Original Story by : Chiknuggies (Hak cipta dilindungi undang-undang)
Aku pernah menemukan cinta sejati, hanya saja . . . Arta, (pria yang aku kenal saat itu) memutuskan untuk menjalin kasih dengan wanita lain.
Beberapa hari yang lalu dia kembali kepadaku, datang bersama kenangan yang aku tahu bahwa, itu adalah kenangan pahit.
Sungguh lucu memang, mengetahui Arta dengan sadarnya, mempermainkan hatiku naik dan turun. Dia datang ketika aku berjuang keras untuk melupakannya.
Bak layangan yang asyik dikendalikan, membuat aku saat ini tenggelam dalam dilema.
Hati ini. . . sulit menterjemahkan Arta sebagai, kerinduan atau tanda bahaya.
°°°°°°
Airin, wanita dengan senyuman yang menyembunyikan luka. Setiap cinta yang ia beri, berakhir dengan pengkhianatan.
Dalam kesendirian, ia mencari kekuatan untuk bangkit, berharap suatu hari menemukan cinta yang setia. Namun, di setiap malam yang sunyi, kenangan pahit kembali menghantui. Hatinya yang rapuh terus berjuang melawan bayang masalalu
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chiknuggies, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
Duduk melingkar di meja makan, sayup-sayup terdengar rintihan Sandi yang mengaduh kesakitan memegang jarinya yang dibelit perban. Sedangkan aku masih sempoyongan tertawa berat dan pelan menggunakan suara yang terkesan diseret-seret. Mamah (Orang tua Sandi) menatap kami berdua bergantian, memasang wajah geram atas apa yang dia lihat barusan.
Melalui matanya, Mamah melihat sendiri bahwa anaknya (Sandi) sempat duduk, menimpa seorang wanita yang merupakan teman kerja anaknya, berusaha membekap mulut wanita tersebut hingga wanita itu berusaha melawan dengan menggigit dan berteriak. Bau alkohol yang menyeruak dari mulut wanita itu, mungkin adalah pertanda bahwa anaknya berusaha untuk membuat wanita itu mabuk dan segera mengeksekusi setelahnya.
". . . (Nada bergetar Sandi menghela nafas) Mah. . Aku,"
"Cukup Sandi! (mata Mamah berbinar menahan tangis) Mamah selama ini, ternyata ngebesarin sesosok buto ijo (Siluman pemerkosa wanita)" Ujar nya menutup wajah dengan kedua tangan.
"Mah! Apaan si ah. Mamah dengerin dulu apa penjelasan dari Sandi, Mah."
"Kamu nggak kesian apa!? Ada anak gadis pergi ngerantau, buat ngehidupin ibunya di kampung. Tinggal sendirian, terus kamu sebagai laki-laki, sebagai anak mamah? Malah berperilaku tidak tepuji kayak gitu." Aku merangkul ibunya seakan sudah sangat akrab.
"Tawo lo San! (Tau lu, San!) Wanita bukannya~ di jaga malah lo rusak. Udah Mah, udah. Emang tuh si Sandi kayak gitu kelakuannya (mengelus pundak mamah)" Terus ku, Yang turut memprovokasi Mamah dengan mulut bau alkohol.
°°°°°
Setelah mengulang Drama keluarga singkat bertiga, aku dan Sandi memilih kembali masuk ke kamar, sedangkan Mamah membuatkan kami camilan berupa cumi asin yang di goreng kering bersama gula, sehingga terkesan mirip tanghulu namun berisi cumi.
"WOAHHH (Aku melompat ke kasur) Aseek minum lagi, yeaaay! Eh ada cumi, akuh makan ya abang ganteng."
Sandi tidak menjawab, hanya tetap terdiam dan mengambil salah satu minuman dari rak kayu dan membuka segelnya.
"Ihh~ apaan tuh, bagi dongg~" Pintaku yang tidak di hiraukan Sandi. Dia tetap diam dan meneguk panjang botol berisi minuman berwarna coklat berlabel hitam itu.
Aku kagum dari cara Sandi meneguk minuman itu seakan hambar. Bak kehausan, suara teguk demi teguk yang Sandi lakukan, begitu panjang dan terdengar merdu di telingaku.
*glek, glek, glek*
"Puaaahhh!!! Rin, sekarang gw mao tanya serius. Bangun dari kasur, duduk di depan gw sini." Nadanya terdengar berat dan mengancam, membuatku sedikit bergidik ngeri.
"Aih, apaan si San, jangan gitu ngomongnya. Gw jadi takut."
Sandi meneruskan, "Gw tau lu dateng ke sini, minum di depan gw dan bikin banyak hal heboh, buat narik perhatian gw. Tapi buat apa Rin?"
"Heboh? Lu mau tau apa yang bikin gw heboh? Lu seharian kayak menghindar, San. Bahkan pas di kedai, lu minta gw buat dine in (makan di tempat), nyatanya gw baru makan dua suap, lu malah tinggalin gw. Lu ada masalah apa sama gw hah?" Aku memukul lantai, tempat kami duduk saat ini, mencoba untuk melampiaskan seluruh amarah yang tersimpan.
Sandi hanya fokus dalam merapikan sedikit minuman yang aku buat tumpah sebelumnya, dan menuang kembali soju milikku ke dalam cangkir sedangkan dia menenggak sendiri minuman nya langsung dari botol. Tanpa basa-basi aku ikut minum, merasa terpancing karena melihatnya yang minum tanpa takaran.