JANGAN BOOM LIKE 🙏🏻
Di tengah kehancuran yang ditinggalkan oleh amukan Liora Ravenscroft, putri bungsu dari Grand Duke Dimitri Ravenscroft, ruangan berantakan dan pelayan-pelayan yang ketakutan menggambarkan betapa dahsyatnya kemarahan Liora. Namun, ketika ia terbangun di tengah kekacauan tersebut, ia menemukan dirinya dalam keadaan bingung dan tak ingat apa pun, termasuk identitas dirinya.
Liora yang dulunya dikenal sebagai wanita dengan temperamental yang sangat buruk, kini terkejut saat menyadari perubahan pada dirinya, termasuk wajahnya yang kini berbeda dan fakta bahwa ia telah meracuni kekasih Putra Mahkota. Dengan mengandalkan pelayan bernama Saina untuk mengungkap semua informasi yang hilang, Liora mulai menggali kembali ingatannya yang tersembunyi dan mencari tahu alasan di balik amukannya yang mengakibatkan hukuman skors.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rosalyn., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
HUKUMAN
...28...
Liora berhenti tepat di depan Saina. Ia menatap datar ke arah dua pelayan yang sedang berlutut di lantai. Tak sedikit pun ada belas kasih di tatapan Liora, matanya bagaikan milik seseorang yang sudah tak lagi percaya pada apa pun.
"Mengapa kau ada di sini? Seharusnya ini adalah waktu istirahatmu, bukan?" Liora berbicara tanpa sedikit pun menghiraukan kedua pelayan yang menangis dalam diam.
Saina melirik tajam kedua pelayan itu dari sudut matanya. "Saya hanya sedang mengurus sesuatu yang tidak penting, My Lady."
Aura intimidasi Liora begitu kuat. Kedua pelayan tersebut menggigil ketakutan, khawatir akan hukuman yang mungkin diberikan oleh Liora nantinya. Liora dikenal sebagai seorang bangsawan yang tak kenal ampun. Ia sering menyiksa pelayan-pelayannya tanpa ragu.
Ketakutan mereka semakin menjadi ketika Liora melangkah maju. Seketika, mereka langsung bersujud, menangis dengan telapak tangan yang terus menyatu di depan dada.
"Mohon ampun, Tuan Putri. Saya pantas mati, tolong ampuni saya..." ucap pelayan kedua dengan suara tercekat.
"Perbuatan saya adalah kejahatan, Tuan Putri. Saya pantas mati!" seru pelayan pertama.
Suara mereka menggema di seluruh ruangan. Para pelayan lain yang menyaksikan hanya bisa terdiam, tak berani mengeluarkan suara. Mereka hanya bisa prihatin dengan nasib rekan-rekannya, tanpa mampu memberikan bantuan apa pun.
"Kalian tahu, apa kesalahan yang telah kalian perbuat?" tanya Liora dengan tajam, memandang keduanya dengan datar.
Kedua pelayan itu mengangkat kepala dengan ragu. Salah satu dari mereka akhirnya berkata dengan suara bergetar, "Kami telah membuat kesalahan yang tidak layak diampuni, Tuan Putri. Kami telah berbicara buruk di belakang Anda, Tuan Putri."
Liora menatap kedua pelayan itu tanpa ekspresi, meskipun di dalam dirinya ada riak emosi yang tak tampak dari luar. Ia mengerti bahwa gosip adalah hal biasa di kalangan para pelayan, tapi di dunia yang ia tempati sekarang, kata-kata bisa lebih berbahaya daripada tindakan.
“Kalian berbicara buruk tentangku?” Liora mengulangi pernyataan mereka, suaranya sedingin es.
Kedua pelayan itu semakin menunduk, gemetar di tempat mereka berlutut. Saina, yang berdiri di belakang, memperhatikan tanpa ikut campur, wajahnya tak menunjukkan tanda-tanda simpati.
“Apakah kalian merasa bangga dengan hal itu? Merasa bahwa mulut kalian, yang tak terjaga, pantas menyebarkan rumor di rumah ini?”
Pelayan pertama menangis lebih keras, sementara yang kedua mencoba menjawab meski suaranya serak karena ketakutan. “Tidak, Tuan Putri… Kami tidak bermaksud... Kami khilaf...”
Liora menghela napas lelah. Ia menatap kedua pelayan itu dengan datar, namun di hatinya sama sekali tak ingin menghukum kedua pelayan tersebut. Ia tahu, kedua pelayan itu sudah membuat kesalahan, namun kesalahan yang mereka lakukan tidak membuat Liora merasa tersinggung.
Pun ia mengakui, jika semuanya adalah hal wajar. Liora asli sudah sangat sering menyiksa mereka, sehingga membuat Liora saat ini bisa sedikit mengerti. Tapi bukan berarti ia membiarkan mereka begitu saja, ia harus tetap memberikan hukuman pada kedua pelayan tersebut.
"Hanya kali ini," Liora menatap tajam ke arah kedua pelayan itu, menghela napas berat lalu mulai melanjutkan. "Aku akan membiarkan kalian tetap hidup. Tapi... Bukan berarti kalian bebas dari hukuman!!" tegas Liora, menyapu pandangan keseluruhan pelayan yang sedang berada di sana.
Kedua pelayan itu terisak dalam ketakutan yang semakin dalam. Meski Liora mengampuni nyawa mereka, bayangan hukuman yang masih menanti membuat tubuh mereka semakin gemetar. Mereka tak berani mengangkat kepala, hanya bisa bersujud dalam penyesalan yang mendalam.
Sebelum berbicara, Liora kembali menghela napas berat. "Bekerjalah dengan benar untuk kedepannya... Jangan ada lagi kejadian seperti ini!" ucapnya, tersenyum simpul.
Semua pelayan yang ketakutan langsung mengangkat pandangan mereka. Mereka semua terkejut saat mendengar hukuman yang diberikan Liora bukanlah sebuah hukuman berat. Kedua pelayan itu langsung terdiam dengan pikiran bingung mereka. Mata mereka berkaca-kaca saat melihat kebaikan hati Liora.
"Tuan Putri, terima kasih!! Saya benar-benar berterima kasih!" pelayan pertama bersujud, menangis haru atas kebaikan Liora kali ini.
Keadaan tegang tadi mendadak mencair. Kesan semua pelayan terhadap Liora mendadak berubah. Pandangan mereka terbuka saat menyaksikan kejadian barusan. Bahkan pelayan kedua yang paling semangat saat menjelekkan Liora, sedang menangis tersedu-sedu. Di dalam hatinya, ia bersumpah akan menjadi penggemar setia Liora.
"Saya akan memberikan kesetiaan saya yang tidak beharga ini kepada Tuan Putri!" ucapnya lantang sambil bersujud.
Liora menghela napas panjang, menatap sekeliling ruangan yang kini dipenuhi dengan pelayan yang kembali bernafas lega. Saina, yang sejak tadi diam memperhatikan, tetap tenang. Seolah ia tahu, apa yang akan dilakukan oleh Liora dalam menangani masalah ini. Ia tahu, Nona Muda nya sudah berubah menjadi lebih baik.
“Kalian semua bisa melanjutkan pekerjaan kalian sekarang,” Liora berkata dengan tegas, tapi nadanya lebih tenang dari sebelumnya.
Dengan hormat, satu persatu dari mereka mulai pergi. Meski sebagian dari mereka masih berada di sana, menatap Liora dengan pandangan berbeda kali ini. Mereka yang awalnya membenci Liora, sekarang merasa jika semua rumor yang mereka dengar tidak seperti kenyataan. Tatapan mereka berubah menjadi tatapan memuja kali ini.
Dan sekarang, hanya tinggal Liora, Saina dan Finnian yang masih berada di dalam gendongan Liora. Seperti Saina belum sadar akan keberadaan Finnian, karena ia terlalu fokus pada masalah tadi.
"My Lady, saya tahu jika Anda akan melakukan hal itu. Sekarang... My Lady benar-benar sudah berubah," ucap Saina, memuji Liora dengan bangga.
"Perkataan mu sudah semakin lancang saja ya, Saina," jawab Liora sembari tersenyum pada Saina.
Saina hanya bisa diam sambil melontarkan senyuman lembut. Namun sesaat kemudian, sepertinya ia sadar akan sesuatu. Saina kembali menatap Liora dengan teliti.
"My Lady... Siapa anak kecil ini?" tanya Saina heran, saat melihat Liora sedang menggendong tubuh anak kecil yang tidak sadarkan diri.
Liora tersenyum. "Dia adalah Finnian."
Saina menatap Finnian dengan mata terbelalak. "My Lady... Dia Finnian?" suaranya berbisik, hampir tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Liora tetap tenang, tatapannya tak berubah. “Ya, dia Finnian. Tapi kita tidak bisa membicarakan ini di sini, Saina,” jawabnya dengan nada datar namun tegas. “Ini bukan tempat yang tepat.”
Saina ingin bertanya lebih lanjut, namun Liora sudah mulai melangkah pergi, menggendong Finnian dengan lembut seakan menjaga sesuatu yang sangat berharga. “Ikuti aku,” Liora memberi perintah singkat, berjalan menuju kamarnya tanpa menoleh lagi.
Saina tak punya pilihan selain menurut, meskipun berbagai pertanyaan berputar di dalam kepalanya. Mengapa Finnian berada di gendongan Liora? Dan mengapa Finnian terlihat seperti anak manusia biasa? Sepertinya ia telah melewatkan satu kejadian.
...^^To be Continued^^...