Dia meninggalkan kemewahan demi untuk hidup sederhana. bekerja sebagai pengantar makanan di restoran miliknya sendiri.
Dan dia juga menyembunyikan identitasnya sebagai anak dan cucu orang terkaya nomor 1 di negara ini.
Dia adalah Aleta Quenbi Elvina seorang gadis genius multitalenta.
"Ngapain kamu ngikutin aku terus?" tanya Aleta.
"Karena aku suka kamu," jawab Ars to the point.
Penasaran dengan kisah mereka? baca yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pa'tam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 24
.
.
.
"Siapa kamu?" tanya Fay.
"Mengapa kamu dikejar mereka?" bukannya menjawab Aldebaran malah balik bertanya.
"Ah iya, aku ingat. Kamu orang yang aku tabrak itu, kan?" tanya Fay.
"Hmmm, itu aku," jawab Aldebaran.
"Kami sudah menghubungi orang tuamu," kata Aldebaran lagi.
"Hah... Jangan!" Aldebaran mengernyitkan dahinya.
"Kenapa? Orang tuamu sebentar lagi akan datang," tanya Aldebaran.
"Ibu tiriku, ya ibu tiriku lah dalang dari semua ini. Bahkan kematian Mommy ku juga adalah karena dia," jawab Fay dengan wajah sendu.
Aldebaran merasa iba meskipun kenyataannya dia sudah mengetahuinya lewat penyelidikan nya.
"Bagaimana kamu tau kalau ibu tirimu yang membunuh ibumu?" tanya Aldebaran.
"Aku mendengarnya sendiri percakapan, bahwa dia ingin melenyapkan aku, seperti dia menghabisi nyawa Mommy ku," jawab Fay yang mulai menangis.
Aldebaran mendekat dan tanpa ragu ia memeluk gadis itu. Bukan karena apa-apa, hanya rasa prihatin dengan nasib gadis itu. Untuk mengurangi rasa sakit hatinya, Aldebaran mencoba menenangkan gadis itu.
"Apa Daddy mu tau?" tanya Aldebaran. Fay menggeleng.
"Aku yakin Daddy tidak tau, kalau beliau tau tidak mungkin Daddy mempercayakan wanita itu untuk menjagaku," jawab Fay.
"Sabarlah, kita akan berbicara dengan Daddy mu tentang masalah ini," kata Aldebaran.
"Jangan panggil ibu tiriku kesini, aku benar-benar takut," lirih Fay.
"Tenang, aku sudah menyelidiki semuanya," kata Aldebaran.
Fay mengangguk, "terima kasih."
"Mengapa aku merasa nyaman dalam pelukannya, lembut dan ah ... Tampan sekali," batin Fay.
"Sudah tenang?" tanya Aldebaran. Seumur-umur dia tidak pernah memeluk perempuan selain keluarganya sendiri.
Fay adalah perempuan pertama yang yang mendapat pelukan dari seorang Aldebaran. Entahlah, mungkin niatnya hanya ingin menenangkan gadis itu, atau juga karena rasa iba.
"Terima kasih karena menolongku, kalau tidak ...." Fay tidak dapat meneruskan ucapannya.
Ia tidak bisa membayangkan bagaimana nasibnya kalau tidak ada orang yang menolongnya.
"Itu hanya kebetulan saja," jawab Aldebaran.
Fay pun mengangguk. Ia tidak berani menatap wajah tampan Aldebaran. Entah mengapa hatinya terasa berdebar saat menatap wajah tampan itu.
"Aku belum pernah merasakan seperti ini?" batin Fay. Kemudian ia kembali berbaring.
Aldebaran begitu telaten melayani gadis itu. Tentu saja Fay merasa tersentuh dengan perlakuan yang tidak wajar menurutnya.
Mengapa tidak wajar? Karena jantungnya serasa mau lepas dari tempatnya. Sementara Aldebaran biasa-biasa saja, meskipun ada rasa aneh dengan detak jantungnya saat ini. Sikapnya yang dingin membuat dirinya menepis debaran itu.
"Mungkin hari ini Daddy mu datang," kata Aldebaran.
Fay hanya mengangguk, ia masih menetralkan perasaannya saat ini, perasaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Dan perlakuan Aldebaran yang lembut tidak pernah ia rasakan dari laki-laki manapun.
"Mengapa dia begitu baik? Kalau aku jatuh pada pesonanya bagaimana? Aku takut tidak bisa bangkit," batin Fay.
"Cantik juga," gumam Aldebaran.
"Hah, kamu ngomong apa?" tanya Fay. Karena Fay kurang jelas mendengarnya.
"Tidak! Aku tidak ngomong apa-apa," jawab Aldebaran. Kemudian Aldebaran menelpon sang adik.
"Halo Al, tumben nelpon," sapa Aleta menjawab panggilan tersebut.
"Mmm, kamu dimana sekarang?" tanya Aldebaran.
"Di restoran, kebetulan aku baru sampai," jawab Aleta.
"Bawakan makanan untuk 2 orang kerumah sakit Bunda, langsung ke ruangan VVIP," kata Aldebaran.
"Baik. Siapa yang sa ...."
Tut.... Panggilan pun terputus, Aleta tidak jadi meneruskan pertanyaannya.
"Kebiasaan," gerutu Aleta.
Sementara Aldebaran tidak merasa bersalah sedikitpun, setelah mematikan sambungan teleponnya secara sepihak.
Aldebaran kembali duduk di sofa sambil melanjutkan pekerjaannya yang dikirim oleh asistennya melalui email.
Satu jam kemudian, pintu ruangan itu diketuk. Aldebaran bangkit dan langsung membuka pintu.
"Pengantar makanan," ucap Aleta sedikit berteriak. Aldebaran tersenyum melihat kekonyolan sang adik.
"Gayamu dek, sudah seperti pengantar makanan beneran," kata Aldebaran.
"Lah kan emang iya," jawab Aleta.
Aleta hendak masuk, tapi dicegah oleh Aldebaran. Aleta berusaha memaksakan diri untuk masuk ingin tau siapa yang ada didalam. Namun Aldebaran masih berusaha untuk menghalangi. Hingga akhirnya...
Buugh ... Satu tendangan mendarat sempurna diperut Aldebaran. Membuatnya mundur beberapa langkah. Aleta pun segera masuk.
"Salah sendiri, coba tidak menghalangi jalanku untuk masuk. Tidak begini jadinya," ucap Aleta santai.
"Cewek galak seperti itu, aku yakin tidak akan ada cowok yang mau," kata Aldebaran.
"Daripada kamu, jomblo sejak lahir. Ngenes banget," ejek Aleta.
Fay hanya bengong melihat dua bersaudara itu berdebat. Fay melihat keduanya nampak mirip, jadi Fay berkesimpulan bahwa mereka adalah saudara.
Sementara Aleta masih belum menyadari keberadaan Fay, karena ia asik berdebat dengan Aldebaran.
Mata Aleta melotot saat pandangannya tertuju pada ranjang rumah sakit. Dan melihat seorang gadis cantik meskipun banyak kesan luka dibagian tubuh dan juga wajahnya.
"Siapa dia Al?" tanya Aleta.
"Kepo," jawab Aldebaran.
Aleta mencebikkan bibirnya. Ia berjalan kearah ranjang rumah sakit. Matanya memandang lekat gadis itu.
"Siapa kamu?" tanya Aleta.
"Dek, jangan buat dia takut dengan sifatmu itu," kata Aldebaran.
"Siapa namamu?" tanya Aleta lagi. Ia tidak mengendahkan perkataan Aldebaran.
"Fay, namaku Fay," jawabnya.
"Nama yang cantik seperti orangnya," kata Aleta. Fay tertunduk.
"Jangan malu, kita sesama perempuan kok," kata Aleta.
Aldebaran memberikan satu kotak makanan untuk Fay, kemudian satunya untuk dirinya sendiri. Aldebaran mulai makan dan dia juga menyuruh Fay untuk makan.
Aleta melihat Fay sepertinya ragu, iapun mengambil sendok dan tidak lupa ia juga menyendok makanan tersebut. Dan perlahan menyuapkan nya kemulut Fay.
"Aku bisa sendiri," kata Fay akhirnya.
Ram dan Cahaya masuk, Cahaya membawakan mereka sarapan ternyata sudah keduluan Aleta.
"Kalian sudah makan rupanya, maafkan bunda karena datang terlambat," ucap Cahaya.
"Tidak apa-apa Bun," jawab Aleta.
Fay semakin tertunduk, Cahaya langsung menghampiri Fay dan mengambil alih makanan ditangan Aleta.
Cahaya menyuapkan makanan kedalam mulut Fay, seketika Fay menangis. Cahaya segera memeluknya dan menenangkannya.
"Gak apa-apa, jangan sedih. Anggap kami keluargamu," ucap Cahaya mengelus rambut Fay.
Hal itu malah semakin membuat Fay menangis. Ia teringat akan kasih sayang Mommynya. Meskipun Mommynya sudah lama meninggal, tapi Fay tetap mengingatnya bahkan merindukannya. Itu sebabnya Fay menangis.
Setelah merasa tenang, dan tangisan Fay mereda. Cahaya melepas pelukannya dan kembali menyuapi Fay makanan.
"Terima kasih," ucap Fay pelan. Tapi masih bisa didengar oleh Cahaya.
Cahaya pun mengangguk, dan kembali menyuapi Fay makanan, hingga makanan itu habis.
Kelembutan Cahaya padanya, membuat Fay merasakan kasih sayang seorang ibu. Fay kembali menitiskan airmata, tapi tidak seperti tadi. Kali ini tanpa suara, hanya airmata yang mengalir begitu saja dari pelupuk matanya. Perlahan Cahaya mengusap airmata itu.
"Bagaimana kamu bertemu dengannya?" tanya Aleta pada Aldebaran.
"Aku hanya menolongnya saat ia dikejar penjahat," jawab Aldebaran.
"Sepertinya dia cocok denganmu, Al," kata Aleta.
"Ngaco," jawab Aldebaran.
Al menepis perasaannya itu, karena ia memang belum menyadarinya.
.
.
.