Sebuah keputusan besar terpaksa harus Jena ambil demi menghidupi keluarganya. Menikah dengan Bos diperusahaannya untuk mendapatkan keturunan agar dapat meneruskan perusahaan adalah hal yang gila. Namun apa jadinya jika pernikahan itu terjadi diatas kontrak? temukan jawabannya disini 👇🏻.. Selamat membaca 🤗🥰🥰
.
Happy Reading
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nazefa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25 Hadiah Terindah
Dua Minggu kemudian.......'
✨
"Hari ini kita ada meeting di daerah Bandung, Tuan." ucap Jena.
"Saya tau, kamu urus saja materi meetingnya, jangan sampai kita gagal mendapatkan proyek besar ini." balas Vero.
"Baik Tuan, meeting akan di adakan di restoran khas Sunda dan klien yang akan kita temui bernama Tuan Hendra" terang Jena.
"Ya, segera kamu siapkan semuanya." titah Vero.
"Baik Tuan." ucap Jena dengan menundukkan kepalanya tanda patuh.
"Kalau begitu saya permisi." pamit Jena.
Jena keluar dari ruang Direktur Utama dan kini mulai berjalan menuju ke meja kerjanya untuk menyiapkan keperluan meeting mereka hari ini. Tapi tiba-tiba kepala Jena mendadak terasa sangat pusing hingga membuatnya hampir terjatuh, untungnya Rey yang kebetulan sedang lewat untuk pergi ke ruangan Savero, langsung menangkap tubuh gadis itu.
"Nona! Anda tidak apa-apa?" tanya Rey dengan cemas.
"Asisten Rey, kepalaku sangat pusing." ucap Jena dengan memegangi kepalanya.
Acha dan Teo yang juga melihat posisi Jena saat ini pun langsung berlari menghampirinya.
"Je, kamu kenapa?" tanya Acha.
"Iya Je, muka kamu pucat banget. Kamu sakit?" sambung Teo.
Jena merasa sangat pusing dan lemas tapi dia harus segera melakukan pekerjaannya karena meeting yang akan mereka lakukan kali ini sangatlah penting.
Dengan sekuat tenaga Jena mencoba menahan tubuhnya.
"Nggak papa, aku harus siapkan materi untuk meeting sekarang." ucap Jena.
"Tapi Je, kamu kelihatan lemes banget gitu. Mendingan kamu ijin dulu aja ke dokter." ujar Acha.
"Benar Sekertaris Je, seperti anda butuh ke dokter sekarang." timpal Rey.
"Tapi aku harus pergi meeting bersama Tuan Vero pagi ini." ucap Jena kekeh.
Namun tubuh Jena tidak bisa berbohong, Jena kembali ambruk dengan keringat dingin yang kini mulai membasahi keningnya. Dengan sigap Rey dan Teo langsung menahan lengan gadis itu agar tidak terjatuh.
Savero yang entah sejak kapan sudah berdiri di depan pintu ruangannya karena mendengar suara bising dari luar dan memperhatikan mereka sedari tadi pun tidak bisa berbuat banyak untuk Jena. Karena posisi yang kini tidak memungkinkan untuknya menolong istri kontraknya itu.
Entah mengapa hati Savero kini terasa amat sakit, melihat orang-orang di sekitar bisa memperhatikan istri kontraknya dengan begitu baik. Sedangkan dirinya sendiri hanya bisa menatap dari kejauhan.
Apalagi kini Savero sungguh merasa sangat tidak suka jika tubuh istrinya dipegang oleh orang lain selain dirinya.
Segera Savero mengambil ponsel dari saku celananya dan mulai menghubungkan sambungan telfon. Dari sana tampak handphone milik Asistennya berbunyi, dan Rey segera mengangkat telfon tersebut.
"Rey, bawa Jena ke dokter sekarang!" titah Vero.
Rey yang segera mengerti perintah Tuannya pun langsung melakukan tugasnya.
"Mari sekertaris Je, saya antarkan anda ke dokter sekarang." ucap Rey.
Jena tidak bisa menjawab apapun karena tubuhnya kini sungguh sangat lemas. Rey yang tidak mau membuang waktu lagi pun langsung mengangkat tubuh Jena dengan kedua tangannya dan mulai membawanya pergi. Savero tercengang melihatnya, dia sungguh tidak suka dengan apa yang dia lihat kini.
Savero mengepalkan kedua tangannya, menatap tidak suka pada apa yang Rey lakukan pada istrinya. Seolah-olah dimata Savero kini Rey sedang mengambil kesempatan dibelakangnya.
"Kurang ajar!" gumam Savero.
🩸
🩸
🩸
Setelah menghubungi klien untuk membatalkan pertemuan mereka hari ini, Savero langsung pergi untuk menyusul Jena ke rumah sakit. Kebetulan pagi tadi Savero membawa mobil sendiri karena Rey masih ada pekerjaan diluar.
Setelah sampai di rumah sakit Savero langsung menghampiri Rey yang sedang duduk didepan salah satu ruangan.
"Rey! Bagaimana keadaan Jena?" tanya Savero dengan berjalan tergesa-gesa.
"Belum tau Tuan, Nona Jena baru saja masuk untuk diperiksa di dalam." terang Rey.
"Baiklah, aku akan masuk untuk memastikan." ucap Savero.
Savero mulai berjalan dan membuka pintu ruangan itu lalu masuk ke dalam dan menutupnya kembali.
Nampak dari sana Jena masih diperiksa dengan membaringkan tubuhnya di ranjang rumah sakit tersebut. Dengan segera Savero menghampiri Jena dan dokter Salwa.
"Bagaimana keadaan istri saya dokter?" tanya Savero yang kini sudah berdiri di samping ranjang Jena.
Jena menatap kaget dengan kemunculan Savero yang menurutnya sangat tiba-tiba itu.
"Tuan? untuk apa Tuan berada disini? bukankah seharusnya Tuan pergi ke Bandung untuk meeting?" tanya Jena menatap heran.
"Bagaimana bisa aku meninggalkanmu dalam keadaan seperti ini?" ucap Vero.
Seketika Jena sangat merasa bersalah pada Savero, karena Jena berfikir semua ini pasti gara-gara dia.
"Maaf Tuan, karena saya tidak bisa mendampingi Tuan untuk meeting hari ini." ucap Jena.
"Kamu tenang saja, semua itu sudah saya urus. Lebih baik sekarang kita fokus pada kesehatanmu." ujar Savero.
"Terimakasih Tuan."
Pandangan Savero kini beralih ke dokter Salwa yang berdiri di depannya.
"Jadi bagaimana dokter dengan istri saya?" tanya Savero.
"Tuan tidak usah khawatir, hal seperti ini sering terjadi disaat seseorang sedang memasuki masa kehamilan." jawab dokter Salwa.
"Jadi maksudnya istri saya sedang hamil?"tanya Savero antusias.
"Iya, Usia kandungan istri anda hampir memasuki dua minggu. Selamat Tuan Savero karena sebentar lagi anda akan menjadi seorang ayah." ucap dokter Salwa dengan berjabat tangan.
"Terimakasih dokter." jawab Savero.
"Kalau begitu saya tinggal dulu untuk membuat resep vitamin yang harus istri anda minum selama masa kehamilan." pamit dokter Salwa.
"Baik dokter."
Setelah dokter Salwa kembali ke mejanya untuk menuliskan resep, kini Savero dan Jena saling menatap dalam-dalam dengan penuh kebahagiaan.
"Terimakasih Je, kamu sudah memberikan hadiah terindah dalam hidupku." ucap Savero dengan mendekatkan wajah mereka.
"Ya, sama-sama Tuan." jawab Jena yang tidak kalah bahagia.
Savero mengecup kening Jena dengan begitu lembut mengisyaratkan rasa bahagia sekaligus terimakasih yang amat besar pada gadis cantik itu.
Setelah semuanya selesai, mereka bertiga keluar bersama dari rumah sakit itu menuju basemen rumah sakit. Savero berjalan dengan memapah tubuh Jena.
"Sudah Tuan, saya sudah tidak apa-apa. Tuan tidak perlu terlalu khawatir." ucap Jena.
"Tidak apa-apa bagaimana? tubuh kamu ini masih lemah." ujar Vero.
Tapi Jena memang seperti itu, dia tidak mau terlihat lemah Dimata siapapun. Dia selalu saja mencoba sok kuat didepan orang lain.
"Sungguh Tuan saya sudah merasa lebih baik sekarang." ucap Jena.
"Lebih baik Tuan kembali ke kantor saja sekarang dan saya akan pulang bersama asisten Rey ke apartemen." sambungnya lagi.
"Tidak boleh!" sergah Savero.
"Eh! maksudku, biarkan aku yang akan mengantar dan menjagamu hari ini." ucap Savero dengan membetulkan nada bicaranya.
Jena menatap aneh ke arah Savero, sementara sebenarnya Savero hanya masih merasa kesal jika mengingat tadi Rey menggendong Jena didepan semua orang. Lebih persisnya lagi didepan kedua matanya.
Akhirnya Jena pulang satu mobil bersama Savero, sementara Rey kembali ke kantor atas perintah dari Savero.