Ketika dunia manusia tiba-tiba terhubung dengan dimensi lain, Bumi terperangkap dalam kehancuran yang tak terbayangkan. Portal-portal misterius menghubungkan dua realitas yang sangat berbeda—satu dipenuhi dengan teknologi canggih, sementara lainnya dihuni oleh makhluk-makhluk magis dan sihir kuno. Dalam sekejap, kota-kota besar runtuh, peradaban manusia hancur, dan dunia yang dulu familiar kini menjadi medan pertempuran antara teknologi yang gagal dan kekuatan magis yang tak terkendali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rein Lionheart, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 29. Kebangkitan Sang Vanguard
Kael berdiri di dalam bengkel kecil yang terletak jauh di ujung Kota Baru. Cahaya redup dari panel surya yang terpasang di atap bengkel memberikan sedikit penerangan pada ruangannya. Selama berbulan-bulan, dia telah menghabiskan waktu di sini, menelusuri sisa-sisa teknologi masa lalu dan merancang sistem yang akhirnya akan menjadi Vanguard-9. Dengan armor baru ini, Kael merasakan ketegangan yang tak terucapkan—bukan karena ia telah kembali ke medan perang, tetapi karena sesuatu yang lebih dalam: sebuah peluang untuk membuktikan bahwa ia masih memiliki kekuatan, meskipun tanpa artefak kristal yang pernah memberinya segalanya.
Di hadapannya, armor itu terbaring di atas meja kerja, bagian-bagian yang terpisah namun mulai bersatu. Setiap komponen dipasang dengan hati-hati, seolah Kael sedang merakit kembali bagian dari dirinya sendiri. Tangannya terasa kaku, bekas luka dari berbagai pertempuran dan kerusakan yang terjadi selama bertahun-tahun terasa lebih nyata saat ia bekerja di sini. Namun, dalam setiap gerakan, Kael tahu bahwa ini adalah langkah pertama menuju pembalasan dan kebangkitan.
Langkah Kecil untuk Sebuah Perubahan
Malam semakin larut, dan Kael melangkah mundur sejenak, menatap Vanguard-9 yang kini hampir selesai. Meskipun dia sudah membuat kemajuan pesat, ada sesuatu yang masih mengganjal di hatinya. Apakah ini benar-benar jalan yang tepat? Apakah kekuatan mekanik ini akan cukup untuk melindungi kota dan orang-orang yang masih ia cintai?
Ceryn tiba-tiba muncul di pintu bengkel, wajahnya penuh perhatian. “Kael,” panggilnya pelan, menghentikan langkah Kael yang sudah mulai menjauh dari armor tersebut. “Aku tahu kamu merasa terpuruk setelah kehilangan artefak, tetapi jangan lupakan apa yang telah kita pelajari. Kamu bukan hanya kekuatanmu—kamu adalah orang yang membuat keputusan sulit dan mengatasi rintangan tanpa menyerah. Itu lebih berharga daripada apa pun.”
Kael menatapnya dengan tatapan yang tak terbaca, lalu mengangguk. “Aku tahu,” jawabnya, suaranya lebih lembut dari yang dia bayangkan. “Tapi tanpa kekuatan itu, bagaimana aku bisa bertahan? Bagaimana aku bisa melindungi mereka?”
Ceryn melangkah lebih dekat, meletakkan tangannya di bahu Kael. “Kamu sudah melindungi mereka dengan cara yang lebih besar dari sekadar kekuatan. Kamu mengajarkan mereka untuk bangkit dan berharap. Itu lebih berarti daripada apa pun yang bisa diberikan oleh artefak.”
Kael menarik napas dalam-dalam, menyadari betapa besar beban yang dia rasakan—bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi untuk orang-orang yang masih mengandalkan keberadaannya. Ceryn benar. Mungkin dia tidak lagi memiliki kekuatan supernatural itu, tetapi keberanian, tekad, dan kemampuan untuk belajar adalah hal-hal yang membuatnya tetap bertahan.
Esoknya, Kael memutuskan untuk menguji coba Vanguard-9. Setelah beberapa kali memastikan bahwa semua sistem armor bekerja dengan baik, ia mengenakan pakaian pelindung dan melangkah ke luar bengkel. Suasana Kota Baru yang sepi pada pagi hari memberikan kesempatan sempurna untuk menguji keterampilan dan kemampuan baru yang ia miliki. Ia tidak hanya mengandalkan teknologi untuk membantunya bertahan—ia juga harus memahami cara kerja setiap bagian dari armor ini seolah itu adalah bagian dari dirinya.
Kael menarik napas dalam-dalam dan mengaktifkan sistem energi. Ledakan kecil di bagian dada armor mengeluarkan cahaya biru lembut yang menandakan bahwa unit energi telah aktif. Dengan gerakan tangan yang halus, Kael menggerakkan lengan armor ke depan, mencoba merasakan reaksi pertama sistem servo. Sesuatu yang mengingatkannya pada saat pertama kali dia belajar menggunakan artefak kristal—perasaan terhubung dengan kekuatan yang lebih besar dari dirinya.
Armor itu bergerak dengan presisi, lengan dan kakinya mengikuti perintah dengan sempurna. Kael merasa kecepatan dan kelincahan yang baru, seperti ada sesuatu yang mengalir dalam dirinya, meski kali ini bukan melalui kristal—melainkan melalui alat yang ia ciptakan sendiri. Dia mengangkat tangan kanannya dan dengan mudah menghancurkan sebuah batu besar yang menghalangi jalannya. Suara derakan logam yang tajam terdengar, menandakan bahwa armor itu bisa memberikan serangan yang cukup kuat.
Namun, dalam hatinya, Kael tahu ini bukanlah kemenangan sepenuhnya. Ada banyak hal yang harus dipelajari, banyak pengaturan yang masih harus dilakukan. Ketika ia melangkah lebih jauh, ia merasakan beban dari armor itu, meskipun sudah dirancang agar lebih ringan. Ia harus menemukan cara untuk memaksimalkan efisiensinya, bagaimana menyesuaikan kecepatan dan kekuatan agar tetap terasa alami, bukan hanya teknologi.
Namun, saat Kael melanjutkan uji coba, suara langkah kaki tiba-tiba terdengar. Dari kejauhan, sebuah sosok muncul, mengenakan pelindung dari bahan logam yang sangat mirip dengan armor yang ia ciptakan, namun dengan desain yang lebih kasar dan terlihat lebih tua. Kael berhenti dan mengamati sosok tersebut, merasakan ketegangan yang meningkat. Sosok itu semakin mendekat, dan Kael mengenali garis-garis wajah yang familiar. Wajah yang sudah lama hilang—tapi bukan sosok yang ia harapkan.
“Kael,” suara itu terdengar dalam, menggetarkan udara di sekitarnya. “Kamu tak akan bisa melarikan diri dari takdirmu.”
Itu adalah suara Arkemis—sosok yang pernah menjadi musuh terbesarnya. Namun kali ini, Arkemis tidak sendirian. Di belakangnya, pasukan humanoid yang dilengkapi dengan senjata canggih bergerak maju. Mereka datang untuk menuntut pertarungan terakhir.
Kael merasa ketegangan merayap di tulang-tulangnya. Dia telah menciptakan Vanguard-9, tetapi sekarang, dia dihadapkan pada ujian nyata. Tanpa artefak kristal, ini adalah saat di mana dia harus membuktikan apakah kekuatannya yang baru, yang lebih manusiawi, cukup untuk mengalahkan ancaman yang semakin dekat.
Kael menatap Arkemis, menilai peluangnya. Perang ini bukan lagi tentang siapa yang lebih kuat secara fisik. Ini adalah tentang kecepatan, kecerdikan, dan tekad. Dengan armor Vanguard-9, Kael bisa bertarung lebih lama, lebih pintar, dan lebih cepat. Namun, untuk menang, dia harus lebih dari sekadar bertahan.
Saat itulah Kael menyadari bahwa Vanguard-9 bukan hanya sebuah alat—itu adalah simbol kebangkitan. Bukan hanya untuk melawan Arkemis atau musuh lainnya, tetapi untuk menghadapi dirinya sendiri.
“Ini adalah pertarungan yang sebenarnya,” Kael berpikir, menyiapkan diri untuk menghadapi masa depan yang penuh ketidakpastian.