Aditya, seorang gamer top dalam Astaroth Online, mendadak terbangun sebagai Spectra—karakter prajurit bayangan yang ia mainkan selama ini. Terjebak dalam dunia game yang kini menjadi nyata, ia harus beradaptasi dengan kekuatan dan tantangan yang sebelumnya hanya ia kenal secara digital. Bersama pedang legendaris dan kemampuan magisnya, Aditya memulai petualangan berbahaya untuk mencari jawaban dan menemukan jalan pulang, sambil mengungkap misteri besar yang tersembunyi di balik dunia Astaroth Online.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LauraEll, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 15 : Pertarungan Bukti Kesetiaan
Setelah perjalanan panjang dari desa terpencil, Spectra dan kelompoknya—Arkane, serta dua vampir baru yang kini menjadi pengikutnya, Celeste dan Sylvie—tiba di kota Eldenris menjelang senja. Guild Petualang berdiri megah di tengah kota, bangunannya diterangi lentera-lentera yang memberikan suasana hangat namun penuh aktivitas.
Spectra melangkah masuk, diikuti oleh ketiganya. Ruangan itu dipenuhi suara petualang yang bercakap-cakap, tertawa, dan mengajukan misi di meja resepsionis. Begitu Spectra muncul, beberapa orang menoleh dengan tatapan tajam, mengenali pria dingin yang jarang menunjukkan ekspresi selain ketegasan.
Spectra berjalan langsung ke meja resepsionis, di mana seorang wanita muda bernama Mireille duduk dengan ramah. Namun, ketika ia mendekat, senyum ramah itu berubah menjadi tegang.
“Spectra, apa yang bisa saya bantu?” tanyanya dengan hati-hati.
“Aku di sini untuk melapor tentang misi yang berakhir di desa terpencil dekat Dark Forest,” ucap Spectra tanpa basa-basi.
Mireille mengernyit. “Kami tidak mencatat adanya misi resmi dari sana. Apa ini berkaitan dengan laporan sebelumnya tentang hilangnya penduduk desa?”
Spectra mengangguk. “Benar. Penduduk desa diculik oleh vampir, dan sebagian besar berhasil aku bebaskan. Tapi ada juga yang sudah tak tertolong.”
Keributan kecil terdengar dari meja-meja petualang. Beberapa di antaranya menatap Spectra dengan tatapan penuh skeptis.
“Vampir? Di zaman sekarang?” tanya seorang pria berbadan besar yang duduk di salah satu meja. “Cerita macam apa ini?”
“Bohong,” tambah seorang wanita dengan busur di punggungnya. “Tidak mungkin kau bisa menghadapi vampir sendirian.”
Spectra memandang mereka dengan datar. “Percaya atau tidak, itu tidak masalah. Tugasku hanya melaporkan apa yang terjadi.”
“Tapi apa bukti yang kau bawa?” pria besar itu melanjutkan dengan nada menantang.
Arkane, yang berdiri di belakang Spectra, melangkah maju. “Kami tidak membutuhkan bukti untuk menyelamatkan nyawa. Kalau kau tidak percaya, itu masalahmu sendiri.”
Suasana guild menjadi tegang. Celeste dan Sylvie berdiri diam, menahan diri untuk tidak bicara terlalu banyak agar identitas mereka tetap tersembunyi.
Mireille, merasa situasi semakin panas, menyela. “Baiklah, Spectra. Kami akan mencatat laporanmu. Jika ada masalah lebih lanjut di desa itu, guild akan mempertimbangkannya untuk tindakan selanjutnya.”
Spectra mengangguk singkat. “Bagus. Kalau selesai, aku ingin mendaftarkan tiga anggota baru ke dalam kelompokku.”
Ketegangan sedikit mereda ketika Spectra menyerahkan dokumen untuk mendaftarkan Arkane, Celeste, dan Sylvie. Mireille mengamati ketiganya dengan seksama.
“Nama?” tanyanya, memulai prosedur pendaftaran.
“Arkane,” jawab pria berambut putih dengan nada hormat.
“Celeste,” ujar vampir berambut pirang itu, memberikan senyum tipis yang hampir membuat Mireille curiga.
“Sylvie,” tambah vampir kedua dengan nada lebih datar.
Mireille menulis nama-nama itu di daftar petualang. “Kalian semua bagian dari kelompok The Hunters milik Spectra?”
Arkane mengangguk tegas, sementara Celeste dan Sylvie hanya tersenyum kecil.
“Bagus,” ujar Mireille. “Sebagai petualang baru, kalian harus menjalani beberapa misi awal untuk mendapatkan peringkat yang lebih tinggi. Tapi dengan Spectra sebagai pemimpin, aku rasa kalian tidak akan kesulitan.”
Setelah pendaftaran selesai, Spectra dan kelompoknya meninggalkan guild. Mereka berhenti di jalanan kota yang diterangi lampu. Arkane berdiri di samping Spectra, sedangkan Celeste dan Sylvie berjalan sedikit di belakang, berbincang pelan.
“Tuan ku, Kau benar-benar membiarkan mereka meremehkanmu tadi?” tanya Arkane sambil melirik Spectra.
Spectra menatap langit sejenak sebelum menjawab. “Mereka tidak penting. Tugasku hanya memastikan desa itu tidak terancam lagi. Pendapat mereka tidak akan mengubah apa-apa.”
Celeste terkekeh kecil. “Menarik. Aku tidak menyangka kau tipe yang bisa menahan diri dari konfrontasi.”
“Bukan soal menahan diri,” balas Spectra tanpa menoleh. “Aku hanya tahu kapan harus bertarung dan kapan harus mengabaikan orang bodoh.”
Sylvie, yang lebih pendiam, menambahkan dengan nada rendah, “Tapi mereka akan terus meremehkan mu. Bukankah itu berbahaya?”
Spectra berhenti dan berbalik, menatap kedua vampir itu. “Itu urusan mereka. Kalian, di sisi lain, punya tugas baru. Beradaptasi dengan kehidupan di sini dan jangan membuat masalah.”
Celeste tersenyum lebar. “Mengerti, Tuan.”
Sylvie hanya mengangguk pelan, matanya memancarkan sedikit rasa hormat yang tulus.
Saat mereka melanjutkan perjalanan menuju penginapan, Arkane berbicara lagi. “Apa langkah kita selanjutnya?”
Spectra berpikir sejenak. “Aku ingin memperkuat The Hunters. Kita butuh lebih anggota dan juga banyak misi untuk membuktikan kemampuan kita, terutama setelah insiden ini.”
“Kita?” tanya Celeste, sedikit mengejek. “Kau yakin ingin memasukkan kami ke dalam ‘kelompok’ kecilmu?”
“Kalau kalian tidak setuju, kalian bisa pergi,” jawab Spectra tajam.
Celeste mengangkat bahu. “Oh, kami tidak keberatan. Kami sudah bersumpah setia padamu , Lagipula aku ingin melihat bagaimana kau akan memimpin.”
Sylvie menatap Celeste dengan kesal. “Berhenti bermain-main. Kalau dia mengizinkan kita ikut, kita harus membuktikan bahwa kita layak.”
Arkane tersenyum tipis, memperhatikan dinamika antara kedua vampir itu. “Aku rasa ini akan menjadi perjalanan yang menarik.”
Spectra mengangguk singkat. “Mulai besok, kita fokus pada misi baru. Aku akan memilih yang sesuai dengan kemampuan kalian. Jangan buat aku menyesal mengizinkan kalian masuk ke kelompok ini.”
Ketiganya, meskipun berbeda sifat dan latar belakang, mengangguk dengan rasa hormat. Mereka tahu bahwa perjalanan mereka bersama Spectra akan penuh tantangan, tetapi juga penuh potensi.
Malam itu, saat perjalanan pulang menuju kediaman Vizcount Granbell, Spectra dan kelompok The Hunters berjalan dalam keheningan. Jalanan yang biasanya sepi terasa terlalu sunyi, hingga Arkane menyadari sesuatu.
“Tuanku, Kita diikuti,” katanya pelan, matanya tajam menatap ke arah pepohonan di sekitarnya.
Spectra melambatkan langkahnya. “Aku tahu. Mereka tidak berusaha menyembunyikan diri dengan baik.”
Dari balik bayangan, belasan petualang muncul, memblokir jalan mereka. Beberapa membawa pedang, busur, dan tombak. Di depan kelompok itu berdiri seorang pria dengan jubah berwarna merah dan topi berbulu, membawa rapier di tangannya.
“Spectra,” panggil pria itu dengan nada sopan namun penuh otoritas. “Namaku Valen Musketeer. Aku mendengar banyak tentangmu—termasuk rumor bahwa kau memimpin dua makhluk malam di sisimu.”
Spectra menatap pria itu dengan datar. “Dan apa hubungannya denganmu?”
Valen tersenyum kecil. “Kami, petualang di Eldenris, tidak menyukai rahasia kotor yang membahayakan masyarakat. Aku di sini untuk memastikan bahwa kebenaran terbongkar.”
Arkane menggerakkan tangannya ke gagang pedang, tetapi Sylvie melangkah maju dengan anggun, menghentikannya.
“Biarkan aku menangani ini,” kata Sylvie dengan nada tenang, senyum kecil menghiasi wajahnya.
“Sendirian?” tanya Arkane, alisnya terangkat.
“Ya,” jawab Sylvie tanpa ragu. Ia menoleh pada Spectra dan membungkukkan sedikit tubuhnya dengan hormat. “Izinkan aku membuktikan kesetiaanku pada tuanku yang baru.”
Spectra memandangnya selama beberapa detik sebelum mengangguk. “Jangan buang waktu.”
Pertarungan Sylvie Melawan Para Petualang
Valen mengangkat tangannya, memberi isyarat pada kelompoknya untuk bersiap. “Kau sungguh percaya diri, nona kecil. Aku harap kau tahu apa yang kau lakukan.”
Sylvie tersenyum lembut. “Kalian akan segera tahu.”
Dengan kecepatan luar biasa, Sylvie melesat ke arah petualang di barisan depan. Sebelum mereka sempat bereaksi, ia sudah ada di tengah mereka, memukul salah satu petualang dengan kekuatan yang cukup untuk membuatnya terlempar beberapa meter ke belakang.
Panah dari busur melesat ke arahnya, tetapi Sylvie memutar tubuhnya dengan lincah, menghindari setiap serangan dengan gerakan yang hampir seperti tarian. Dengan sekali lompatan, ia menghampiri pemanah itu dan menjatuhkan senjatanya ke tanah.
“Cepat menyerah,” kata Sylvie sambil tersenyum tipis.
Tiga petualang berpangkat B menyerang bersamaan dari sisi lain, pedang mereka berkilau di bawah cahaya bulan. Sylvie mengangkat tangannya, mengaktifkan sihirnya. Awan kabut gelap muncul di sekitar mereka, membingungkan lawan-lawan yang masuk ke dalamnya. Dalam hitungan detik, terdengar suara pedang yang jatuh dan erangan kesakitan.
“Kau bermain terlalu lembut,” ejek Celeste yang menonton dari belakang.
“Aku hanya ingin mereka sadar tanpa melukai mereka terlalu parah,” balas Sylvie tanpa menoleh.
Namun, Valen tidak terpengaruh oleh kabut itu. Ia melangkah maju dengan tenang, rapier-nya berkilau dengan energi sihir. “Kau lawan yang mengesankan, tapi kau belum bertarung denganku.”
Sylvie menyipitkan matanya, merasakan bahwa Valen lebih berpengalaman daripada yang lain. “Baiklah, Tuan Musketeer. Tunjukkan kehebatanmu.”
Valen menyerang dengan cepat, rapier-nya meluncur seperti kilat. Sylvie hampir tertusuk, tetapi ia melompat mundur dengan kecepatan luar biasa. Serangan mereka beradu di tengah udara—kecepatan Sylvie melawan teknik dan sihir Valen.
“Kau memang lebih dari sekadar gadis cantik biasa,” kata Valen, menghindari cakaran Sylvie.
Sylvie tersenyum. “Dan kau lebih tangguh dari yang kubayangkan.”
Mereka bertarung dengan intensitas yang semakin meningkat. Valen menggunakan sihir angin untuk mencoba menjebak Sylvie, tetapi vampir itu melompat ke udara, menciptakan gelombang energi gelap yang memecah jebakan itu.
Akhirnya, dengan satu gerakan cepat, Sylvie muncul di belakang Valen. Ia menempatkan pisau kecil di dekat leher pria itu, membuatnya terhenti.
“Cukup,” ucap Sylvie dengan suara dingin. “Kau kalah.”
Valen terdiam sejenak sebelum menurunkan rapier-nya. “Aku mengaku kalah. Kau memang luar biasa.”
Setelah Pertarungan
Sylvie melepaskan Valen dan melangkah mundur. Para petualang yang tersisa, meskipun terluka, membantu rekan-rekan mereka yang pingsan untuk bangkit.
Spectra mendekati Sylvie dengan ekspresi netral. “Kau membuktikan dirimu.”
Sylvie membungkuk dengan hormat. “Aku hanya menjalankan tugasku, Tuan."
Setelah pertarungan sengit itu Valen seketika menyadari bahwa Sylvie adalah vampir.
Valen berdiri tegak, meskipun tubuhnya jelas lelah. “Aku tak menyangka vampir bisa berjuang dengan kehormatan seperti itu. Kau berbeda dari cerita-cerita lama.”
Sylvie terkejut karena Valen bisa mengetahui identitas nya.
“Kami punya alasan untuk berubah,” jawab Sylvie dengan singkat.
Valen menatap Spectra. “Aku akan mempercayai kalian, dan aku juga akan menjaga rahasia Identitas kalian, untuk sekarang. Tapi ingat, aku akan tetap mengawasi.”
Spectra tidak menanggapi, hanya melanjutkan perjalanannya dengan kelompoknya. Malam itu, di tengah jalan menuju Vizcount Granbell, kesetiaan Sylvie semakin memperkuat posisi The Hunters sebagai kelompok yang tak bisa diremehkan.