Follow IG @thalindalena
Add fb Thalinda Lena
"Tidak mau sekolah kalau Daddy tidak mau melamar Bu Guru!!!" Gadis kecil itu melipat kedua tangan di depan dada, seraya memalingkan wajahnya tidak lupa bibirnya cemberut lima senti meter.
Logan menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. Pusing menghadapi putri kecilnya kalau sudah tantrum begini. Anaknya pikir melamar Bu Guru seperti membeli cabai di super market?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lena linol, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rindu Mommy
"Daddy, seperti apa wajah Mommy?" tanya gadis kecil yang sedang tidur dalam pelukan ayahnya.
"Mommy sangat cantik sama sepertimu. Kau bisa melihat fotonya," jawab Logan pada putrinya yang kini sudah berusia 5 tahun. Setiap malam, putrinya ini selalu bertanya tentang ibunya.
"Hemm, aku ingin melihatnya langsung, apa bisa? Melihat di foto saja tidak cukup. Rindu Mommy." Gadis kecil itu menjawab dengan nada bergetar, dan wajahnya tampak sendu. Ya, tentu saja, gadis sekecil itu sangat membutuhkan sosok ibu, tapi sayangnya hal itu tidak dapat dia rasakan semenjak dia lahir di dunia ini.
Logan sangat sedih dan merasa bersalah setiap kali putrinya merindukan ibunya. 'Maafkan Daddy, Andai saja dulu Daddy tidak egois, mungkin Mommy-mu masih ada di tengah-tengah kita,' ucap Logan tapi hanya di dalam hati seraya mengusap lembut pipi putrinya.
"Mommy sudah berada di surga, Sayang," ucap Logan, berusaha memberikan pengertian sekaligus menenangkan.
"Surga? Surga itu apa?" gadis kecil nan polos itu mengedipkan kelopak mata berulang kali, menatap ayahnya dengan tatapan lugu, sekaligus menuntut penjelasan.
"Surga itu tempat yang sangat indah untuk orang-orang yang berhati mulia dan baik seperti Mommy," jawab Logan.
Gadis kecil itu menganggukkan kepala, padahal tidak paham.
"Jadi aku bisa bertemu dengan Mommy di surga?" tanya gadis kecil itu sangat polos. "Aku bisa ke surga, Dad?" Dia sangat bersemangat sekali sembari menggoyangkan lengan ayahnya.
"Sayang, jika sudah waktunya nanti kita semua akan ke surga," jawab Logan.
"Ah, jadi kapan waktunya?"
"Masih lama."
"Yahhhh!! Padahal aku sudah sangat rindu dengan Mommy," ucap gadis itu cemberut sedih dan kecewa.
Logan tersenyum perih mendengar ucapan putrinya.
"Mia, ini sudah malam, waktunya tidur, bukankah besok adalah hari pertamamu masuk sekolah?" Logan segera mengalihkan pembicaraan agar putrinya tidak sedih lagi.
Ya, nama gadis itu sama dengan nama ibunya yaitu Milena, hanya saja gadis kecil itu di panggil dengan sebutan 'Mia'.
"Heum, baiklah. Tapi, Daddy besok akan mengantarkan aku 'kan?" tanya Mia, penuh harap.
Logan mengangguk dan tersenyum.
"Yeyyy! Janji kelingking." Mia mengulurkan kelingkingnya dengan penuh bahagia, lalu di sambut oleh Logan.
*
*
Logan keluar dari kamar putrinya setelah memastikan Mia pulas.
"Mia sudah tidur?" tanya Lara pada putranya.
"Mommy kapan datang?" Logan balik bertanya.
"Baru saja, aku dengar besok Mia mulai sekolah, jadi Mommy ingin mendampinginya," jawab Lara, menatap putranya.
"Aku sudah berjanji padanya akan mengantarkannya besok pagi. Mommy tidak perlu cemas," jawab Logan.
"Loh, bukankah kau besok ada acara penting di perusahaan?" Lara mengingatkan putranya.
Logan terkejut, seketika menepuk jidatnya. "Astaga kenapa aku bisa lupa."
"Begini saja, karena kau sudah janji pada Mia, kau bisa mengantarkannya saja ke sekolah, nanti sisanya biar Mommy yang urus," ucap Lara memberikan jalan keluar untuk putranya.
"Baiklah kalau begitu, aku harap Mia mengerti dan tidak merajuk," jawab Logan, penuh harap, tapi jika putrinya itu merajuk maka tamatlah riwayatnya karena Mia sangat susah di bujuk.
"Sifat Mia sangat persis seperti Milena. Manja, dan centil," ucap Lara seraya beranjak dari sana dan diikuti putranya.
"Benarkah?" Logan menatap sendu ibunya, ingatannya berputar pada kejadian di mana ia selalu mengabaikan Milena sekalipun istrinya saat itu sedang mengandung. Ya Tuhan, betapa jahatnya dia selama ini. Logan sangat menyesali semua perbuatannya.
Lara menghentikan langkahnya, menatap putranya sembari menarik nafas panjang. Ia seolah tahu yang sedang di rasakan putranya saat ini. "Semua yang sudah berlalu tidak akan bisa kembali. Tapi, kau sudah membuktikan kalau kau merawat Mia dengan baik, mencintai dan menyayanginya setulus hatimu," ucap Lara seraya meraih salah satu tangan putranya, lalu menggenggamnya erat. "Di sini Mommy juga merasa bersalah, andai saja dulu Mommy tidak memaksamu menikah dengan Milena, semua ini tidak akan pernah terjadi."
"Aku yang salah bukan Mommy. Aku tidak pernah mencintainya karena..."
"Karena aku mencintai gadis pelayan itu 'kan?" Lara memotong ucapan putranya.
"Lebih tepatnya merasa bersalah." Logan sampai saat ini masih berusaha mengelak atas perasaanya pada gadis pelayan itu.
"Merasa bersalah?" Lara mengernyitkan alis.