak berpapasan di dalam.
Setibanya di ruangan, Lu Yan segera mendekati Wuzhou dengan wajah khawatir. "Wuzhou, apakah kau baik-baik saja? Aku tadi melihat Ling di sini. Apakah dia menyakitimu? Jika perlu, aku bisa melaporkannya pada Bibi," ucapnya penuh perhatian.
"Aku baik-baik saja," jawab Wuzhou sambil mengangguk. Senyum tenangnya seolah berusaha meyakinkan Lu Yan.
"Apa kau bertemu dengannya tadi? Bagaimana menurutmu? Dia terlihat sangat tampan, bukan?" Wuzhou menundukkan kepala sambil menyembunyikan ekspresi halus di wajahnya.
"Ti-tidak!" jawab Lu Yan refleks, hampir terlalu cepat. Menyadari nada suaranya, ia mengoreksi, "Maksudku, tidak."
"Baiklah, sekarang minumlah obatmu dulu," ujar Lu Yan sambil membantu Wuzhou meminum obat. "Bibi akan tiba dalam sepuluh menit lagi, jadi bersikaplah baik, ya. Kau tahu bahwa kau selalu menjadi kesayangannya."
*
Sementara itu, Ling dan Liam sudah tiba di lantai bawah gedung. Ketika mereka hendak masuk ke dalam mobil, seorang wanita anggun tiba-tiba menghampiri mereka.
“Ling,” panggilnya, suaranya lembut namun tegas.
Wanita itu adalah Chen Lin, yang memegang tas kecil di tangan kanannya. Wajahnya begitu mirip dengan Ling, memperlihatkan bahwa mereka memang memiliki ikatan darah yang kuat. Meskipun Ling tampil berbeda dari biasanya, Chen Lin tetap dapat mengenalinya sebagai putranya dengan mudah.
Ling menoleh dan menatap ibunya sejenak. “Ibu,” ujarnya sambil memasukkan ponselnya ke dalam saku.
Chen Lin memandangi Ling dari ujung rambut hingga ujung kaki. “Apa kau mengecat rambutmu?” tanyanya, menilai penampilan baru putranya. “Aku mungkin seharusnya memintamu mengecat rambut menjadi hitam sejak dulu. Ini terlihat bagus.”
Ling mengangkat alis dan menatap ibunya dengan tatapan menyelidik. “Hanya dengan melihatku sekali, kau langsung mengenaliku?” tanyanya, nada suaranya samar-samar mengejek.
Chen Lin tersenyum kecil. “Meskipun kau mengubah warna rambutmu, kau pikir aku tak bisa mengenalimu? Chen Ling, apa kau lupa siapa yang melahirkanmu?” Balasan ibunya disertai anggukan ringan, seolah memberi peringatan halus.
Setelah beberapa detik hening, Chen Lin kembali berbicara, menatap putranya dengan sorot mata yang penuh kecurigaan. “Apa kau berencana membuat kekacauan?” tanyanya dengan nada waspada.
Ling mengangkat bahu dengan santai. “Tenang saja, Bu. Jangan khawatir, aku tidak akan mengecewakanmu,” jawabnya dengan nada ringan.
Jawaban Ling yang penuh percaya diri sempat membuat Chen Lin terkejut, tetapi ia berhasil menahan ekspresinya. Ia menegakkan bahunya, lalu berkata, “Baiklah. Jangan terlalu lama bermain-main di luar. Pulanglah ke rumah nanti.” Setelah berkata demikian, ia berbalik dan melangkah pergi.
Ling menatap punggung ibunya yang semakin menjauh, lalu kembali mengalihkan perhatiannya ke ponselnya sebelum masuk ke mobil Liam.
Setelah mereka duduk di dalam, Liam menatap Ling sejenak sebelum berkomentar, “Sekarang kau terlihat semakin mirip dengan ibumu.”
Ling menghela napas ringan, suaranya terdengar malas. “Tentu saja. Aku anaknya,” balasnya singkat.
Liam tersenyum kecil. Kau memang anaknya, tapi baru hari ini kau benar-benar terlihat seperti anaknya, pikir Liam, sambil menatap Ling dari samping.
Di tengah perjalanan, Ling tiba-tiba bertanya, “Kau punya pena dan kertas?”
Liam segera memberi instruksi pada sopir untuk mengambilkan apa yang diminta Ling. Tak lama, ia memberikan pena dan selembar kertas kepada Ling, yang langsung mulai menulis.
Liam memperhatikan setiap gerakan Ling, terkesan dengan tulisan tangan Ling yang tampak begitu indah dan rapi. Setiap goresannya tampak seolah diukir dengan hati-hati, memancarkan ketelitian dan kedalaman.
Setelah selesai menulis, Ling melipat kertas itu dan menyerahkannya pada Liam. “Berikan ini pada ibumu,” katanya dengan nada serius.
kalo MCnya tetep kuat, kayak gk ada halangan sama sekali,, gk asik sih