Cinta memang gila, bahkan aku berani menikahi seorang wanita yang dianggap sebagai malaikat maut bagi setiap lelaki yang menikahinya, aku tak peduli karena aku percaya jika maut ada di tangan Tuhan. Menurut kalian apa aku akan mati setelah menikahi Marni sama seperti suami Marni sebelumnya???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Its Zahra CHAN Gacha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25. De Javu
"Ibu...."
Gadis kecil itu keluar dari kolong tempat tidur dan menghampiri Maryati yang tergeletak di lantai.
Ia mengguncang tubuh wanita itu namun Maryati tak bergeming. Tubuhnya kaku dengan kulit yang membiru.
Ajeng menatap sosok adiknya yang terbaring di ranjangnya. Gadis kecil itu menghampirinya dengan tatapan penuh dendam.
"Kamu sudah membunuh ibuku!"
Ia kemudian berusaha membungkam mulut balita dua tahun itu dengan bantal.
"Sssttt!!"
Gadis kecil itu tiba-tiba mengangkat tangannya saat melihat sosok wanita tua berkebaya berjalan mendekatinya.
Tubuh gadis itu gemetar melihat sosok wanita dihadapannya. Wajahnya memucat hingga semua tiba-tiba berubah gelap.
*Bruughhh!!
Seseorang membuka knop pintu kamar. Ia berjalan pelan mendekati Maryati yang terbujur kaku di lantai.
Ia meletakan dua jarinya di leher korban. Hembusan nafas kasarnya mengisyaratkan jika Maryati sudah meninggal.
Hasto pun seketika menangis sejadi-jadinya saat tahu sang istri telah meninggalkannya.
Sementara itu sang dukun terkesiap
Dukun wanita itu menghampiri Ajeng yang masih terbaring. Saat wanita itu mengusapnya, gadis kecil itu langsung bangun.
"Siapa dirimu?" tanya wanita itu
"Ajeng!" jawabnya lirih
"Hmm, Ajeng, bagaimana bisa kamu selamat dari makhluk itu?" tanya sang dukun
Ajeng menunjuk kearah kolong tempat tidur.
Wanita tua itu tersenyum kemudian mengusap lembut kepalanya.
Wanita tua itu bangun kemudian menghampiri Marni. Saat ia hendak menggendongnya, Ajeng melarangnya.
"Jangan menyentuhnya, nenek bisa mati!" serunya
"Jangan khawatir nenek akan baik-baik saja," jawab dukun wanita itu
Ia kemudian menggendong Marni kecil dan menghampiri Hasto.
"Ternyata tak semudah yang ku bayangkan. Dia terlalu santai. Namun bocah itu tahu bagaimana melindungi dirinya dari siluman itu!" ucap sang dukun.
tenang kejadian itu Hasto menjadi lebih sayang terhadap Ajeng. namun sebaliknya iya aja selamat melakukan Marni seperti seekor binatang yang tak pernah menganggapnya ada. ini kecil dikurang di sebuah kamar. dia tidak boleh keluar kecuali saat ia harus pergi ke sekolah. astaga akan memberinya makan seperti seekor binatang.
Hanya aja yang memperlakukannya seperti manusia. Ia selalu mengajaknya bermain dan juga menyuapinya saat Marni kecil tak mau makan.
Bagaimana Ajeng bukan hanya seorang kakak tapi ia juga menjadi Ibu baginya setelah kematian Maryati.
Ia begitu menyayanginya dan selalu mematuhi perintah darinya.
Ajeng menggantung buntelan daun sirih yang diisi kapur sirih di setiap jendela kamar Marni.
"Sekarang ruangan ini lebih wangi," ucap Ajeng mengusap lembut kepala Marni.
"Terimakasih kak," ucap Marni memeluknya erat.
Meskipun Hasto melarang Ajeng mendekati Marni, namun Ajeng selalu mengabaikannya. Gadis itu begitu menyayanginya meskipun ia tahu berbahaya jika ia terlalu dekat dengannya.
"Marni itu tidak berbahaya, jika kita tahu bagaimana menghadapinya," ucap Ajeng meyakinkan sang ayah
"Marni bahkan bisa mendatangkan banyak pundi-pundi uang jika kita menyayanginya," imbuhnya
"Terserah padamu, aku serahkan dia padamu karena hanya engkau yang bisa mengendalikannya," jawab Hasto
"Baik ayah, aku akan menjaga Marni agar ayah bisa mendapatkan uang banyak darinya,"
"Kau memang anak ku yang paling berbakti,"
Hasto begitu menyayangi Ajeng. Hingga ia mempercayakan semuanya kepada anak angkatnya itu. Begitupun dengan Ajeng, gadis itu begitu menyayangi Hasto lebih dari nyawanya sendiri.
Hari itu Ajeng pergi meninggalkan rumah untuk melakukan perjalanan dinas.
"Malam ini menginaplah di rumah paman Haris. Kau tahu kan malam ini adalah malam Jum'at Kliwon dimana Siluman itu akan muncul," pesan Ajeng sebelum pergi
"Jangan khawatir, aku akan melakukan semua yang kamu suruh," jawab Hasto
Ajeng pun lega saat meninggalkan sang ayah. Namun siapa sangka Hasto justru ketiduran hingga lupa dengan pesan putrinya.
Malam itu ia terbangun karena mendengar rintihan Marni. Ia yang penasaran pun mengintip apa yang terjadi melalui celah pintu kamar yang terbuka.
Tiba-tiba pintu kamar itu terbuka dengan sendirinya membuat pria itu terkesiap.
Tak ada apapun di dalam kamar itu hanya ada suara rintihan Marni yang terdengar menyayat hati.
Gadis kecil itu terlihat menggeliat seperti menahan sakit. Rasa iba pun mulai menghinggapi pria itu.
Bagaimanapun Marni adalah putri kandungnya, satu-satunya yang akan melanjutkan garis keturunannya.
"Jangan pernah mendekatinya apapun yang terjadi," ucapan Ajeng kembali memenuhi benaknya
Saat ia hendak membalikkan badannya tiba-tiba seekor kalajengking raksasa mengatupnya.
*Bruughhh!
Lelaki itupun seketika tumbang ke lantai.
Kabar kematian Hasto membuat Ajeng begitu frustasi. Gadis itu sangat terpukul dengan kematian sang ayah. Ia yang sebelumnya menyayangi Marni berubah jadi membencinya.
Ia bahkan tega mengusir Marni dari rumah hingga ia hidup di jalanan.
"Kamu bukan adikku, kamu sudah membunuh ayah dan ibuku, aku tidak mau melihat mu lagi!"
***********
Amar terlihat begitu tegang. Ia beberapa kali meneguk air putih untuk menghilangkan rasa nervousnya.
"Apapun yang terjadi kau tidak perlu merasa menyesal. Karena pada dasarnya manusia itu hanya bisa merencanakan dan Tuhanlah yang menentukan," ucap Ustadz Rasyid menasihatinya
"Lalu apa yang akan terjadi padaku Pak Dhe, apa aku akan mati??" tanya Amar dengan wajah panik
Rasyid mengangkat lengan Amar dan mengusapnya.
"Hidup mati seseorang itu Tuhan yang menentukan. Aku tidak bisa memvonis sesuatu hanya dengan menggunakan pengalaman atau akal ku. Karena ada banyak hal yang tidak bisa di prediksi oleh manusia," sahut Rasyid
"Lalu aku harus bagaimana??"
"Jalani saja hidup mu layaknya manusia normal lainnya. Perlakuan istrimu dengan baik dan jangan membuatnya merasa di bedakan. Mungkin dengan begitu kamu bisa hidup bahagia dengannya. Terimalah apa yang menjadi kekurangannya dan pujilah setiap kelebihannya. Percayakah semuanya pada Gusti Allah,"
Amar mengangguk. Ia pun pamit pulang setelah mendengar petuah dari sang ustadz.
"Kau sudah tahu hari dimana makhluk itu akan keluar, dan saat itu tiba kau juga sudah tahu apa yang harus kamu lakukan,"
Rasyid memberikan sebuah keris kecil yang dibungkus kain putih.
Amar menatap nanar pusaka di depannya itu.
"Kau bisa menggunakannya saat makhluk itu muncul. Ingat...kau hanya boleh menggunakannya untuk melawan makhluk itu bukan untuk yang lain,"
"Baik Pak Dhe, terimakasih banyak untuk semuanya,"
Amar pun melangkah meninggalkan beranda rumah Rasyid. Lelaki itu dengan cepat menyalakan mesin motornya dan melesat meninggalkan pelataran rumah itu.
********
Pukul sembilan malam, Amar baru tiba di rumah. Bila biasanya jam segitu Marni sudah tidur, kali ini wanita itu masih terjaga. Ia terlihat duduk di depan meja rias sambil menyisir rambutnya.
Amar terkejut saat masuk.
"Kenapa Mas??" tanya Marni dengan tatapan berbeda
"Tidak papa dek, hanya kaget saja, tumben jam segini kamu belum tidur?" jawab Amar
Marni membalikkan badannya.
"Aku mengkhawatirkan mu," ucapnya lirih
"Memangnya kenapa??" jawab Amar balik bertanya
"Sssttt, jangan berisik!"
Marni menutup bibir Amar dengan jarinya. Ia kemudian mendongak keatas. Bola matanya yang besar bergerak ke kanan dan kiri seperti mencari sesuatu.
"Dia datang lagi!" ucapnya saat mendengar suara batu kerikil yang berjatuhan diatas atap kamarnya.
.