Gadis suci harus ternoda karena suatu keadaan yang membuat dia rela melakukan hal tersebut. Dia butuh dukungan dan perhatian orang sekitarnya sehingga melakukan hal diluar batas.
Penasaran dengan ceritanya, simak dan baca novel Hani_Hany, dukung terus yaa jangan lupa like! ♡♡♡♤♤♤
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hani_Hany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 26
Zain pulang dengan perasaan senang, dia masuk ke dalam rumahnya yang pernah ditempati Diana.
"Wah bersih juga. Apa Diana pernah kesini ya?" tanyanya pada diri sendiri. Zain masuk, menyusuri setiap ruangan yang pernah ditempati Diana tinggal. Mereka juga pernah melakukan hal terlarang di rumah tersebut. Zain membersihkan diri kemudian beristirahat.
Malam harinya Zain makan malam di cafe untuk mengenang suasana di Palopo. Disana cukup ramai, tidak lama disana Zain kembali pulang ke rumahnya.
"Huft, coba hubungi Diana deh!" gumamnya membaringkan badannya di sofa depan televisi. "Kok gak di angkat ya!" ucapnya pelan.
Tut tut tut
"Halo." terdengar suara Diana dari sebrang. Zain terdiam sejenak, kemudian ada suara Diana memanggil kembali. "Halo, siapa ini?" tanya Diana dari sambungan telfonnya. "Siapa sih iseng banget malam-malam." gerutu Diana, ketika akan dimatikan sambungannya Zain menyahut.
"Halo Diana." ucap Zain menjeda ucapannya. "Ini aku Zain. Kamu apa kabar?" tanyanya dengan suara terbata karena lama mereka tidak komunikasi. Diana tetap diam, jantungnya berpacu kencang, setelah sekian lama Zain menghilang kini muncul kembali.
"Aku kabar baik. Ada apa menelfon malam-malam?" tanya Diana ketus untuk menyembunyikan rasa rindunya. Jujur Diana memang rindu, sangat rindu! Tapi Diana tidak mau mengambil resiko mencintai sendirian.
"Aku mau minta maaf Diana, boleh kita bertemu?" tanya Zain hati-hati. Awalnya Zain pikir Diana akan pulang di Kolaka ternyata informasi dari Hana bahwa Diana di Morowali.
"Maaf Zain, aku berada jauh darimu. Sebaiknya kita seperti ini, itu sudah lebih baik daripada kita dekat." ucap Diana tegas.
"Kamu dibagian mana di Morowali? Aku akan menyusulmu besok." kekeh Zain. Mentang-mentang banyak duit seenaknya saja, pikir Diana.
"Aku tidak akan menemuimu." ucap Diana tegas sebelum menutup panggilan Zain. "Diana tega banget sih!" gerutu Zain karena saat mau berbicara panggilannya sudah ditutup sepihak oleh Diana.
Usai menelfon, Zain menyusun rencana untuk pergi ke Morowali esok harinya. Zain istirahat setelah memiliki ide yang bagus untuk berangkat ke Morowali, ya dia akan mengajak sopir sang ayah kesana.
Pagi harinya Zain bangun kemudian bergegas mandi dan bersiap menuju rumah sopir sang ayah yang di Palopo.
"Om, apa kabar?" tanyanya basa basi.
"Masuk nak, minum kopi dulu." ajak sang sopir.
"Gak usah om, disini saja." tolak Zain, mereka berdua duduk diteras rumah sambil bercerita sebelum membahas masalah ke Morowali.
"Om pernah ke Morowali?" tanyanya penasaran. Sopir mengangguk membenarkan. "Ayo ke Morowali om, ada mobil ayah di rumah." ajak Zain.
"Ya Allah. Anak bos yang bungsu seenaknya ngajak, dia pikir Morowali dekat kali ya!" batin pak Sopir.
"Bisa kan Om?" tanya Zain memastikan. "Ngapain kesana nak?" tanya pak Sopir heran. "Mau ketemu calon isteri pak." jawab Zain bangga.
"Astaghfirullah. Kayaknya nak Zain baru kehilangan isteri, kok sudah nyari calon? Apa gak terlalu cepat nak?" tanya pak Sopir heran sambil geleng kepala. "Bos mah bebas." batinnya.
"Betul pak, itu semua terjadi karena saya dijodohkan pak, saya gak cinta sama almarhumah." jawabnya jujur.
"Meski gak cinta nak, kan isterinya baru meninggal." bujuk pak Sopir supaya memberi waktu sebelum berangkat ke Morowali.
"Aduh bapak lama deh! Kalau gak bisa biar aku cari sopir lain saja." ucap Zain enteng. "Gimana pak?" tanyanya sekali lagi. Pak Sopir akhirnya setuju mengantar Zain ke Morowali.
Mereka berangkat setelah dzuhur, perjalanan yang harus mereka tempuh sekitar 12 jam.
"Bapak biasa kemana saja kalau sama ayah?" tanya Zain penasaran, Zain duduk disamping kemudi.
"Gak tentu nak. Tapi bapak juga pernah sampai Palu, Kolaka, dan Gorontalo. Biasa juga bos naik pesawat." ucapnya jujur. Memang bisnis pak Wijaya mengajak sang Sopir. Sopir tersebut dikhususkan di Palopo dan sekitarnya untuk perjalanan bisnisnya.
"Enak gak pak kerja sama ayah?" tanyanya lagi.
"Enak nak, kalau gak enak sudah cari kerjaan lain bapak nak. Tapi namanya pekerjaan ya begitu suka duka harus dilalui." jawabnya bijak. Bahkan pak Sopir tahu siapa saja selingkuhan pak Wijaya. Astaghfirullah.
Lama bercerita akhirnya Zain mengantuk dan tidur. Pak Sopir memutar musik untuk menemaninya di perjalanan. Sesampainya di Morowali tengah malam, mereka mencari penginapan supaya lebih aman.
"Nak Zain, ayo kita turun. Bermalam dulu di hotel nak." ajak pak Sopir.
"Baik pak." Zain masih mengantuk dan menguap. "Kamar berapa pak?" tanya Zain setelah diserahkan salah satu kunci oleh pak Sopir.
"Kamar 15 nak. Bapak di kamar 16." jawab pak Sopir menuju ke kamarnya mengekor dibelakang Zain. Mereka istirahat hingga pagi menjelang.
"Diana dimana ya? Gak dibalas chat ku." gumamnya usai mandi dan bersiap berangkat. Zain mengirim pesan kepada Diana.
"Diana, kamu dimana? Aku sudah di Morowali nih!" chat Zain pun terkirim. Diana heran, padahal baru kemarin Zain bilang akan datang, tetapi hari ini sudah di Morowali, pikirnya.
"Aku sedang mengajar di Kampus Zain, kesini saja di STAI Morowali." balas Diana, kemudian melanjutkan kegiatannya.
"Nanti sore saja kita ketemu di Pantai ya!" ajak Zain. Akhirnya Zain merebahkan dirinya kembali beritirahat.
Sorenya Zain dan Diana akhirnya bertemu kembali setelah satu Tahun tidak bertemu.
"Hai, apa kabar?" tanya Zain mengawali pembicaraan. Mereka cukup canggung setelah sekian lama tidak jumpa, banyak kenangan yang mereka lalui bersama.
"Aku baik. Ada apa kamu ingin bertemu dengan ku Zain? Bahkan aku dengar kamu sudah menikah. Selamat ya!!" ucap Diana menahan tangis. Diana memang mendengar kabar jika Zain sudah menikah setelah dia wisuda.
"Terima kasih Diana, tapi jodoh kami hanya sementara." jawab Zain. "Aku datang kesini ingin meminangmu jika kamu masih sendiri." ucap Zain serius, dia menatap Diana lekat. Ada rasa rindu yang terpendam teramat dalam. Saat Zain menyukai Hana, mungkin itu hanya rasa kagum karena keanggunan, kecerdasan Hana. Berbeda ketika Zain bersama Diana, dia mampu menerima Diana apa adanya.
"Ha? Zain. Ibumu tidak merestui kita. Kamu juga tahu kan kasus masa laluku dengan ayah mu?" tanya Diana penuh tekanan, Diana berharap tidak berlanjut hubungan mereka, cukup Cintanya sampai disini saja.
"Aku sudah melupakan itu Diana! Ayo lah terima aku. Ibu pasti akan merestui kita." bujuk Zain sambil memelas. Bahkan Zain rela bersimpuh di depan Diana yang duduk di kuri pinggir pantai.
"Bangun Zain, jangan seperti ini! Tidak enak dilihat orang." ucap Diana sambil menengok kanan-kiri. Orang lalu lalang memperhatikan mereka berdua.
"Lihat lah, sweet banget mereka." bisik para pejalan kaki. Diana malu mendengar bisik-bisik orang lewat.
"Terima dulu cinta ku, aku akan bangkit dan duduk disampingmu." jawab Zain tegas.
"Bagaimana dengan keluarga mu Zain?? Mereka belum tentu menerima ku yang miskin dan kotor ini." ucap Diana sendu.
"Sssttt kamu harus percaya padaku, nanti aku yang akan atasi semua. Kamu mau kan terima aku?" paksa Zain sambil mendongak menatap Diana lekat.
"Hhmm." jawab Diana sambil tersenyum. Zain berniat memeluk Diana tetapi Diana menampiknya. "Belum muhrim." Diana sudah menjadi lebih baik, rajin beribadah, mengikuti kegiatan keislaman, taat pada perintah Allah, meski masih proses.
"Alhamdulillah." gumam Zain semangat, karena Diana menolak pelukannya makanya Zain bersujud sebagai rasa syukur. Hidupnya kembali ceria.