Akibat salah bergaul dan tidak pernah mendengarkan nasehat orang tua. Vivian, baru saja duduk kelas 3 SMP mendapati dirinya tengah hamil. Vivian bertekad akan menjaga bayi tersebut tanpa ada niat sedikit untuk membuangnya. Vivian sangat menyayanginya, janin tersebut adalah darah dagingnya dan Aksel, mantan pacarnya. Disisi lain, hal yang paling Vivian hindari adalah Aksel. Vivian cukup menderita, Vivian tidak ingin Aksel masih dalam bayangnya.
Mereka masih sangat belia dan Aksel adalah anak laki-laki yang bisa menghilang seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Sedangkan Vivian seorang perempuan, yang menghadapi berbagai stigma masyarakat. Vivian memiliki tekad bahwa selagi otot yang kuat, tulang yang keras dan otak yang cerdas untuk mencukupi kebutuhan anaknya, dan yang terbaik untuk anaknya.
Lalu bagaimana Vivian melalui semua ini? Bagaimana dengan kedua orang tuanya?
Yuk ikuti kisah perjalanan, perjuangan serta tekad Vivian dalam Novel ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nysa Yvonne, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17-Cerah dan Suram
Tak terasa, sejak insiden tersebut Vivian dirumah saja. Tapi sesekali mereka jalan-jalan keluar tapi ditemani antara keduanya. Kandungan Vivian memasuki sembilan bulan, tak lama lagi bayi yang ditunggu-tunggu pun akan lahir.
"Pagi Pa, Ma"sapa Vivian yang sudah bangun pagi ini.
Kamar Vivian untuk sementara diletakkan di kamar tamu rumah ini. Sebab ada kemungkinan akan berbahaya jika Vivian masih tetap di lantai dua. Kaki Vivian kini tampak lebih bengkak dari biasanya.
Vivian ingin melahirkan normal untuk itu, sejak memasuki usia 8 bulan dirinya lebih sering jalan-jalan untuk mempermudah proses kelahiran.
"Pagi Sayang..."Mariana dan Christian jawab dengan kompak.
"Sini Nak, duduk. Kita sarapan"ucap Mariana mempersilahkan Vivian duduk.
Mereka sarapan dengan hikmat, yang terdengar hanya piring dan sendok.
"Pa... Ma... Seperti akhir-akhir ini perutku merasakan mulas tapi itu sesekali."Vivian yang sudah duduk di halaman belakang rumah mereka. Halaman rumah mereka yang dahulunya lahan kosong kini disulap menjadi kebun, dan ada kolam untuk beberapa ikan. Sangat indah untuk memanjakan mata.
Mendengar keluhan itu, Mariana dan Christian sontak mereka cemas. "Terus, sekarang apa yang kamu rasakan nak?"tanya Mariana khawatir.
"Sekarang udah nggak papa kok"jawab Vivian sambil mengelus perut buncitnya.
*Duk. Duk. Tendangan yang kuat berasal dari perut Vivian.
"Wow, anakku sudah kuat sekali tendangannya..."Vivian sangat antusias akan hal itu. Mariana dan Christian penasaran ikut.
"Benarkah? Boleh papa menyapa cucu Papa?"ucap Christian penasaran.
"Tentu boleh dong Pa, masak Opanya sendiri nggak dibolehin, hihi..."Vivian terkekeh dan mempersilahkan Christian memegang perutnya.
"Hai Boy, ini Opa nak... Sehat-sehat ya di dalam, Opa dan Oma menunggu kehadiranmu ditengah-tengah kami..."ucap Christian yang menjajarkan kepalanya dengan perut Vivian.
*Duk. Duk. Tendangan kembali diberikan.
"Waah... Papa nggak sabar liat jagoan ini tumbuh kelak"Christian yang antusias dengan kejadian itu. Mariana pun tidak mau kalah, dirinya juga ingin.
"Udah dong Pa... Mama mau menyapa jagoan itu..."Christian mempersilahkan hal itu, sambil terkekeh. Vivian menyaksikan itu hanya tersenyum.
"Halo jagoan Oma, boleh nggak Oma minta permintaan?"tanya Mariana dijawab dengan tendangan sang bayi.
"Kelak kamu sudah hadir ditengah-tengah kami, jangan pernah membuat ibumu menangis ya nak... Jadilah pelindung bagi ibumu..."ucapnya lirih dan seperti berbisik.
Christian dan Vivian tidka mendengar permintaan tersebut. Namun mereka dapat memperhatikan air mata Mariana jatuh, mereka penasaran apa yang disampaikan oleh Mariana.
*Duk. Duk. Tendangan ini bentuk sang bayi mengiyakan ucapan sang Nenek.
"Ma... Apa sih yang Mama bilangin ke Jagoan?"tanya Christian penasaran.
"Iya apa itu Ma?"Vivian ikut penasaran.
"Haha itu rahasia antara Aku dan jagoan, jadi kalian berdua nggak boleh tahu loh..."senyum jahil Mariana membuat Christian dan Vivian hanya manyun saja.
"Udah ah, matahari sudah mulai terik nanti kamu kepanasan, sekarang kita ke dalam yuk"Ajak Christian dan mereka pun ke dalam.
...----------------...
Kediaman Vivian sangat damai sentosa, berbeda dengan Aksel. Pemuda itu tertangkap kembali dan Alexander bertindak tegas untuk mendisiplinkan sang putra.
"Pokok Aku nggak mau keluar Negeri Pa!" Aksel yang berontak menatap tak kalah tajam ke arah sang Ayah. Mereka tidak pernah akur sampai kapanpun.
Semenjak meninggalnya sang Ibu, hubungan Aksel dan Alexander menjadi dingin ditambah Alexander membawa perempuan lain yang sedang mengandung. Padahal posisinya kuburan mendiang sang Ibu masih basah karena seminggu mereka ditinggalkan.
Siapapun melihat hal itu sangat terluka sekali hatinya. Itulah Aksel rasakan, makanya sikap Aksel demikian barangkali ia mendapatkan kepercayaan kembali dan kasih sayang melalui Vivian. Terlebih lagi Vivian memiliki kepribadian seperti ibunya, itu jauh sebelum Vivian membencinya saat ini.
"Kamu! Tidak ada bantahan lagi! Sudah cukup kamu membuat onar, dan untuk perempuan yang kamu kejar itu. Papa sudah menyuruhnya pergi menjauh dari kehidupanmu, jadi ingat ia tidak akan pernah kembali. Jika kamu masih membantah dan memaksa, siap-siap kamu jadi gembel setelah ini!"ancam Alexander marah.
Aksel yang mendengar hal itu, mengepalkan tangannya erat kemudian menuju kamarnya.
*Prang... Barang-barang berserakan dilantai rumah tersebut.
"Akh!"teriak Aksel kesal.
"Brengsek!" *Dukk dirinya meninju dinding kamarnya hingga darah segar mengalir dari buku-buku tangannya.
"Vivian sebenci itukah dirimu padaku..."ucapnya lirih, serta dirnya sudah mulai sadar.
"Tak tau kah kamu, aku mau menerima anak kita... Tapi kamu sendiri tidak ingin menikah denganku, dan kau mendengarkan si tua itu..."racau Aksel kembali. Lelah rasanya Aksel terus begini, tak lama kemudian ia tertidur di lantai kamarnya yang gelap.
...----------------...
"Pa... Kamu terlalu keras pada Aksel"Olivia memperingatkan suaminya. Walaupun Olivia ibu sambung bagi Aksel, dirinya sangat menyayangi Aksel sebagai putra sulungnya. Sebenarnya dirinya tidak ingin muncul di keluarga ini, tapi yaa Alexander lah yang memaksakan kehendaknya. Jadi jangan salahkan jika anaknya keras kepala, itu semua turun sepohon-pohonnya dari sang Ayah.
Alexander tanpak menghela nafas."Huh... Sebenarnya aku sangat menyayangnya, hanya saja dirinya itu terlalu labil dan tidak bisa membedakan yang baik dan yang tidak. Aku terpaksa melakukan semua ini untuk kebaikannya."nyatanya Alexander tetaplah seorang ayah. Sekejam-kejam apapun dirinya, ia masih manusia dan sangat menyayangi keluarganya. Walaupun kadang caranya pun salah.
"Kamu taukan, dia tidak pernah menyukai dirimu. Padahal kamu sangat menyayanginya..."ucap Alexander sedih.
"Sudahlah Pa... Aku yakin suatu saat Aksel hatinya melembut dan menerima keberadaanku dan putri kita sebagai adiknya..."ucap Olivia dengan mata yang berkaca-kaca. Dirinya tengah mengusap lembut rambut Alexander yang sudah mulai memutih itu dengan lembut. Alexander jika sedang marah, untuk meredakannya emosinya hanya butuh pelukan dari orang tersayangnya.
Mendiang ibu Aksel pun, sebenarnya Alexander masih mencintai wanita hebat itu, tapi sayang jodoh mereka tidak sampai tua. Akhirnya datang wanita baik yang mampu mencairkan hatinya yang dingin nan beku.
...----------------...
~Flashback on~
Alexander melakukan pertemuannya sendiri dengan Vivian dan kedua orangtuanya. Mereka memenuhi permintaan Alexander, diundang ke Kediaman Maximus.
Perbincangan dan kesepakatan pun tak bisa dielakkan.
"Terimakasih sudah menerima undangan saya tuan dan nyonya Jagger, serta kamu Vivian..."sapaan Alexander, terlihat ramah tapi auranya sangat mengintimidasi.
"Iya, tidak perlu berbasa basi. Langsung katakan inti dari perkataaamu"Christian berusaha tetap sabar, setelah Mariana dan Vivian memberikan ketenangan satu sama lainnya. Vivian dan Mariana berada di kiri kanan Christian.
Alexander tersenyum miring, sambil menggoyangkan gelas yang berisi wine ditangannya. Mendengar hal ini meletakkannya dengan elegan. "Baik, tapi alangkah baiknya kita nikmati dulu jamuan yang tersedia ini. Jarang sekali untuk orang... Em maksud saya mengajak untuk menikmati hidangan ini bersama tamu... Anda adalah tamu kehormatan bagi kami"Alexander berkata seperti itu seperti sindiran, untung saja Christian tidak terlalu memperdulikan hal ini.
"Ya baiklah"jawab Christian.
Lanjut Bab berikutnya 👉👉
tanpa tanda koma. tanda koma sbg penghubung dua kalimat biasanya pada kata penghubung akan tetapi, meskipun, walaupun, melainkan, sedangkan dll.
harus tau penggunaan kata 'di' sbg penunjuk dan sbg kata kerja