Di balik suami yang sibuk mencari nafkah, ada istri tak tahu diri yang justru asyik selingkuh dengan alasan kesepian—kurang perhatian.
Sementara di balik istri patuh, ada suami tak tahu diri yang asyik selingkuh, dan mendapat dukungan penuh keluarganya, hanya karena selingkuhannya kaya raya!
Berawal dari Akbar mengaku diPHK hingga tak bisa memberi uang sepeser pun. Namun, Akbar justru jadi makin rapi, necis, bahkan wangi. Alih-alih mencari kerja seperti pamitnya, Arini justru menemukan Akbar ngamar bareng Killa—wanita seksi, dan tak lain istri Ardhan, bos Arini!
“Enggak usah bingung apalagi buang-buang energi, Rin. Kalau mereka saja bisa selingkuh, kenapa kita enggak? Ayo, kamu selingkuh sama saya. Saya bersumpah akan memperlakukan kamu seperti ratu, biar suami kamu nangis darah!” ucap Ardhan kepada Arini. Mereka sama-sama menyaksikan perselingkuhan pasangan mereka.
“Kenapa hanya selingkuh? Kenapa Pak Ardhan enggak langsung nikahin saya saja?” balas Arini sangat serius.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30. Beneran Pengantin Baru
“Taruh, ... steplesnya taruh. Takutnya kena tangan kamu,” ucap Ardhan langsung sigap.
“Eh, ... bisa enggak ini jantung biasa saja jangan jedak-jeduk terus? Si Orang Keren bisa tahu kalau aku deg-degan. Keras banget detak jantungku. Aku saja keberisikan sendiri!” batin Arini. Sebab selain bertutur saja sangat lembut dan terdengar sangat perhatian, Ardhan juga sampai membopongnya.
Ardhan yang memakai kaos lengan pendek warna putih dan mengekspose keindahan tubuhnya. Dipadukan dengan celana piama panjang warna biru tua, menaruh Arini di meja Arini menaruh ponsel. Meja tersebut dirasa Ardhan paling aman. Karena setelah ia tatap saksama, di meja tak sampai ada steples.
“Mungkin kebetulan ada stelpes yang ketinggalan enggak kelihatan pas dibersihin sama Mbak,” ucap Arini kepada Ardhan yang tengah menatap saksama keadaan di sana.
Alih-alih membiarkan Arini membersihkan dan membereskan kamar, Ardhan justru melakukannya sendiri. Walau geraknya bukan tipikal cekatan layaknya orang yang sudah terbiasa melakukan, cara Ardhan bekerja menegaskan bahwa pria itu tipikal sangat teliti.
“Jangan-jangan, si Pilen sengaja sebar steples bahkan jarum gara-gara kesel ke kamu,” ucap Ardhan sudah mulai menarik selimut kemudian para bantal dari tempat tidurnya.
“Jangan gitu ... si Pilen itu ... kayak cuma butuh perhatian kok. Andai dia menemukan orang apalagi wanita yang cocok bisa kasih dia arahan, dia pasti balik normal,” yakin Arini yang juga jadi berbicara lembut mengimbangi Ardhan.
Mendengar itu, Ardhan yang awalnya fokus beres-beres langsung panik. “Kamu enggak perhatian terus kasih saran dan arahan juga kan, ke Pilen?” sergahnya kemudian menyugar poni rambutnya yang masih setengah basah. “Kalau dia sampai baper terus naksir ke kamu, gimana?”
“Masya Allah Pak Suami, ... pamer jidat saja sekeren ini?” batin Arini yang jadi tidak fokus. Fokusnya justru teralih pada jidat sekaligus wajah sang suami. Keluh kesah tentang Pilen sama sekali tidak masuk ke telinganya apalagi sampai masuk ke pikirannya.
Di mata Arini, Ardhan terlihat sangat tampan. Meski kali ini, ekspresi Ardhan tampak layaknya orang frustrasi pada kebanyakan. Entah apa yang terjadi, tapi walau terprsona kepada ketampanan pria yang sudah resmi menjadi suaminya, Arini berusaha kembali fokus.
Di lain sisi, diamnya Arini yang berakhir kebingungan dan terlihat tidak fokus, justru membuat Ardhan gemas geregetan. Ardhan refleks mengangkat tubuh Arini kemudian membaringkannya dengan buru-buru sekaligus paksa ke tempat tidur. Namun tanpa direncanakan, ulah Ardhan tersebut justru membuat bibir mereka bertemu sekaligus menempel secara paksa.
Pelan tapi pasti, Arini yang awalnya memejamkan erat kedua matanya, berangsur membukanya. Ia rasakan, Ardhan tak mengubah keadaan dan seolah sengaja, walau ternyata, kedua mata pria itu sudah lebih dulu terbuka. Arini yang sadar tadi Ardhan melakukannya karena kesal, sengaja menarik diri. Meski tentu saja, ia tak bisa sepenuhnya pergi dari tubuh Ardhan yang menindihnya.
“Pak Suami, ... marah? Itu tadi, kita bahas apa, sih? Aku enggak fokus. M—maaf ...,” lirih Arini dan membuatnya mendapati sang suami jadi bingung sendiri.
Sadar Ardhan belum bisa menurunkan kadar kekesalannya. Arini memberanikan diri untuk membiarkan kedua tangannya yang gemetaran, meraih kemudian mengelus-elus kedua lengan Ardhan.
Seperti sebelumnya, lagi-lagi ulah Arini yang kembali penuh perhatian kepadanya, membuat hati seorang Ardhan tersentuh. Perbedaan usia yang cukup jauh, sama sekali tidak menjadi penghambat hubungan mereka. Mereka tak mengalami kesulitan dalam berkomunikasi maupun dalam saling memahami. Ardhan merasa, Arini yang usianya tujuh tahun lebih muda darinya, bisa mengimbangi bahkan mengayominya yang tak memiliki banyak stok kesabaran. Entah sejak kapan perasaan nyaman itu Ardhan rasakan di setiap kebersamaan mereka. Namun Ardhan berpikir, bisa jadi itu karena Arini yang memang tipikal spek istri idamannya.
Wanita seperti Arini lah yang Ardhan butuhkan menjadi istrinya. Wanita tangguh, ceria, selalu akan mengimbangi sekaligus mengayomi, yang juga masih bisa manja—pikir Ardhan tiba-tiba saja menyadarinya. Bahwa Arini memang wanita idamannya.
“Belajar dari yang sudah-sudah. Semoga di pernikahan yang sekarang, kita bisa menjadi lebih baik lagi,” lembut Arini yang kemudian tak lagi mengusap maupun mengelus-elus kedua lengan Ardhan.
Namun, kedua tangan Arini tak meninggalkan Ardhan begitu saja. Sebab kedua tangannya hanya berpindah posisi, dan itu untuk mendekap hangat punggung sang suami.
“Lagi-lagi serasa mimpi, tapi ini nyata. Ya Allah, semoga kami bisa jadi pasangan yang kompak. Pasangan yang saling mengasihi sekaligus menyayangi apa pun yang terjadi, sampai nanti, dan hanya maut yang bisa memisahkan kami. Minimal, tolong biarkan kami hidup hingga kami turut merawat buyut-buyut kami. Apalagi, kami janji akan hidup sehat sekaligus menjadi manusia lebih baik lagi,” ucap Arini benar-benar memohon.
Mulut Ardhan memang sudah langsung mengaminkan, tapi air matanya tidak bisa berbohong. Sebab apa yang baru saja Arini katakan, sukses menjungkir balikkan perasaan sekaligus hatinya. Bisa-bisanya Arini kepikiran untuk mendoakan hubungan mereka? Tak semua pasangan atau setidaknya orang begitu. Karena Ardhan saja belum kepikiran melakukannya, meski kini, Ardhan jadi kepikiran untuk rutin melakukannya.
“Pak Suami, ... mulai sekarang aku enggak mau ngebatin-batin lagi. Sudah jadi suami juga. Jadi, mau aku marah, mau aku tersanjung, mau aku muji-muji, atau malah m a k i. Kamu wajib tahu!” ucap Arini.
Detik itu juga, senyum hangat terukir di bibir Ardhan seiring hatinya yang jadi berbunga-bunga. “Kalaupun kamu mau pakai bahasa kalbu, lama-lama aku juga tahu! Terbiasa bersama bikin aku bisa paham kondisi. Kamu mendadak diam saja aku tahu, ada yang enggak beres.”
“Oh iya ... ini ... posisi gini, jangan lama-lama, ya. Berat. Aku jadi susah napas,” pinta Arini dan langsung membuat Ardhan tersipu sambil balas memeluk Arini erat.
“Lima menit! Aku pengin pelukan kayak gini lima menit!” ucap Ardhan yang kemudian mengecup kilat ubun-ubun kepala Arini.
“Oke. Aku sanggup lima belas menit!” ucap Arini dan lagi-lagi membuat Ardhan nyengir.
Bibir Ardhan juga jadi makin rurin bahkan jadi benar-benar sibuk mengecup kepala Arini. Kemudian, Ardhan jujur bahwa dirinya tak mau berbagi perhatian Arini dengan siapa pun. Tanpa terkecuali kepada Pilen. Sebab Ardhan mengakui, dirinya cemburu. Terlebih setelah apa yang terjadi pada Killa. Meski yang ada, pengakuannya itu justru membuatnya ditertawakan Arini.
“Aku trauma,” ucap Ardhan sambil menatap saksama kedua mata Arini.
“Aku tahu tempat sekaligus porsinya, Pak Suami. Tentu sikapku ke Pak Suami dan ke mereka berbeda. Lagipula, sikap kita ke orang juga berdampak ke orang terdekat kita. Iya, kan? Yuk lanjut beberes dulu karena aku mulai ngantuk. Takutnya aku ketiduran terus sulit dibangun. Pak suami ‘mau’ kan?”
Bergagas Ardhan menatap Arini. Ia mendadak bersemangat bahkan ceria karena ‘mau’ yang Arini maksud. Ardhan terlalu penasaran dan ingin mendengar secara lengkap penawaran ‘mau’ sang istri secepatnya.
“Coba katakan ke aku. Mau apa? Kamu lagi menawari aku apa?” sergah Ardhan mengebu-gebu tanpa bisa menyudahi senyum penuh kebahagiaannya.
“Jujur ya, kalau diginiin, aku jadi enggak karuan!” ucap Arini yang jadi uring-uringan. Berbeda dari sebelumnya, ulah Ardhan yang terus menatapnya penuh bersemangat, dan itu dengan jarak sangat dekat, membuatnya sangat gugup. Sekadar menatap Ardhan saja, ia jadi tidak sanggup. Hingga yang ada, selain memalingkan wajah menghindari setiap tatapan Ardhan, Arini juga sampai memejamkan kedua matanya erat.
“Anak siapa sih, gemesin banget gini. Kenapa baru dari sekarang, ... enggak dari dulu saja? Kenapa kita nikahnya baru sekarang?” ucap Ardhan yang pada akhirnya menyesal, kenapa baru sekarang mereka mengenal.
Setelah sibuk m e n c i u m gemas wajah sekaligus bibir Arini berulang kali, Ardhan bergegas mengakhirinya. Begitu juga dengan Arini yang selalu membalas, seberapa pun gugup dirinya karena kelakuan Ardhan.
Lanjut membereskan tempat tidur, Arini dan Ardhan lakukan bersama. Ardhan sengaja mengangkat tubuh Arini dan membiarkannya naik ke pundaknya untuk bisa mengambil stok selimut yang memang ada di rak paling atas.
“Kamu orang pertama yang berani nginj ak -in jak aku!”
“Eh, eh ... Bapak yang minta karena ini pun buat ambil stok bed cover. Salah siapa Bapak melarang aku manjat lemari!”
“Daripada kamu manjat lemari setinggi itu, mending kamu panjat aku saja. Ya sudah ayo cepat, berani nawarin wajib cepat-cepat e k s e k u si!”
Arini tidak bisa untuk tidak tersipu. “Ini beneran pengantin baru. Semuanya terasa indah. Bahkan walau aku punya banyak PR yang harus diberesin karena seserahan baki dari pihak suami, sama kado dari mereka, belum ada yang aku tapikan,” batin Arini.
Tentu Arini masih sangat ingat. Selain saat dengan Akbar dirinya hanya menikah di KUA dan itu saat lebaran idul fitri yang membuat mereka sangat mengantri. Sebab idul fitri juga identik dengan pernikahan masal, baru pulang ke rumah Akbar pun, Arini sudah harus membereskan semua pekerjaan rumah. Kesalnya, meski Akbar selalu berusaha membantu, dua alarm r u s a k tapi hidup dalam dunia Akbar, terus saja berusaha menarik Akbar dari Arini.
(Ramaikan yaaa. Siang aku update lagi. Sebenarnya aku pengin up g i la2n. Tapi takut yang baca belum ada waktu dan jadinya numpuk banyak. Retensi ngeri banget asli kalau enggak kompak. Kapan sih penilaian retensi ini diganti 😭🤦🏻♀️💪)
ayo up lagi
batal nikah wweeiii...
orang keq mereka tak perlu d'tangisi... kuy lah kalean menikah.. 🤭🤭🤭🤭🤭🤣🤣🤣