Tuhan menciptakan rasa cinta kepada setiap makhluknya. Jika cinta itu tak bersambut atau tak terbalaskan, apakah itu salah cintanya?
Akankah sebuah hubungan yang terlalu rumit untuk di jelaskan akan bisa bersatu? Atau....hanya mampu memiliki dalam diam?
Hidup dan di besarkan oleh keluarga yang sama, akankah mereka mengakhiri kisah cintanya dengan bahagia atau....menerima takdir bahwasanya mereka memang tak bisa bersatu!
Mak Othor receh datang lagi 👋👋👋👋
Rishaka dll siap menarik ulur emosi kalian lagi 🤭🤭🤭
Selamat membaca ✌️✌️✌️
Kalau ngga suka, skip aja ya ✌️ jangan kasih rate bintang 1
makasih 🥰🥰🥰🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ibu ditca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
Habibah ke rumah Ziyad di temani sang ayah. Beruntung Ziyad sudah tiba di rumah. Jadi mantan atasan ayah Habibah itu bisa menyambut kedatangan tamunya yang tinggal masih di komplek perumahannya.
"Sayang sekali Shaka belum mau tinggal di sini, Nak Bibah. Dia masih betah di rumah kakak sulungnya."
Citra mengatakan hal sederhana seperti itu, tapi entah kenapa memiliki makna yang berbeda di telinga Habibah.
Karena tak tahu harus menjawab apa, Habibah pun hanya tersenyum.
"Kalau begitu, kami pamit pak Ziyad, ibu....", kata ayah Habibah.
"Buru-buru, main dulu aja Bibah!", kata Citra. Ziyad menggeleng pelan memberi kode pada Citra agar tak memaksa Habibah untuk tetap tinggal.
"Hehehe lain kali Tante. Kayaknya mau hujan gede ini."
Citra mengusap lengan Habibah dengan pelan.
"Ya sudah hati-hati, pak Ganin!", kata Ziyad.
"Siap pak, kalau begitu kami permisi...assalamualaikum!", pamit Ganin.
"Walaikumsalam!", jawab sepasang suami istri itu. Habibah membonceng ayahnya dan keluar dari pekarangan rumah besar itu membawa sepeda motornya.
"Mama kalo mau pedekatein Habibah jadi calon menantu ngga usah segitunya lah Ma. Takut Habibahnya ngga nyaman, lho!"
Citra meringis.
"Iya sih Pa! Habisnya mama tuh pengen punya menantu kaya Habibah gitu."
"Jangan bicara begitu! Kalau istrinya El denger, nanti salah sangka lho!", kata Ziyad merangkul bahu istrinya. Benar saja, tak lama kemudian hujan deras pun turun.
"Eh...hujan beneran Mas. Semoga Habibah sudah sampai rumah ya."
Ziyad menanggapinya dengan anggukan.
💜💜💜💜💜💜💜
"Hatciiihh....hatcihhhh!"
Tata dan Ica saling melempar pandangan. Suara Shaka yang bersin sejak sebelum subuh tadi tentu mengusik pendengaran kedua gadis itu.
"Tuh, kak! Pelajaran yang bisa di petik dari kelakuan om Shaka!", kata Tata melepas mukenanya.
Ica menautkan kedua alisnya tanda tak tak tahu maksud ucapan sang adik.
"Apaan sih?", tanya Ica.
"Ya...itu! Patah hati sih patah hati, sekalinya patah hati mainnya hujan-hujanan. Bukannya ilang patah hatinya, yang ada nambahin penyakit. Sakit kan??? Siapa yang rugi? Dia sendiri kan? Udah sakit, patah hati, eh....udah ngga ada yang perhatian. Doble kill, eh ...triple kill aja deh!"
Ica menggeleng pelan mendengar celetukan panjang kali lebar kali tinggi sama dengan luas seperti penjelasan Rista alias Tata.
"Kasian tuh om kamu, bikinin teh panas gih!", pinta Ica pada Tata.
"Embung ah...Tata mau joging bentar mumpung umi belom mulai masak!".
Tata mengambil sepatunya dan meninggalkan ruangan tersebut. Terpaksa Ica yang harus turun tangan membuatkan minuman hangat untuk Shaka.
Sesampainya di bawah, Ica melihat uminya menyalakan kompor. Ia baru akan memasak air panas.
"Lho, ngga ikut joging juga Ca?", tanya Umi.
"Olahraga tinggal pake treat mill aja sih, Mi!", jawab Ica sambil menatap teko yang masih nangkring di atas kompor.
"Kenapa? Mau bikin susu? Airnya belom mateng."
"Bukan buat Ica, Mi. Tapi Om Shaka!", jawab Ica. Riang menghentikan aktifitasnya.
"Oh iya, dia ngga jamaah subuh ya? Dia minta di buatin susu panas?", tanya Riang.
"Kayaknya om Shaka sakit, Mi. Ica juga belom nengok ke kamarnya sih. Cuma kayaknya sejak sebelum subuh dia bersin melulu."
"Masa sih? Perasaan semalam keliatan baik-baik aja pas makan malam."
Ica menceritakan tentang Shaka yang patah hati karena putus dari Cyara. Dan entah kenapa dan berpikiran apa, Shaka malah hujan-hujanan di balkon. Wajar saja kalau sekarang Shaka bersin terus menerus.
Riang menghela nafas. Ia pun menyiapkan teh jahe untuk di berikan pada Shaka. Tak lupa ia membuatkan roti selai cokelat agar bisa meminum obat.
"Kamu anterin ke kamar Shaka, ya Ca!", kata Riang menyerahkan nampan berisi minuman dan makanan untuk Shaka.
"Ya udah!", kata Ica. Gadis yang menggunakan piyama panjang itu menaiki tangga dengan perlahan menuju lantai atas. Ia berhati-hati agar tidak tumpah sampai di kamar Shaka.
Tok-tok-tok
"Ka...!", panggil Ica sekali. Tak ada shutan dari dalam sana membuat Ica menempelkan telinganya ke daun pintu. Untung nampan itu ada di meja yang ada di samping pintu kamarnya.
Tanpa ia sadari, ternyata pintu tiba-tiba terbuka. Dan ternyata justru telinga Ica menempel tepat di dada Shaka.
Ica mendongakkan kepalanya bersamaan dengan Shaka yang menunduk.
Dengan cengiran khasnya, Ica pun perlahan menegakkan badannya.
"Hehe...ngga denger buka pintunya!", kata Ica. Shaka membuka pintu lebar-lebar. Lalu melangkah menuju ke tempat tidur lagi.
Terlihat sekali ujung hidung Shaka memerah. Apalagi di wajahnya yang bersih itu. Terlihat sekali jika pemuda itu flu berat
Mau tak mau Ica membawa nampan tersebut ke dalam.
"Minum dulu!", pinta Ica pada om nya. Shaka hanya mengerlingkan matanya sekilas. Ica mendengus sebal.
"Minum, makan rotinya terus di minum obatnya!", pinta Ica. Shaka memandang Ica beberapa saat.
Ica menggeleng pelan.
"Aku tahu semalam kamu hujan-hujanan, makanya sekarang flu berat begini kan?", tanya Ica. Shaka melirik singkat.
"It's okay! Aku ngga mau ikut campur! Ya udah ,aku ke bawah lagi. Jangan lupa di minum obatnya!", kata Ica meninggalkan kamarnya yang kini di pakai Shaka.
"Jadi begini rasanya ya Ca??!", tanya Shaka pada Ica yang baru selangkah keluar dari kamar itu. Pertanyaan ambigu dari Shaka membuat Ica menghentikan langkahnya.
Gadis itu memutar badannya kembali menatap Shaka.
"Apa nya?", tanya Ica. Bukannya menjawab, Shaka justru menggeleng.
"Lupain!?", pinta Shaka. Hal itu membuat Ica semakin bingung. Dari pada bingung, lebih baik Ica membantu uminya di dapur.
Shaka meraih teh jahe hangat itu. Badannya rasanya remuk, capek ,pokoknya tak terdefinisi lelahnya. Bukan hanya lelah fisik tapi lelah pikiran juga.
Gue sebodoh ini???
💜💜💜💜💜💜💜
Terimakasih 🙏🙏🙏
klu bibah sm shaka rasay gmn ya shaka sdh bekas cyra kasian bibah dapat sisa🤣🤣🤣🤣😆😆😆😊
.,🤣🤣🤣🤣