sebuah notifikasi pesan masuk dari reno "sayang, kamu tolong bayarin dulu apartment aku bulan ini ya!"
lalu pesan lainnya muncul "sekalian transfer juga buat aku, nanti aku mau main sama teman teman, aku lagi gak ada duit"
jangan dibawa serius plies 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dhyni0_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 6
keesokan harinya, Keira mencoba menenangkan diri sepanjang perjalanan menuju kantor. Ia menghabiskan malam dengan pikiran yang kacau, bergumul antara sakit hati dan amarah. Kekecewaan terhadap Reno masih menghantui, namun ia memutuskan untuk bersikap tegar dan profesional.
Hari ini, Keira memiliki pertemuan penting dengan klien besar yang sudah lama dia incar. Proyek ini, jika berhasil, akan membawa perusahaan ke tingkat yang lebih tinggi. Jadi, ia tidak boleh terpengaruh oleh masalah pribadinya. Dengan setelan jas formal dan riasan wajah yang sempurna, ia berusaha menyembunyikan luka di balik penampilan yang memukau.
Saat tiba di kantor, suasana terasa lebih sibuk dari biasanya. Karyawannya bergegas ke sana-sini mempersiapkan materi presentasi terakhir. Asisten pribadinya, Rani, menghampirinya dengan setumpuk dokumen.
“Selamat pagi, Bu Keira. Semua sudah siap. Tim desain dan marketing sudah ada di ruang rapat menunggu Anda,” ujar Rani, sembari memberikan berkas yang sudah diperiksa ulang.
“Oke. Pastikan semuanya berjalan lancar. Hari ini kita tidak boleh ada kesalahan,” jawab Keira tegas, menutupi rasa cemas yang masih menyelinap di hatinya. “Kita harus menaklukkan ini.”
Namun, di sela-sela kesibukannya, ada perasaan hampa yang menggelayuti pikirannya. Pertanyaan tentang hubungan mereka terus menghantui, meski ia sudah berusaha menyingkirkan bayang-bayang Reno. Ketidakjelasan tentang sikap Reno semalam membuatnya semakin tersiksa.
“Aku harus fokus,” gumamnya pada diri sendiri. “Ini adalah karierku, hidupku. Aku tidak boleh membiarkan Reno merusaknya.”
Keira memasuki ruang rapat yang dipenuhi dengan suasana serius. Timnya berdiri dan menyambutnya dengan penuh hormat. Keira melangkah ke depan, menunjukkan sikap percaya diri dan determinasi.
“Baik, tim. Hari ini kita akan bertemu dengan perwakilan dari perusahaan Astra Group. Mereka adalah salah satu perusahaan terbesar di industri ini, dan jika kita bisa menarik minat mereka, maka kita bisa mendominasi pasar tahun depan. Jadi, lakukan yang terbaik,” ucap Keira dengan nada tegas, memandang semua orang di ruangan itu dengan mata yang penuh tekad.
“Presentasi sudah kami siapkan sesuai arahan Anda, Bu Keira. Semua data sudah diverifikasi,” ujar seorang anggota tim, menambahkan. Keira mengangguk puas.
“Bagus. Kalau begitu, mari kita mulai,” ujarnya dengan nada mantap.
Saat pintu terbuka, dua orang perwakilan dari Astra Group memasuki ruangan. Pria itu tinggi, mengenakan jas formal, dan menunjukkan senyum profesional. Di sebelahnya, ada seorang wanita muda yang tampak berwibawa. Mereka berjabat tangan dengan Keira, dan suasana formal segera terjalin di antara mereka.
Keira memulai presentasi dengan lancar, menyampaikan setiap poin dengan sempurna. Ia menguraikan visi dan strategi mereka dengan jelas, membuat semua orang di ruangan itu terpesona. Tatapan pria dari Astra Group itu tidak lepas dari Keira, seolah terpukau oleh kombinasi kecantikan dan kecerdasannya.
“Kami sangat terkesan dengan presentasi Anda, Bu Keira. Proyek ini sangat menjanjikan, dan kami melihat potensi besar untuk bekerja sama,” ujar pria itu setelah Keira selesai. “Namun, ada beberapa detail yang ingin kami bahas lebih lanjut.”
“Dengan senang hati. Apa pun yang perlu Anda klarifikasi, kami siap menjelaskan,” jawab Keira dengan senyum profesional. Mereka pun mulai mendiskusikan rincian proyek, dan Keira dengan cekatan menanggapi setiap pertanyaan dengan jawaban yang meyakinkan.
Namun, di tengah diskusi tersebut, ponsel Keira yang terletak di atas meja bergetar. Nama Reno muncul di layar, membuat detak jantungnya melompat. Ia berusaha mengabaikannya, tetapi getaran kedua segera menyusul, menuntut perhatiannya. Ketika getaran ketiga terdengar, perasaan gelisah mulai melanda. Apa yang diinginkan Reno sekarang?
Keira dengan cepat menyambar ponselnya dan mematikan suara, memasukkan ponsel itu ke dalam tasnya tanpa ekspresi. Ia berharap tidak ada satu pun orang di ruangan itu yang menyadari perubahan kecil dalam wajahnya. Namun, konsentrasinya sedikit goyah.
“Apakah Anda baik-baik saja, Bu Keira?” tanya wanita dari Astra Group itu tiba-tiba.
Keira mengerjap, menyadari bahwa pandangan mereka tertuju padanya. “Oh, ya, saya baik-baik saja. Maafkan, tadi ada panggilan yang tidak penting. Silakan dilanjutkan.”
Setelah beberapa menit yang terasa seperti berjam-jam, pertemuan itu akhirnya selesai dengan catatan positif. Para perwakilan Astra Group berdiri dan mengulurkan tangan. Keira tersenyum lega, meski hatinya masih penuh tanda tanya.
“Kami akan menindaklanjuti pertemuan ini dalam minggu depan. Terima kasih atas waktunya, Bu Keira,” ujar pria itu, menyampaikan salam perpisahan.
“Terima kasih kembali. Saya harap kita bisa segera memulai kerja sama ini,” balas Keira dengan sopan. Setelah mereka pergi, Keira membiarkan dirinya menghela napas panjang.
“Hebat, Bu Keira!” seru Rani penuh antusias. “Anda benar-benar memukau mereka. Saya yakin ini akan menjadi proyek besar untuk kita!”
Keira tersenyum, tetapi senyum itu tidak sampai ke matanya. “Terima kasih, Rani. Kamu bisa kembali ke mejamu. Saya perlu waktu sebentar.”
Begitu ruangan itu kosong, Keira meraih ponselnya dan melihat pesan dari Reno.
“Ra, maaf soal semalam. Aku nggak bermaksud bikin kamu marah. Aku cuma butuh waktu sendiri. Aku pulang pagi ini dan sekarang lagi di apartemen. Kamu di mana? Jangan marah, ya?”
Keira memejamkan matanya, berusaha menahan rasa frustasi yang meluap-luap. Pesan itu, meski terkesan manis, tidak lebih dari sekadar pengalihan dari kesalahan Reno yang sebenarnya. Suara tawa dan desahan wanita yang ia dengar semalam masih terngiang di benaknya.
“Mau sampai kapan, Reno?” gumamnya pelan. “Sampai kapan kamu mau mempermainkan perasaanku?”
Keira memutuskan untuk tidak membalas pesan itu. Ia tahu, jika ia membiarkan Reno terus-terusan bersikap seperti ini, dirinya tidak akan pernah bisa bebas. Tapi di sisi lain, perasaan cinta yang terlanjur dalam membuatnya selalu memaafkan. Mungkin sudah saatnya bagi Keira untuk membuat keputusan besar tentang hubungan mereka.
“Aku nggak bisa begini terus...” Keira memandang keluar jendela, mencoba mencari kekuatan dalam dirinya. Mungkin ini saatnya ia mengambil langkah pertama untuk benar-benar melepaskan diri dari bayang-bayang Reno.
Dengan keyakinan yang mulai terbentuk, Keira tahu bahwa meskipun langkah ini akan sulit, ia harus melakukannya demi dirinya sendiri.
hampir mirip dengan hidupku
Semangat terus Authot
Jangan lupa mampit ya 💜