Candra Firgon seorang pianis sekaligus pewaris tunggal keluarga konglomerat mengalami kecelakaan, hingga membuatnya tidak dapat melihat.
Tapi dirinya merasa beruntung, ada seseorang wanita yang mencintainya dengan tulus. Menikah dengannya, mengatakan banyak kalimat indah.
Tapi bagaikan pelangi yang pudar setelah hujan terhenti. Istrinya menghilang kala pengelihatannya kembali.
"Petter! Temukan Giovani, tidak peduli pada apapun!" Teriaknya murka.
Sedangkan Petter menunjukkan senyuman kariernya."Baik tuan..."
Banyak hal yang disembunyikan istrinya. Termasuk beberapa hal yang mencurigakan, parfum istrinya terkadang tercium dari tubuh Petter.
Apa istrinya berselingkuh dengan Petter kemudian melarikan diri?
Ada banyak tanda tanya... juga hal mencurigakan yang disembunyikan asistennya.
"Uuueekk..."
"Petter kamu kenapa?" tanyanya.
"Tidak apa-apa, tuan saya ingin mengundurkan diri."
Bau perselingkuhan tercium menyengat. Apa istrinya yang menemani ketika dirinya buta, berselingkuh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KOHAPU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bocah
Kacau, itulah perasaan Candra saat ini. Tidak tahu harus bagaimana.
"Paman akan membantumu, asalkan kamu bersungguh-sungguh. Giovani akan kembali, walaupun harus melenyapkan Petter, paman berjanji." Sebuah jawaban tidak pasti dari Edi.
"Jangan lakukan apapun pada Petter. Aku hanya ingin Giovani kembali. Petter adalah... saudaraku." Tidak ada yang diucapkan oleh Candra lagi, mematikan panggilannya sepihak.
Sahabat yang menemaninya selama 8 tahun ini. Seorang pemuda yang membawakan payung, menghiburnya, kala hari kematian sang ayah. Satu-satunya saudara yang paling berarti baginya.
Namun juga ada Giovani di sisi lain. Gadis yang bahkan tidak pernah dilihat wajahnya olehnya. Seseorang yang dengan sabar mengurusnya yang buta. Beribu pujian diucapkan oleh Giovani pada pria sepertinya yang memiliki kekurangan.
Mengapa mereka harus menghilang bersamaan? Apa mereka benar-benar saling mencintai? Hingga meninggalkannya seperti ini.
"Agghhh!" Teriak Candra melempar pantulan wajahnya di cermin, menggunakan vas bunga.
Pecahan kaca berhamburan. Matanya sedikit melirik ke arah beling yang mengotori lantai. Apakah jika menggores pergelangan tangannya sendiri Giovani akan datang mengobati mencemaskannya? Apakah Petter akan kembali, memijit pelipisnya sembari mengganti cermin, menghubungi dokter terbaik untuk mengobatinya.
Kala dirinya meraih pecahan cermin, bayangan dirinya sempat terlihat. Bagaimana Petter selalu bergadang mengerjakan segalanya untuknya. Bagaimana sang jin Aladin berusaha hanya untuk dirinya.
Bagaimana Petter pergi ke Frankfurt, Jerman, hanya untuk meminta tandatangan nya. Dirinya tidak pernah berbuat apapun untuk Petter. Hanya menyusahkan sahabat sekaligus saudara yang selalu melindunginya.
"Giovani..." Panggil Candra, tidak menemukan jawaban. Sang istri yang selalu ada untuknya, menghilang tanpa jejak. Hatinya terasa sakit, merindukan kedua orang paling berarti untuk hidupnya.
Dua malaikat pelindung nya menghilang begitu saja. Dinginnya udara pegunungan, hujan mengalir di luar sana bagaikan menangis untuknya.
Apa mungkin ayahnya menyaksikan segalanya. Mendiang ayahnya, satu-satunya orang yang paling menyayanginya, apapun kesalahannya. Bagaimana pun kelemahannya.
"Ayah..." panggilnya dalam kerinduan."Petter meninggalkanku, begitu juga dengan Giovani. Apa karena aku terlalu lemah hanya menyusahkan hidup mereka?"
Tanyanya pada hujan tidak menemukan jawaban. Tapi melihat ke arah pecahan cermin, bagaikan dirinya mengetahui segalanya yang dikatakan olehnya adalah sebuah kebenaran. Dirinya hanya makhluk hidup dengan banyak kekurangan.
Seseorang yang pantas ditinggalkan oleh Petter dan Giovani. Mencengkeram pecahan kaca, tangannya berdarah.
Tidak ada Giovani yang dengan panik mengobatinya. Tidak ada pula seorang Petter yang melindunginya.
Hanya hening, ditemani suara hujan. Terduduk di lantai.
Memejamkan matanya sejenak. Jika dirinya mati, mungkin Giovani dan Petter akan kembali. Tapi...
"Aku ingin hidup, mengembalikan kalian. Entah siapa yang kamu (Giovani) pilih. Aku atau Petter, aku hanya ingin kalian tetap berada di sampingku." Setetes air matanya mengalir.
Pemuda yang tidak mengetahui apapun, membalut lukanya asal setelah mengambil kotak P3K. Dirinya selalu mengandalkan Petter untuk segala hal. Tidak pernah memberikan apapun pada Giovani, selain partitur usang.
Matanya menatap ke arah peralatan musiknya. Hanya tatapan kosong. Lalu apa?
*
Hari hampir pagi, Candra tidak dapat tidur semalaman.
Tok!
Tok!
Tok!
Suara ketukan pintu dari pelayan terdengar. Perlahan Candra bangkit dari lantai tempatnya duduk. Tanda sedikit menghitam pada matanya, rambut acak-acakan terlihat benar-benar kacau dan putus asa akan hidupnya.
"Tuan, seseorang bernama Edi menunggu anda di ruang tamu." Ucap sang pelayan.
Candra melangkah meninggalkan kamarnya. Tapi sebelumnya, langkahnya terhenti terlebih dahulu."Buang semua peralatan musik, partitur, buang semuanya. Aku tidak memerlukan benda itu lagi. Benda sial!"
Sebuah tatapan dingin penuh dendam membuat sang pelayan bergidik.
Bagaimana bisa seorang komposer mengatakan alat musik dan partiturnya adalah benda sial?
Perubahan besar dalam wujudnya yang hangat. Bagaikan peri musik yang tidak peduli pada situasi, hanya memainkan melodi yang indah sesuai partitur. Kini hanya manusia dingin yang bergerak, manusia yang dapat berjalan tapi seperti tidak hidup.
Langkahnya terhenti, memejamkan matanya.
"Candra! Mainkan satu lagu lagi. Aku mencintaimu!" Suara teriakan Giovani penuh kekaguman di ruang musik.
"Apa kamu berbohong?" Tanya Candra pada fatamorgana wujud istrinya. Wujud yang mungkin hanya terasa kala dirinya memejamkan mata.
Tidak ada yang menyahut. Candra membuka matanya. Hanya dirinya yang ada di lorong menuju lantai satu.
Melangkah menuruni tangga, apa yang dicarinya dalam hidup ini. Matanya tertuju pada Edi yang duduk berhadapan dengannya.
"Paman akan jujur..." Edi menghela napas kasar."Giovani pergi dengan Petter. Paman tidak dapat melacaknya."
"Tidak bisa? Gunakan semua uang milikku. Jual aset-aset---" Kalimat Candra disela.
"Percuma saja, setelah bertemu dengan mereka apa? Kamu hanya tetap menjadi orang tidak berguna yang akan mereka tinggalkan. Mereka pergi karena terlalu lelah untuk melindungimu." Sebuah kalimat pancingan dari Edi menelan napasnya. Berharap dalam hatinya bahkan, pria yang lebih senang menciptakan lagu ini akan tumbuh dewasa.
Mengapa tidak memberitahukan kenyataannya? Jika Candra mengetahui segalanya, Candra akan memohon pada Giovani untuk kembali. Hal yang terjadi setelahnya? Tidak akan ada rasa tanggung jawab sama sekali. Dapat dibayangkan olehnya, Giovani yang harus menjaga bayinya harus berhadapan dengan pekerjaan yang menumpuk. Sementara Candra masih menciptakan lagu, terkadang berkeliling dunia mencari inspirasi.
"Paman, aku ingin menjadi orang yang dapat melindungi mereka. Agar mereka kembali." Candra berlutut tanpa ekspresi di hadapan Edi.
Hening, tanpa lelucon Petter dan kehangatan Giovani, tidak ada apapun yang tersisa.
"Paman akan mengajarimu. Tapi kamu harus tekun. Selain itu, paman menjanjikan satu hal. Segalanya akan baik-baik saja, jika kamu berhasil, bukan hanya Giovani yang akan kembali. Tapi juga Petter." Sebuah jawaban ambigu, memeluk Candra bagaikan keponakannya sendiri.
Taukah kalian mengapa Edi melakukan semua ini? Tidak ada yang tahu umur manusia. Jika dirinya atau Giovani meninggal lebih awal, siapa yang akan menjaga Candra nantinya.
Menamparnya dengan pahitnya dunia, mungkin itulah yang terbaik.
*
Tumpukan dokumen terlihat, segalanya dipelajarinya dengan cepat. Komposer jenius? Bukankah itulah julukan nya? Hal yang sebanding dengan IQ-nya yang jarang digunakan.
Kali ini seluruh fikirannya diperas. Tujuan Edi, agar Candra belajar lebih banyak. Sedangkan tujuan Candra adalah menghilangkan rasa sakitnya sejenak dengan pekerjaan.
Rasa sakit yang bagaikan akan membunuhnya. Mengerjakan segalanya dengan cepat.
Namun gerakan tangannya terhenti sejenak. Menginginkan Giovani berada di sisinya.
"Ini teh hangat. Kamu belajar dengan cepat." Ucap Edi kagum.
*
Beberapa tahun kemudian_
Sebuah majalah bisnis terlihat di rak supermarket. Tentang saham sebuah bank yang dibeli oleh seorang investor. Candra Firgon, nama yang begitu terkenal di kalangan pebisnis.
Lebih kejam dari Petter, begitulah Candra berkembang beberapa tahun ini. Seseorang tanpa rasa dan ekspresi.
"Tuan saya akan memanggil pemilik bangunan." Ucap asisten barunya. Seseorang yang bekerja untuknya beberapa tahun ini.
Tidak ada jawaban dari Candra. Pertanda dirinya setuju. Sang asisten segera berjalan diikuti seorang staf.
Mengapa Petter dan Giovani meninggalkannya? Mengapa mereka tidak kembali? Hanya Itulah kalimat yang ada di fikirannya.
Terdiam dalam supermarket yang akan dibelinya dengan management yang baru. Tidak membeli, lebih tepatnya berinvestasi.
Hingga seorang anak berusaha meraih sebungkus keripik kentang. Candra tersenyum kemudian membantunya. Wajah sang anak terasa begitu familiar baginya.
"Terimakasih paman." Ucap sang anak berlari. Sialnya topi sang anak tertinggal di salah satu rak.
Entah mengapa Candra melangkah hendak mengembalikannya. Menatap sang anak yang sudah hampir keluar dari supermarket bersama ibunya setelah membayar keripik kentang sebagai tambahan belanjaan mereka.
Samar didengar olehnya, suara sang ibu yang familiar.
"Ibu, kapan aku akan tumbuh tinggi?"
"Kamu akan tumbuh tinggi seperti ayahmu."
Langkah Candra terhenti sejenak."Giovani..." berjalan cepat keluar dari supermarket.
Tapi di luar sudah ada begitu banyak wartawan menghalangi jalannya. Mengingat ada skandal palsu dengan artis yang tersebar.
"Minggir!" Ucapnya tapi sayangnya wartawan tidak memberikan jalan.
Hanya bagian belakang tubuh sang wanita yang membawa seorang anak terlihat. Punggung yang sama dengan di foto, itulah Giovani.
Rambut panjang, begitu indah, tubuh yang sering disentuh dan dipermainkannya. Bagaimana mungkin Candra dapat melupakannya.
"Giovani!" Ucapnya berusaha menerobos kerumunan.
Ibu dan anak memasuki mobil putih. Sang ibu di kursi pengemudi, sedangkan sang anak duduk di kursi penumpang bagian depan. Mungkin tidak mendengarkan teriakan nya, mengingat ramainya suara wartawan yang mengerubungi nya.
Hingga Candra berusaha mendekati mobil setelah mendorong beberapa wartawan.
alangkah syahdunya bila ada bochap😅 bukannya ngelunjak cuma saking sukanya sama ini novel sih