Salahkah jika aku penasaran dengan yang namanya cinta dan kasih sayang? Salahkah jika aku sangat haus akan dua rasa itu? Sebenarnya, apa itu kasih sayang? Apa itu cinta?
Disinilah aku, tinggal sebagai seorang keponakan, sepupu, serta orang asing dalam keluarga paman yang sangat membenci kehadiranku. Berbagai cacian, siksaan, serta hinaan, semuanya aku terima. Sampai dimana... dia datang. Tiba-tiba saja, tangannya terulur, membawaku entah kemana dengan kata-katanya yang begitu hangat namun menakutkan.
"Jika kamu sangat ingin merasakan cinta dan kasih sayang, mari kita buat bersama. Mulai sekarang, sampai selamanya... akulah tempatmu untuk pulang."- Adam.
"Jika Anda benar-benar rumah saya, izinkan saya untuk selalu pulang dalam dekapan Anda. Saya mohon, jadilah rumah untuk tempat saya pulang, Tuan Adam."- Ayna.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wawawiee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30 Hebohnya Calon Kakek Nenek Buyut
***
"Tak lelo lelo lelo ledung~
Cep meneng ojo pijer nangis~
Anakku sing bagus rupane~
Yen nangis Ndak ilang baguse~"
Alunan tembang Jawa menggema di kamar itu. Ayna menyanyikannya dengan lembut seperti air mengalir hanya untuk sang calon anak yang masih bertumbuh di dalam perutnya. Tangannya tiada hentinya mengelus perutnya sendiri.
"Syukurlah dia ngga sampai stress kepikiran gara-gara kejadian lalu. Aisshh, apa sih yang dipikirkan wanita itu?"
Di luar kamar, Adam mengintip istrinya dan memperhatikan dalam diam. Ia sangat memikirkan sang istri, takut apabila Ayna merasa stress dan terbebankan karena ucapan wanita waktu itu. Tapi tidak. Malah sepulang dari Mall, Ayna malah seperti melupakan apa yang terjadi.
"Ngomong-ngomong... Suaranya merdu sekali. Baru pertama kali ini aku mendengar suara semerdu ini. Gadis kecilku sudah besar ya ternyata..."
***
"Tak lelo lelo lelo ledung~
Cep meneng ojo pijer nangis~
Anakku sing bagus rupane~
Dadio pendekaring bongso~"
Tembang itu selesai dinyanyikan. Ayna mengelus dan menatap perutnya dengan lembut. Lantunan doa penuh harapan ia panjatkan untuk sang buah hati tercinta.
"Sehat-sehat di dalam ya dedek sayang. Bunda sama ayah sayang banget sama dedek." gumamnya.
"Aku baru tahu kamu bisa nyanyi semerdu itu sayang."
"Mas."
Adam muncul di depan Ayna dengan membawa sepiring buah jeruk dan mangga. Ia membawanya dan meletakkannya di nakas samping. Ia menatap istrinya lurus, seakan ingin mengatakan sesuatu.
"Kamu ngga apa-apa sayang?"
"Hm? Alhamdulillah sehat. Kenapa Mas memangnya?" tanya Ayna bingung.
"Ah, ngga. Sudah beberapa hari yang lalu itu... Takut kamu jadi kepikiran." gumam Adam.
"Oooo itu. Aiisshh, ngapain dipikirin sih? Biarin sudah. Toh, saya sudah anggap itu angin lalu." ucap Ayna lembut.
"Lagian Mas... Mas kan bilang mau laki-laki atau perempuan yang penting kami berdua sehat dan selamat. Karena sejatinya, anak itu anugerah Tuhan yang harus kita jaga sepenuh hati. Makanya saya langsung buang itu pemikiran yang harus laki lah anaknya, harus gini lah. Ngga baik Mas, takut malah kepengaruh sama dedek." tambahnya.
Adam mengulurkan tangannya, mengelus perut Ayna yang masih rata itu. Senyumannya melebar tatkala mendengar ucapan lembut istrinya.
"Iya. Sememangnya begitu. Pokoknya, jangan sampai ada yang mengganggu pikiranmu, Ayna apalagi sampai stress. Ada yang mengganggu, bilang dan ceritakan padaku. Kamu bisa kan?"
"Iya. Selalu kok saya cerita hehehe..."
"Oh ya. Besok waktunya pemeriksaan kan? Kita akan melihat seberapa besar ini sudah anak kecil kita."
Ayna melihat kalender kecil yang ada di nakas samping. Dan ia baru ingat.
"Iya juga ya. Eh tapi Mas ngga repot kan?"
"Besok libur. repot ngapain memangnya?" ucap Adam geli.
"Lah iya juga besok Sabtu."
***
Setelah menjalani pemeriksaan pada dokter Berta, pasutri itu melihat hasil foto USG yang tertera. Anak mereka semakin sehat, bahkan detak jantungnya begitu merdu didengar.
"Iihhhh kakinya kecil bangeettt! Imutnyaaa!" ucap Ayna gemas.
"Btw, kita belum kasih tahu kakek nenek loh sampai sekarang. mengenai kehamilanmu." celetuk Adam tiba-tiba.
"Hehehe, iya juga ya. Kelupaan Mas, ya gimana ya?"
"Mau mampir ke mansion? Ada mungkin dua bulan kita ngga kesana. Haaahh siap-siap saja bokongku kena tendang kakek gara-gara ngga membawamu lagi ke mansion." gumam Adam yang sambil membayangkan dirinya akan ditendang oleh Chairul.
"Hehehe, semangat ayah!"
***
"Aiiihh cucuku sayaanngg! Hiiihhh kenapa kamu ngga mampir 2 bulanan ini?! Adam, kenapa kamu ngga datang hah?!"
Begitu heboh keadaan mansion besar itu. Karena mereka kedatangan sang Tuan muda dan Nona muda mereka. Bahkan Tiana langsung memeluk Ayna dengan erat, seolah-olah mereka sudah terpisahkan begitu lama.
"Padahal kita ngga ada proyek besar. Kok kamu ngga mampir lagi nak? Sengaja kamu buat kami kesepian hmm?" selidik Chairul.
"Haduuhhh, padahal juga kita vidcall. Masih saja dipermasalahkan? lagian Ayna baik-baik saja itu." balas Adam.
"Hmm, mulai sudah. "
Keluarga itu akhirnya saling berbicara karena memang sudah lama tidak berbicara seramai ini. Sampai pada akhirnya...
"Kakek, nenek. Ada yang mau aku dan Ayna bicarakan." ucap Adam serius.
"Hm? Kenapa memangnya?" tanya Tiana.
"Sebentar lagi... Kalian bakal punya cicit." jawab Adam singkat.
"Heh?"
"Hah?"
"Iya, Ayna sekarang hamil 3 bulan." ucap Adam lagi.
Suasana menjadi hening. Tidak ada suara yang terdengar sedikitpun, bahkan jangkrik pun tidak terdengar suaranya. Sampai...
"Ayna hamil?! Ayna, benarkah itu nak?" tanya Tiana tak percaya.
"Iya nek."
"Alhamdulillah Ya Allah... Abang, habis ini kita punya-... Abang?"
Lain halnya dengan Tiana yang jingkrak tak karuan, Chairul menjauh dan memanggil seseorang di handphonenya
"Semuanya! perketat keamanan rumah Adam dari ujung sampai ke ujung! Jangan sampai cucu cantikku dan calon cicitku kenapa-napa! Siapkan juga dokter terbaik untuk cucuku! Berapapun akan kubayar!" perintah Chairul.
"Haduuhhhh, mulai lagi sudah." inilah sebabnya Adam tidak mau ke mansion ini. Karena kakek dan neneknya akan melakukan sesuatu yang berlebihan dan yang pastinya begitu heboh.
"Ayo Ayna. Mau makan apa? Biar nenek yang masak." tawar Adam.
"Jangan! Jangan nek!" sergah Adam.
"Kamu kenapa sih? Nenek mau masakin cucu nenek!"
"Sekarang Ayna lagi ngga selera makan. Semua yang dia makan bakal dimuntahkannya. Buat sekarang, jangan dikasih makan apapun itu." ucap Adam lagi.
"Begitu ya? Pantaslah selama dua bulan ini kalian ngga mampir. Soalnya Ayna lemah begini ya. Ya Allah, cucuku... Kamu pasti menderita ya selama dua bulan ini? Tapi ngga apa-apa, nanti ke depannya ngga sesulit ini. Nenek akan selalu di sampingmu, ya?"
"Hehehe, iya nek."
"Mbok Surti! Buatin susu hangat ya. Sama siapkan biskuit coklat kalau ada!" perintah Tiana pada pembantu setianya.
"Siap Nyonya."
"Oh ya sebentar. Nenek panggilan itu kakekmu. Pasti masih bicara ini itu ke anak buah."
Sepeninggalan Tiana, Ayna langsung menoleh suaminya dengan bingung.
"Mas. Kok mas seperti nyegah nenek buat masak?"
"Emang kamu pernah masak masakannya?" tanya Adam.
"Pernah. Nasi kuning."
Adam menggenggam kedua pundak istrinya. Ia lalu menatap Ayna sendu.
"Percayalah padaku sayang. Itu nasi kuning pesan, bukan bikin. Aku nyegah nenek ngga masakin kamu, karena aku masih ingin kamu hidup dan ingin anak kita ngga kenapa-napa. Semua orang di mansion ini tahu, nenek itu ngga bisa masak. rasanya saja bisa buat korban berjatuhan. Terakhir kali adalah sopir pribadi kakek, Ghofur. Berhari-hari dia kena infeksi pencernaan setelah makan sop buatan nenek. Setelahnya, dia trauma kalau ditawarin makanan sama nenek."
Ayna menatap suaminya, dan benar ia tidak menemukan setitik kebohongan disana. Seburuk itukah masakan Tiana sampai korban berjatuhan?
"Tapi... Kakek dan Mas ngga apa-apa sampai sekarang..."
"Ya karena kita dimasakin koki sini, Aman perutku sudah."
"Heeee, sebegitunya..."
~Bersambung~