Aluna gadis lugu yang penuh dengan cobaan hidup. Sebenarnya dia gadis yang baik. Namun sejak dia dikhianati kekasih dan sahabatnya dia berubah menjadi gadis pendiam yang penuh dengan misteri. Banyak hal aneh dia alami. Dia sering berhalusinasi. Namun siapa sangka orang-orang yang datang dalam halusinasinya adalah orang-orang dari dunia lain. Apakah Aluna akan bahagia dengan kejadian tersebut. Atau malah semakin terpuruk. Ikuti kisahnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 🌹Ossy😘, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 30
Setiap kejadian akan meninggalkan sisa rasa. Tergantung bagaimana kita menyikapinya. Yang lebih penting kita ambil hikmah di setiap kejadian tersebut.
🔥🔥🔥
" Beb, Bangun. Beb.. Beb. Sudah sampai. Yuk bangun dulu." Juan menepuk-nepuk pipi Aluna yang tertidur pulas. Berkali-kali di tepuk pipinya, namun tidak bangun juga.
" Tidak bangun juga, Juan." Azlan menoleh. Aluna masih nyaman tertidur di bahu Juan. Tidurnya lelap. Nafasnya terdengar teratur.
" Belum bang, Apa gue angkat saja ya."
" Jangan, tunggu saja dia terbangun." ucap Arga memotong ucapan Juan. Sepertinya tidak rela kalau Aluna digendong Juan.
" Bagaimana dong, keburu sore. Anak-anak terlihat sudah berkumpul semua."
Tok.. Tok . Tok.
Tiba-tiba pintu mobil diketuk dari luar. Davian dan Sergio terlihat di luar mengintip ke dalam mobil. Kaca mobil dibuka oleh Azlan.
"Kok belum turun. Ada apa." Ucap Davian.
"Aluna masih tidur. Di bangunin tidak bangun juga." Jawab Juan.
" Menang banyak si bebeb. Wes keren tidur di bahunya. Bagaimana rasanya bebeb. Hahahaha.." Sergio tertawa mengejek Juan. Kalau sudah bertemu pasti suasana jadi ramai.
"Iya dong, untung gue yang duduk di belakang. Coba kalau si kulkas empat pintu. Bisa-bisa pegal leher Aluna. Hahahaha.." Jawab Juan sambil melirik Arga.
Arga menatap tajam kearah Juan. namun dibales dengan tawa yang semakin keras.
"Turun dulu kalian. Semua sudah berkumpul. Biar saya saja yang menggendong Aluna." Davian membuka pintu belakang. Di mana Aluna sedang tertidur pulas dalam pelukan Juan.
" Kok kamu, biar gue saja dong." Juan tidak mau kalah.
" Kalau kamu susah keluarnya. Saya saja kenapa sih. Tenang saja dia tahu kalau kamu yang paling siaga. Ntar saya bilang sama dia." Davian benar. Pasti Juan kesulitan kalau keluar dari mobil sambil menggendong Aluna.
" Iya Juan, benar kata Davian. Takut amat Aluna direbut Davian. Padahal Davian yang kenal Aluna terlebih dulu. Namun dia santai saja. " Sergio semakin menambah panas perdebatan mereka.
" Hm, padahal saya duluan yang kenal Aluna." Davian mendelik.
" Sudah jangan berisik. Kelamaan berdebat. Tidak jadi apa yang kita rencanakan." Arga keluar mobil dan segera mengangkat tubuh Aluna . kemudian membawa masuk ke dalam rumah. Meletakkan di atas sofa yang ada di ruang tamu. Tidak ada yang sempat protes. Semua berjalan begitu cepat. Dan semua akhirnya menyusul masuk ke dalam rumah.
"Ck.. Ck..Tanpa komen langsung gerak, memang hebat si kul kulkas empat pintu." Sergio tersenyum sambil menggelengkan kepalanya melihat tingkah Arga.
" Takut keduluan. Hahahaha." Azlan tertawa melihat kelakuan temannya yang kadang di luar Nuril.
" Bang Arga gitu lho. Diam-diam bikin keki. Hahahaha.." Sergio semakin terbahak melihat Juan yang terlihat kesal.
" Ga jadi nambah untung dong si bebeb. Hahaha.." Viandra yang muncul belakangan semakin membuat Juan kesal. Dia yang selalu kena ejekan dari semua teman-temannya.
Juan tidak pernah marah. Dia tahu semua temannya hanya bercanda. Membuat suasana menjadi meriah.
Semua sudah siap duduk di kursi yang ada di ruangan tersebut. Ada sebagian yang selonjoran di lantai. Sudah biasa seperti itu. Mereka mencari tempat ternyaman nya sendiri.
" Apa tidak sebaiknya Aluna dipindah di kamar saja?" Tanya Arga yang melihat Aluna masih tertidur pulas.
" Biar saja disini. Biar kita bisa mengamati apa yang terjadi pada dirinya, jika melihat kita berkumpul." Jawab Azlan.
" Apa tidurnya tidak akan terganggu?" Tanya Arga lagi.
" Tadi diberi berapa butir ? Kenapa tidurnya masih pulas begitu." Tanya Davian yang juga melihat ke arah Aluna.
" Cuma minum satu. " Jawab Juan . Karena dia yang melihat langsung saat Aluna minum obat tersebut.
" Seharusnya sudah bangun. Kecuali..." Davian semakin mendekati Aluna. Menatap wajahnya sambil tersenyum.
" Kecuali apa? Jangan tatap dia seperti itu! CK!" Arga menyentuh bahu Davian.
Davian menoleh. Tersenyum jahil pada Arga. Dia mengedipkan mata dan berkata, "Bang Arga suka sama dia ? Posesif banget. Hahahaha."
Davian mundur dan kembali duduk di tempat semula. Yang lain hanya memperhatikan mereka berdebat. Belum saatnya menambahkan bumbu . biar semakin panas dan seru tentunya.
Arga menatap Davian tidak suka. Dia belum pernah merasa seperti ini. Seingatnya dulu, Aluna sangat dekat kepadanya. Setiap menghadapi masalah selalu datang padanya. Walaupun dia akui Juan lah yang selalu siaga dan selalu ada buat Aluna.
"Saya hanya ingin tahu kelanjutan ucapan kamu. Kecuali apa? Kenapa tidak diteruskan." Arga duduk bersandar di sandaran sofa yang terasa empuk.
" Ini hanya perasaan saya saja mungkin. Kecuali dia berpura-pura tidur. Benarkan Aluna ? Bangun mine . Buka matamu. Apa yang sedang kamu rencanakan?" Davian menatap Aluna . Dia yakin Aluna akan segera bangun saat mendengar ucapannya. Namun tak terlihat ada pergerakan dari tubuh Aluna.
" Sepertinya harus diberi nafas buatan." Ucap Juan maju ke tempat di mana Aluna dibaringkan.
" Jangan...." Aluna bangkit langsung duduk dan menutup mukanya. Dia tersenyum takut-takut.
" Jadi benar begitu. Ingin merasakan digendong saya rupanya. Hahahah.." Arga tertawa yang membuat seisi ruangan menoleh ke arahnya.
" Kok merinding ya gue.." ucap Juan mengusap tengkuknya.
" Sama gue juga.." ucap Sergio.
" Gue juga.."
"Saya juga."
" Jangan deket-deket. Serem .."
Yang yang lain tak mau kalah. Jarang sekali seorang Arga tertawa sampai terbahak seperti tadi. Pasti ada sesuatu yang terjadi pada dirinya.
"Bisa hujan deras kayaknya." Azlan ikut bersuara. Semua yang di sana mengusap tengkuknya.
Arga menatap tajam satu persatu semua yang ada disana. Dan berhenti pada Aluna. Tatapannya berubah lembut. Yang lain kembali meraba tengkuknya sendiri-sendiri.
" Bang , jangan begitu. Benar deh gue kok takut ya." Sergio bangkit dan menjauhi Arga.
" Ada yang salah dengan saya."
"Ada."
Jawab Meraka serempak. Tak lama terdengar suara tawa dari mereka bersamaan. Suasana jadi semakin riuh.
Sementara Aluna hanya menatap satu persatu dengan pandangan penuh tanya. Bahkan dia menggaruk kepalanya yang tiba-tiba saja menjadi gatal.
"Kenapa dengan kalian?" Tanyanya tidak mengerti.
Yang lain hanya menggelengkan kepala. Tidak ada yang menjawab. Hanya saling pandang.
"Ya sudah saya pulang saja." Aluna beranjak dan mengambil tasnya, melangkah keluar. Namun baru dua langkah Juan menggapai tangannya dan menariknya. Karena dalam posisi yang tidak siap, Aluna tertarik dan jatuh menubruk Juan.
" Eh, bebeb..." Spontan Aluna menutup mulutnya. Dia salah menyebut panggilan pada Juan.
" Cieee... cieee .. Ciee kemajuan sekarang. Hahahaha.." Sergio yang paling keras tertawa.
" Wah keren. Bebeb... Bebeb... Kwek.. Kwek.. Kwek." Viandra juga ikut mengejek mereka.
" Hahahaha.." yang lain tertawa terbahak.
" Wah senangnya. Akhirnya gue dipanggil bebeb." Juan merentangkan tangan memeluk Aluna yang berada di atas tubuhnya. Aluna jatuh tepat, menimpa tubuh Juan. Karena malu, bukannya bangun , Aluna malah menyembunyikan mukanya di dada Juan.
Suasana semakin riuh. Suara tawa semakin keras terdengar.
" Wah menang banyak si bebeb. Hahahah.." Sergio dan Viandra yang tertawa paling keras. mereka berdua yang selalu mendukung Juan.
Davian hanya tersenyum masam. Dia senang melihat Aluna yang sudah bisa tersenyum. Hanya itu tujuannya, membuat Aluna bisa menjadi gadis yang ceria.
Sedangkan Arga memandang mereka dengan tatapan tajam. Dia hanya tersenyum kecil. Baginya pemandangan di depannya sangat tidak pantas. Walaupun dia tahu itu bukan kesengajaan.
" Sudah Aluna , bangun. Mari saya bantu." Arga mengulurkan tangan, membantu Aluna agar bisa bangun. Namun Aluna terlihat masih nyaman dalam pelukan Juan.
Semua terdiam saat terdengar suara Isak. Aluna terlihat sesenggukan. Tubuhnya bergetar.
" Eh beb, kenapa? Gue salah lagi ya. Maaf kalau gitu. " Juan melepaskan pelukannya. Melihat ke arah Aluna walaupun dengan susah payah. Karena Aluna masih berada di atasnya.
Aluna masih tenggelam dalam dada bidang milik Juan. Wajahnya masih dia sembunyikan. Tidak berani mengangkat. Tangisannya yang hanya sebuah isakan masih terdengar.
Semua diam. Saling pandang dan akhirnya mereka angkat bahu. Tanda kalau mereka tidak mengerti apa yang terjadi.
" Mine, kenapa? Hem? Kalau tidak nyaman, bangunlah." Davian mendekati. Mengusap bahu Aluna dengan lembut.
" Kita tidak mengerti kalau kamu diam saja. Bilang siapa yang membuat kamu menangis seperti ini. Hm." Davian menatap iba pada Aluna. Dia tahu apa yang Aluna rasakan.
" Pak dokter..." Ucap Aluna terbata. Dia mulai bangkit dan duduk sambil memeluk kedua lututnya. Dia tenggelamkan kepalanya diantara dua lututnya.
" Ada apa mine. Katakan saja. Kita siap mendengarkan." Davian ikut duduk di samping Aluna.
" Iya beb, katakan apa yang kamu rasakan. Jangan seperti ini. Kita bingung tidak tahu harus bagaimana." Juan bangkit dan duduk mendekati Aluna.
" Benar kak, kita sudah seperti saudara. Jangan pernah sungkan untuk mengungkapkan apa yang kakak rasakan. " Sergio dan Viandra juga mendekat.
Azlan dan Arga masih duduk ditempat semula. Mereka menyimak apa yang mereka lakukan. Merdeka berdua tahu hubungan kelima orang di depannya sangat kental.
Aluna mengangkat wajahnya. Memandang satu persatu mereka yang duduk di dekatnya. " Siapa sebenarnya kalian?" Ucap Aluna pelan.
Mereka yang didepan saling pandang. Kemudian menggelengkan kepala. Davian yang paling dekat dengan Aluna, meraih tangannya. menggenggamnya dengan erat.
" Mine, Tidak usah dipikirkan siapa kita. Yang pasti kita akan ada di dekatmu. Membantu kamu. Apapun itu. Jika kamu butuh kami, panggil saja. Kita akan datang."
" Maksudnya bagaimana? " Aluna mengerjapkan matanya, menatap Davian yang duduk di depannya. Dia belum mengerti apa maksud ucapannya.
" Jadi semisal kamu butuh saya. Kamu panggil nama saya, Saya akan datang.." Davian menjelaskan dengan perlahan berharap kali ini Aluna paham.
"Sebenarnya kalian ini apa? Bagaimana cara memanggilnya?" Aluna semakin bingung.
Aluna menatap satu persatu mereka. Dengan perasaan takut. Aluna menjulurkan tangannya untuk menyentuh mereka.
" Terasa nyata. Bisa disentuh." Ucap Aluna lirih.
" Hahaha... Kakak pikir kita ini apa? Kita juga manusia." Sergio tertawa ketika Aluna menyentuh tangannya.
" Hehehe... Aku pikir kalian makhluk apa?" Aluna tersenyum malu. Sebenarnya dia memang belum yakin dengan penjelasan mereka. Aluna hanya mengiyakan saja ucapan mereka.
"Akan aku cari sendiri kebenaran. Suatu saat nanti pasti bisa menemukan kebenaran itu." Pikir Aluna .
Dia masih saja tersenyum malu. Melihat para pria tampan duduk rapi di depannya. Walaupun dalam hatinya masih ada keraguan.
" Nikmati saja yang ada di depan mata. Kebaikan jangan dilingkari. Di syukuri dan dinikmati."
Senyum Aluna mengembang. Air matanya telah kering. Berganti dengan semangat untuk melangkah ke depan. Menjalani hidup dan kehidupan.
Bersambung
Terima kasih untuk yang sudah mampir. Jangan lupa tinggalkan jejak. Lopee ❤️ ❤️ ❤️