Satu tahun lalu, dia menolong sahabatnya yang hampir diperkosa pria asing di sebuah Club malam. Dan sekarang dia bertemu kembali dengan pria itu sebagai Bosnya. Bagaimana takdir seperti ini bisa terjadi? Rasanya Leava ingin menghilang saja.
Menolong sahabatnya dari pria yang akan merenggut kesuciannya. Tapi sekarang, malah dia yang terjebak dengan pria itu. Bagaimana Leava akan melewati hari-harinya dengan pria casanova ini?
Sementara Devano adalah pria pemain wanita, yang sekarang dia sudah mencoba berhenti dengan kebiasaan buruknya ini. Sedang mencari cinta sejatinya, namun entah dia menemukannya atau tidak?
Mungkinkah cintanya adalah gadis yang menamparnya karena hampir memperkosa sahabatnya? Bisakah mereka bersatu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Merindukan, Tapi Tak Bisa Mengatakan!
Kembali ke rutinitas biasa, Leava benar-benar tidak punya semangat lagi untuk bekerja. Sekarang bukan lagi tentang hal pekerjaan, tapi tentang situasinya yang berbeda. Pastinya Leava tidak ingin menemui Devan untuk sementara, tapi jelas tidak mungkin karena pria itu adalah Bosnya. Dan selama Devan tidak memecatnya, maka Lea juga tidak akan mengundurkan diri. Karena pekerjaan ini sangat di butuhkan.
Ketika sampai di Kantor, Leava sedikit bingung karena setelah hampir siang namun Devan tidak kunjung datang. Sampai dia teringat untuk mengecek jadwal yang di kirimkan Asisten Givan setiap satu minggu sekali. Dan Leava baru menyadari jika ternyata Devan ada perjalanan bisnis selama satu minggu ke depan.
"Apa mungkin dia ingin jawaban gue kemarin, karena dia akan pergi dan ingin gue memberikan kepastian itu"
Leava menyembunyikan wajahnya di balik lipatan tangan di atas meja. Rasa bersalah semakin mengisi hatinya. Namun, dia seolah tidak mempunyai pilihan lain sekarang. Karena ternyata memang tidak ada pilihan apapun lagi bagi dirinya, selain melakukan ini.
Mungkin dia bisa saja egois, tapi sadarlah Leava bukan gadis seperti itu. Apalagi terlalu banyak kebaikan yang dilakukan Kirana dan orang tuanya. Tidak mungkin Leava akan menyakiti orang-orang yang sudah begitu baik padanya. Dia bukan orang yang tidak tahu balas budi.
Ketukan pintu, membuatnya sedikit terkejut. Leava langsung mendongak dan menyangka jika itu adalah Devan. Senyumnya sudah merekah lebar. Tapi, dia hanya berharap hal yang tidak mungkin. Karena sudah jelas jika Devan ada perjalanan bisnis.
"Sekretaris Leava, ini berkas dari Tuan Givan yang katanya harus di serahkan pada anda untuk diperiksa. Ini berkas untuk proyek baru yang akan dimulai dan juga rencana launching produk baru di Luar Negara yang katanya akan dipercepat. Jika semuanya sudah benar, kirimkan saja ke email Tuan Givan"
Leava mengangguk saja, menerima pekerjaan ini tanpa protes. Sebaiknya dia benar-benar bekerja, daripada terus memikirkan tentang Devan yang hanya akan membuatnya semakin terluka.
"Gue baru sadar lagi, kalo Negaranya memang tempat Kirana kuliah sekarang. Mereka pasti bertemu. Ish, sadar Lea! Lo gak boleh punya perasaan cemburu kayak gini"
Leava menghembuskan nafas kasar ketika dia membaca berkas pertama. Hanya ingin fokus pada semua pekerjaannya dan mencoba melupakan semua masalah yang sedang terjadi saat ini.
*
Kembali ke Kosan dengan wajah lelah, Leava duduk di teras depan kamar kosnya. Duduk dengan menekuk lututnya, hanya menatap ke jalanan di depan yang tidak terlalu ramai. Karena ini hanya jalan gang biasa, bukan jalan raya utama. Hanya ada beberapa kendaraan yang lewat saja.
"Sial, gue gak bisa bohong sekarang. Ternyata begitu merindukannya"
Leava menghembuskan nafas kasar, padahal baru satu hari saja Devan pergi. Tapi dia sudah mempunyai perasaan rindu seperti ini, seolah memang tidak ingin jauh dari pria itu.
"Sekarang dia sedang apa ya?"
Leava iseng membuka aplikasi sosial medianya, dan melihat postingan Givan yang memperlihatkan foto Devan yang sedang fokus bekerja dengan caption 'ketika Bos sedang patah hati, kita akan pulang terlambat dalam bekerja'.
"Ah, ternyata dia juga melampiaskan pada pekerjaan. Tapi semoga dia baik-baik saja"
Entah ada insting darimana, tapi tiba-tiba jemari Leava mengetikan sesuatu untuk mengirimkan komentar pada postingan Givan itu.
Selalu jaga kesehatan ya, meski banyak pekerjaan. Jangan sampai sakit.
Komentar itu langsung terkirim begitu saja. Dan Leava langsung berdiri dan berlalu masuk ke dalam kamar Kosnya.
*
Sementara di Negara yang berbeda, Devan baru saja menyelesaikan pekerjaannya. Dengan lelah, dia kembali ke Apartemen. Menjatuhkan tubuhnya di atas sofa. Lelah karena pekerjaan, namun pikirannya lebih lelah sekarang. Karena dia tidak bisa lepas untuk tidak memikirkan tentang Leava.
"Sial, aku tak bisa melupakannya. Apa yang telah dia lakukan, sampai membuatku begitu tergila-gila sekarang?"
Pertanyaan yang entah siapa yang akan menjawabnya. Karena Devan yang awalnya seorang pemain wanita, tidak pernah merasakan perasaan seperti ini. Meski banyak sekali wanita yang rela tidur dengannya, tapi sama sekali tidak bisa memikat hati Devan hingga seperti ini. Tapi Leava yang hanya seorang gadis biasa, bisa memikat hatinya. Padahal gadis itu belum memberikan apapun padanya. Apalagi tidur dengannya seperti yang banyak dilakukan wanita lain.
Devan bangun dan terduduk di pinggir tempat tidur. Membuka ponselnya dan melihat postingan Givan yang sengaja mengambil foto dirinya secara diam-diam.
"Berani sekali mengambil fotoku si Givan ini!"
Iseng, dia membuka komentar dari postingan Asistennya ini. Dan terkejut dengan sebuah nama akun yang ikut mengirim komentar disana.
Leava_Andriani
Selalu jaga kesehatan ya, meski banyak pekerjaan. Jangan sampai sakit.
Devan langsung membuka akun itu, dan langsung melihat foto-foto Leava disana. Men-scroll sampai bawah, hingga dia juga menemukan foto keusilan Leava saat duduk di bangku sekolah. Seragam putih abu-abu yang dia gunakan, semakin memperlihatkan wajah imutnya.
"Lucu sekali, aku jadi ingin melihat dia saat masih sekolah seperti ini"
Bagaimana bisa lupa? Jika setiap hal seolah membuatnya teringat pada Leava. "Sial, aku semakin merindukannya"
Keduanya saling merindukan, tapi tak bisa mengatakan.
Ting,, sebuah notifikasi pesan membuat Devan tersadar. Dia melihat pesan yang masuk dari Kirana, membukanya dan hanya membacanya saja. Tidak berniat membalas, karena dia sedang tidak ingin berbalas pesan dengan siapapun dalam keadaan seperti ini.
Baru saja dia ingin menyimpan ponsel, tapi ponselnya sudah berdering. Panggilan masuk dari Givan, pastinya adalah hal penting jika Givan yang menghubunginya.
"Hallo Tuan, besok malam anda harus bertemu dengan Nona Kirana. Ini sudah dijadwalkan oleh Tuan Besar"
Devan langsung menghembuskan nafas kasar. "Bagaimana dengan Laucnhing produk baru?"
Malah mengalihkan pembicaraan saking malasnya membahas hal ini untuk sekarang. Hatinya masih kecewa karena penolakan Leava.
"Akan dilakukan minggu depan, sepertinya anda akan tinggal lebih lama disini. Sampai produk baru Launching. Tadi sore Sekretaris Leava sudah mengirimkan emailnya pada saya"
Mendengar nama Leava disebut, sebelah tangan Devan langsung mengepal erat. Perasaan rindu dan marah bercampur jadi satu.
"Baiklah"
"Besok anda tetap harus bertemu dengan Nona Kirana, Tuan"
Devan tidak menjawab lagi, dia langsung menutup panggilan telepon dari Asistennya itu. Melempar ponsel ke atas tempat tidur. Dia mengusap wajah kasar.
"Sial, mendengar namanya saja sudah membuatku marah!"
Marah karena penolakan yang dilakukan Leava. Padahal Devan sudah yakin jika Leava juga memiliki perasaan yang sama dengannya. Tapi ternyata memang Leava malah menolaknya.
"Aku marah, tapi tetap merindukannya. Sial"
Devan berlalu ke kamar mandi dengan membanting pintu. Kesal juga dengan perasaannya sendiri. Karena dia baru pertama kali merasakan hal seperti ini.
Bersambung