Aulia Aisha Fahmi Merupakan sepupu Andika, mereka menjalin cinta tanpa sepengetahuan orang tua mereka. Andika adalah cinta pertama Aulia dan ia begitu mencintainya. Namun, kejujuran Andika pada ayahnya untuk menikahi Aulia ditentang hingga Andika perlahan-lahan hilang tanpa kabar.
Kehilangan Andika membuat Aulia frustrasi dan mengunci hatinya untuk tidak menerima pria lain karena sakit di hatinya begitu besar pada Andika, hingga seorang pria datang memberi warna baru di kehidupan Aulia... Akankah Aulia bisa menerima pria baru itu atau masih terkurung dalam masa lalunya.
Penasaran dengan kisah selanjutnya, yuk ikuti terus setiap episode terbaru dari cerita Cinta untuk sekali lagi 😍
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aninda Peto, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 27
..."Sehari tidak berjumpa, mengapa rasanya sangat menyiksa?"...
Setelah kepulangan Aulia dari kampus, ia mulai mencuci pakaian kotornya, dan menjemurnya setelah itu merapikan kasur dan menyapu, karena sore nanti ia akan jalan-jalan bersama sang kekasih mengelilingi kota Malang.
Sementara Ryan, ia pulang ke rumahnya dan mengistirahatkan tubuhnya di atas kasur yang begitu empuk.
Waktu berlalu begitu cepat tak terasa hari sudah sore, Aulia sudah bersiap dengan style kasualnya. Celana jeans panjang yang sedikit longgar dan sweater berwarna merah muda. Kali ini rambutnya ia biarkan di kuncir kuda dan poni yang menutup sebagian dahinya. Tidak lupa polesan bedak tipis dan pemerah bibir sebagai pelengkap kecantikan.
Ia buru-buru keluar dari kamarnya dan segera mengunci pintu, sebab ia mendapat pesan dari prianya jika Ryan telah menunggunya di bawah.
"Haah"
"Kenapa nona?" Ryan bertanya kala mendengar desahan berat keluar dari mulut Aulia, terdengar seperti seseorang yang sedang kesulitan.
"Sehari tidak berjumpa..." Ryan menatap serius wajah Aulia yang menampakkan wajah kelelahan.
"Mengapa rasanya sangat menyiksa" Ryan menarik sudut bibirnya tipis dan tidak berani melirik kekasihnya, memalingkan wajahnya yang terlihat memerah.
"Ayo, aku akan membawa nona ke tempat yang hanya ada kita berdua"
"Ke hotel tuan?"
"Aww" Aulia memekik kesakitan saat Ryan menjitak dahinya, pria itu merasa gemas dengan pola pikir perempuannya.
"Mau?" Aulia menggeleng cepat saat tatapan maut sedang memangsa dirinya, Ryan tertawa jenaka melihat ekspresi takut Aulia. Ryan pun meminta Aulia untuk segera naik, seperti biasa dua tangan Aulia selalu melingkar di perut sixpack Ryan, seperti alarm yang menjadi rutinitas di atas motor.
Sore itu, dua insan yang saling mencintai tanpa belenggu yang mengikat, berjalan di atas Bumi yang sama dengan perasaan lapang. Dua puluh menit berkendara, motor Vespa pun sampai di tempat yang sangat ramai.
"Apakah di sini?"
"Iya"
"Bukankah kita akan pergi ke tempat yang hanya ada kita berdua?" Aulia bertanya dengan ekspresi keheranan ketika melihat ada banyak sekali orang yang sedang bersantai di alun-alun kota, bahkan ada permainan anak-anak di sana, banyak sekali pohon beringin yang tumbuh di sana sebagai naungan bagi orang-orang yang sedang menghilangkan penat kehidupan.
Aulia melihat banyak penjual gorengan, jajanan di sana sangat banyak membuat mata perempuan itu langsung berbinar. Namun, jika di sini adalah tempat yang akan di tuju, lantas mengapa prianya mengatakan akan membawanya ke tempat yang tak seorang pun ada kecuali mereka.
"Jika aku membawa nona ke tempat yang hanya ada kita, apakah nona mau?" Ryan bertanya serius dengan tatapan dalam serta menaruh harapan yang sangat besar kepada jawaban Aulia yang mengiyakan.
"Tidak. Aku tahu pikiran buruk tuan" Jawabnya dengan seringainya. Bibir Ryan membentuk lengkungan tipis mendengar jawaban Aulia yang sarkas, lalu tangannya meraih tangan perempuannya dan mengajaknya menuju beberapa pedagang.
"Ambillah sesuka hati non"
"Serius?"
Aulia langsung bergegas saat melihat anggukan ringan oleh Ryan pertanda pria itu membenarkan. Aulia pun membeli batagor sepuluh ribu, dan Ryan pun membayarnya setelah Aulia pergi ke pedangan lain. Siklus yang terus berulang dilakukan Aulia dan Ryan. Hingga, Aulia pun beristirahat karena lelah dari belanja.
Semua belanjaan Aulia di pegang oleh Ryan, membiarkan Aulia berjalan dengan tangan kosong. Mereka pun mencari tempat untuk makan dan jauh dari orang-orang. Tibalah mereka di salah satu tempat yang sesuai dengan harapan mereka. Ryan pun mengambil sebuah kain yang terlipat dari saku celana yang dikenakan dan membentangkan di atas tanah, lalu meminta Aulia untuk duduk di kain berwarna merah mudah yang berbentuk segi empat berukuran besar.
"Semakin tuan memperlakukan aku bak putri raja, semakin aku takut... Akankah aku dapat hidup jika tuan tiba-tiba meninggalkanku?" Menghela napas dan menatap langit yang memancarkan sandyakala. Lalu beralih pada maha karya di depannya yang diciptakan Tuhan sebagai keindahan tak terbantahkan.
"Jika mencintaiku membuat nona merasa takut, maka biarkan aku yang hanya mencintai nona" Aulia menggeleng pelan dan terdengar helaan napas lagi dari hidungnya.
"Aku sudah kadung cinta pada tuan, sampai aku lupa cara untuk kembali"
"Lantas, apa yang harus aku lakukan agar nona tidak merasa takut mencintai?" Ryan bertanya sambil tangannya merapikan beberapa belanjaan Aulia, di tengah-tengah mereka.
"Selalu di sisiku dan berpura-pura lah mencintaiku di saat cinta tuan sudah tak ada untukku" Ungkapan Aulia dengan mata yang hampir basah, Ryan pun berhenti merapikan beberapa jajanan di depannya dan menatap Aulia dengan tatapan penuh kelembutan dan kehangatan.
"Tenanglah, tuanmu ini sampai kapanpun akan selalu mencintai nona"
Usai mengutarakan kegelisahan di hati, mereka pun mulai menjamah makanan di depan mereka, menggigit dan mengunyah batagor, kemudian mengunyah siomay, telur gulung dan beberapa jajanan lainnya. Sangat enak di lidah keduanya bahkan saking enaknya membuat Aulia menggoyang pelan kepalanya sebagai isyarat jika ia sungguh-sungguh menyukai makanan di tangannya.
Sedang asik makan, tak sengaja Aulia melihat dua orang nenek tua yang terlihat seperti pengemis, tersentuh hatinya dan merasa iba. Ia melihat ada beberapa kue yang dibelinya tadi, ia pun menatap ke arah Ryan seakan mengerti maksud Aulia, pria itu mengangguk sebagai tanda memberi izin.
Aulia kemudian segera mengambil beberapa roti dan minuman mineral dua botol miliknya yang masih tersegel kepada dua nenek yang dilihatnya tadi.
Di kejauhan, Ryan menatap kepergian Aulia menuju dua orang nenek,seutas senyum lebar terbentuk dari bibirnya yang sedikit tebal dan sensual.
"Aku menyukai setiap tindakanmu, dan akan selalu begitu... Aku telah menjadi budak cinta. Namun,aku bahagia melakukannya... Beberapa jam tak melihatku membuat rinduku menggila, aku sangat mencintaimu, sungguh-sungguh mencintaimu" Ryan bergumam yang matanya tak pernah lepas dari Aulia.
Tiba-tiba senyum yang tadi terukir berubah menjadi datar dan tatapan yang tadinya lembut berubah menjadi dingin. Melihat Aulia di cegat seorang pria dengan ransel di pundaknya. Pria itu mengobrol asik bersama Aulia dan Ryan sungguh tidak menyukai pemandangan yang merusak mata.
"Lihatlah betapa gilanya aku, bahkan aku cemburu pada pria yang sedang mempromosikan barang dagangannya" Tertawa mengejek untuk dirinya.
Aulia buru-buru menghampiri Ryan dan pria itu segera mengalihkan pandangannya menatap ke arah lain, sambil mengunyah telur gulung.
"Aku minta maaf, tadi ada pria yang ingin mempromosikan produknya, dia dari universitas negeri Malang, aku ingin membelinya tapi aku tidak bawa uang dan akhirnya tidak jadi" Aulia menjelaskan dan Ryan hanya mengangguk pelan. Sepertinya, pria itu masih cemburu.
"Aku minta maaf" Aulia berujar dengan suara lembut dan terdengar sangat tulus, membuat Ryan tak tega dan tersenyum pada perempuannya.
"Aku juga minta maaf, karena cemburuku seperti kekanak-kanakan" Aulia tertawa kecil dan menyentuh tangan Ryan lalu berkata.
"Aku menyukai tuan, dewasa maupun kekanak-kanakan"
.
.
.
.
Lanjut part 28