NovelToon NovelToon
Guru TK Yang Cantik

Guru TK Yang Cantik

Status: sedang berlangsung
Genre:Masalah Pertumbuhan / Karir
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Esa

Di TK Pertiwi Masaran, Bu Nadia, guru TK yang cantik dan sabar, mengajarkan anak-anak tentang warna dengan cara yang menyenangkan dan penuh kreativitas. Meskipun menghadapi berbagai tantangan seperti balon pecah dan anak yang sakit perut, Bu Nadia tetap menghadapi setiap situasi dengan senyuman dan kesabaran. Melalui pelajaran yang ceria dan kegiatan menggambar pelangi, Bu Nadia berhasil menciptakan suasana belajar yang penuh warna dan kebahagiaan. Cerita ini menggambarkan dedikasi dan kasih sayang Bu Nadia dalam mengajarkan dan merawat anak-anaknya, menjadikan setiap hari di kelas menjadi pengalaman yang berharga dan penuh makna.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Esa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pertemuan di Alun-Alun Bu Nadia dan Duda Pak Arman

Setelah pertemuan di parkiran, Bu Nadia semakin penasaran dengan Pak Arman. Meskipun pria itu terus-menerus mencoba mendekatinya, ada sesuatu tentangnya yang membuat Bu Nadia ingin mengetahui lebih banyak. Tanpa banyak berpikir, Bu Nadia memutuskan untuk mengambil langkah selanjutnya.

Sore itu, saat suasana di sekolah mulai sepi, Bu Nadia mengirimkan pesan kepada Pak Arman, “Pak Arman, nanti sore aku tunggu di alun-alun ya.”

Tak butuh waktu lama, ponsel Bu Nadia bergetar. Pak Arman, yang menerima pesan itu, merasa sangat bahagia dan terkejut. “Wah, Bu Nadia! Serius nih? Saya akan ke sana! Jam berapa, Bu?”

Bu Nadia, yang selalu kalem, hanya membalas, “Jam 5 ya, jangan terlambat.”

Di rumah, Bu Nadia mulai bersiap. Ia memilih pakaian yang kasual tapi tetap anggun, mengenakan blouse warna pastel dan jeans yang nyaman. Di cermin, ia tersenyum kecil pada dirinya sendiri, merasa sedikit gugup. “Apa yang aku lakukan ini?” gumamnya sambil tertawa kecil.

Sementara itu, di sisi lain, Pak Arman sibuk mematut diri di depan cermin. Sebagai duda berusia 40 tahun, dia jarang mengalami momen seperti ini. “Apa aku harus pakai kemeja atau cukup kaos saja ya?” Pak Arman bingung. Akhirnya, dia memutuskan mengenakan kemeja agar terlihat rapi.

Sore harinya, Bu Nadia tiba di alun-alun lebih dulu. Tempat itu ramai dengan pedagang kaki lima dan keluarga yang berjalan-jalan. Angin sore yang sejuk membuat suasana semakin nyaman. Sambil menunggu, Bu Nadia sempat berpikir, "Apa aku terlalu cepat mengajaknya bertemu lagi?"

Tak lama kemudian, Pak Arman datang. Dia terlihat rapi dengan kemeja birunya, meskipun ada sedikit kecanggungan di wajahnya.

“Hai, Bu Nadia!” sapa Pak Arman dengan senyum lebar. “Senang bisa ketemu lagi. Saya kira kita cuma akan ngobrol di sekolah.”

Bu Nadia tertawa kecil, “Kita harus ngobrol lebih banyak di tempat yang lebih santai. Saya ingin tahu lebih lanjut tentang Anda.”

Mereka berjalan perlahan di sepanjang alun-alun, menikmati suasana sore. Setelah beberapa obrolan ringan, Bu Nadia akhirnya mengajukan pertanyaan yang membuat Pak Arman sedikit terkejut.

“Pak Arman, boleh saya tanya? Anda sudah lama sendiri ya? Soalnya Anda terlihat sering ke sekolah, dan saya belum pernah melihat Anda datang bersama istri.”

Pak Arman terdiam sejenak, lalu menghela napas panjang. “Sebenarnya, Bu Nadia, saya ini duda. Saya berusia 40 tahun dan sudah lama bercerai. Anak saya tinggal dengan saya, dan dialah satu-satunya keluarga yang saya miliki sekarang.”

Bu Nadia menoleh, sedikit terkejut tapi tetap tenang. “Oh, begitu. Maaf kalau pertanyaan saya terlalu pribadi.”

Pak Arman tersenyum canggung, “Tidak apa-apa, Bu Nadia. Saya memang jarang membicarakan hal ini. Tapi, sekarang saya merasa lebih nyaman untuk jujur pada Anda.”

Bu Nadia tersenyum lembut, merasa tersentuh oleh kejujuran Pak Arman. "Terima kasih sudah berbagi, Pak Arman. Saya menghargai kejujuran Anda."

Pak Arman mengangguk dengan senyum, merasa lega bisa terbuka. “Jadi, Bu Nadia, bagaimana dengan Anda? Saya tahu Anda masih single, tapi pasti banyak yang tertarik pada Anda, kan?”

Bu Nadia tertawa kecil dan sedikit salting. “Ah, saya sibuk mengajar dan belum ada waktu untuk itu. Tapi, siapa tahu, sekarang saya bisa mulai membuka hati.”

Pak Arman mengangkat alis, sedikit terkejut dan senang mendengar pernyataan itu. “Wah, kalau begitu, mungkin saya punya sedikit kesempatan?” candanya dengan tawa.

Bu Nadia hanya tersenyum sambil melirik ke arah lain, “Mungkin saja, Pak Arman. Tapi, Anda harus membuktikan diri dulu.”

Mereka berdua tertawa, suasana semakin akrab dan nyaman. Obrolan mereka terus berlanjut hingga sore berganti malam, dengan banyak canda tawa dan momen lucu. Pak Arman, yang biasanya tampak gugup, semakin rileks, sementara Bu Nadia merasa nyaman karena bisa lebih mengenal sosok di balik sikap pantang menyerah Pak Arman.

Saat mereka berpisah, Pak Arman merasa hari itu adalah hari terbaik dalam hidupnya. “Bu Nadia, terima kasih untuk sore yang menyenangkan. Semoga kita bisa mengulanginya lagi.”

Bu Nadia mengangguk dengan senyum manis, “Kita lihat nanti, Pak Arman. Sampai jumpa besok di sekolah.”

Malam itu, mereka pulang ke rumah masing-masing, tapi senyuman tetap menghiasi wajah mereka. Bu Nadia mulai merasa bahwa mungkin, hanya mungkin, Pak Arman bukan sekadar wali murid biasa. Dan bagi Pak Arman, Bu Nadia adalah wanita yang memberi harapan baru dalam hidupnya yang sepi.

Pertemuan mereka di alun-alun itu, ternyata hanyalah awal dari cerita yang lebih panjang dan penuh kejutan.

Setelah pertemuan di alun-alun, Bu Nadia dan Pak Arman pulang ke rumah masing-masing dengan senyum lebar di wajah mereka. Momen-momen di sore hari itu masih terngiang jelas di benak mereka. Bu Nadia merasa senang bisa berbicara lebih dalam dengan Pak Arman, sedangkan Pak Arman merasa bahwa pertemuan itu adalah langkah maju yang signifikan.

Malam itu, setelah makan malam dan bersantai di rumah, Bu Nadia duduk di ruang tamunya sambil memeriksa ponselnya. Dia melihat pesan-pesan dari Pak Arman yang sudah mulai masuk. Dengan rasa penasaran, dia membuka aplikasi WhatsApp.

Pesan pertama dari Pak Arman: “Selamat malam, Bu Nadia. Sore ini sangat menyenangkan. Terima kasih telah meluangkan waktu untuk bertemu.”

Bu Nadia membalas dengan cepat, “Selamat malam, Pak Arman. Saya juga senang. Terima kasih sudah datang.”

Namun, Pak Arman tidak berhenti di situ. Beberapa saat kemudian, dia mengirimkan pesan lagi yang membuat Bu Nadia tersenyum. “Bu Nadia, boleh tanya sesuatu? Kenapa saat pertama kali saya mendekati Anda, Anda terlihat begitu cuek?”

Bu Nadia terdiam sejenak, berpikir bagaimana cara menjawab pertanyaan itu. Setelah beberapa saat, dia membalas dengan santai, “Sebenarnya, saya tidak berniat cuek. Hanya saja saya ingin memastikan bahwa Anda serius dan bukan hanya sekadar iseng.”

Pesan itu membuat Pak Arman sedikit kaget. “Oh, jadi itu alasan Anda? Saya kira saya mungkin membuat kesalahan.”

Bu Nadia tertawa kecil, “Tidak, Pak Arman. Saya hanya ingin tahu lebih banyak tentang Anda sebelum membuka diri.”

Pak Arman merasa lega mendengar penjelasan itu. “Ah, jadi begitulah. Saya mengerti sekarang. Terima kasih sudah menjelaskan. Jadi, apa rencana kita selanjutnya?”

Bu Nadia merasa nyaman dengan percakapan mereka. “Mungkin kita bisa mulai dengan berbicara lebih sering. Lagipula, kita baru saja mulai mengenal satu sama lain.”

Pak Arman merasa senang dengan balasan Bu Nadia. “Tentu, Bu Nadia. Saya akan berusaha lebih baik lagi. Dan jangan khawatir, saya tidak akan menyerah begitu saja.”

Bu Nadia merasa terhibur dengan semangat Pak Arman. “Baiklah, Pak Arman. Saya menantikan percakapan kita selanjutnya. Semoga bisa lebih menyenangkan.”

Di sisi lain, Pak Arman tidak bisa menahan senyum saat membaca pesan Bu Nadia. Dia merasa semangatnya semakin membara untuk melanjutkan pendekatan ini. “Bu Nadia, saya sangat menghargai kesempatan ini. Sampai jumpa besok di sekolah.”

Setelah saling berbalas pesan, mereka mengakhiri percakapan malam itu dengan penuh rasa nyaman. Bu Nadia menatap ponselnya dan tersenyum, merasa bahwa mungkin pertemuan di alun-alun bukanlah akhir, melainkan awal dari sesuatu yang lebih menarik.

Malam itu, saat Bu Nadia bersiap untuk tidur, dia merenung, “Pak Arman tampaknya benar-benar serius. Semoga semuanya berjalan dengan baik.”

Di rumah Pak Arman, dia juga merasa puas. “Bu Nadia cukup menantang, tapi itu justru membuatku semakin ingin mengenalnya. Semoga besok bisa lebih baik.”

Keduanya, meskipun berada di tempat yang berbeda, merasa bahwa malam itu adalah awal dari perjalanan yang penuh warna. Mereka siap untuk melanjutkan pendekatan dan mengetahui lebih banyak tentang satu sama lain, sementara harapan untuk masa depan mulai tumbuh di hati mereka.

"Senyuman Bu Nadia - Melodi Hati yang Tumbuh"

Hari-hari berlalu, dan hubungan antara Bu Nadia dan Pak Arman semakin dekat. Setiap pagi, Bu Nadia pergi ke sekolah dengan penuh semangat, dan hari-harinya diisi dengan tawa dan senyuman. Terutama setelah pertemuan mereka di alun-alun, ia merasa lebih ringan dan bahagia.

Di sekolah, saat mengajar anak-anak TK, Bu Nadia sering terlihat tersenyum-senyum sendiri. Senyumannya tampak lebih ceria dan alami. Para muridnya pun mulai memperhatikan perubahan ini.

“Bu Nadia, kenapa hari ini senyum terus?” tanya Bintang, salah satu muridnya, dengan polos.

Bu Nadia tertawa lembut, “Oh, Bintang, karena hari ini sangat menyenangkan. Ada banyak hal yang membuatku bahagia.”

Bintang mengerutkan dahi, “Seperti apa?”

Bu Nadia hanya tersenyum misterius, “Seperti… sebuah rahasia yang membuatku senang. Tapi, aku tidak bisa memberitahumu.”

Di sisi lain, Pak Arman semakin akrab dengan Bu Nadia. Mereka sering berkomunikasi lewat chat, dan perasaan mereka semakin mendalam. Setiap kali Pak Arman mengirimkan pesan atau menelepon, Bu Nadia merasa hatinya bergetar dengan cara yang menyenangkan.

Suatu hari, setelah kelas berakhir, Bu Nadia duduk di meja kerjanya sambil memeriksa ponsel. Pak Arman baru saja mengirim pesan singkat yang membuatnya tersenyum. “Bu Nadia, bagaimana hari Anda hari ini?”

Bu Nadia membalas dengan cepat, “Hari ini sangat bagus, Pak Arman. Anak-anak sangat ceria dan belajar banyak. Dan saya juga… bahagia.”

Pesan itu memicu balasan dari Pak Arman, “Itu luar biasa. Saya senang mendengar Anda bahagia. Ada yang spesial hari ini?”

Bu Nadia menatap pesan itu, sedikit terkejut. “Sebenarnya, saya rasa ada sesuatu yang spesial. Hanya saja saya belum tahu bagaimana menjelaskannya.”

Pak Arman membalas dengan semangat, “Mungkin kita bisa berbicara lebih banyak malam ini. Saya ingin tahu lebih banyak tentang apa yang membuat Anda bahagia.”

Bu Nadia merasa bersemangat mendengar ajakan itu. “Baiklah, Pak Arman. Saya akan menunggu chat Anda malam ini.”

Sore hari di sekolah, Bu Nadia terlihat lebih bersemangat dari biasanya. Dia menghabiskan waktu dengan anak-anak, membagikan cerita dan permainan, semuanya dengan senyum di wajahnya. Rekan-rekannya mulai memperhatikan perubahan positif dalam dirinya.

“Bu Nadia, sepertinya hari ini Anda sangat bahagia,” kata Ibu Rina, salah satu rekan guru. “Ada sesuatu yang terjadi?”

Bu Nadia hanya tersenyum dan menggelengkan kepala, “Ah, tidak ada apa-apa. Hanya saja, saya merasa sangat baik hari ini.”

Di rumah, malam hari, Bu Nadia dan Pak Arman melanjutkan percakapan mereka lewat chat. Pembicaraan mereka semakin dalam dan pribadi, membuat keduanya merasa lebih terhubung.

Pak Arman mengirimkan pesan, “Bu Nadia, saya ingin Anda tahu betapa spesialnya Anda bagi saya. Anda membuat hari-hari saya lebih berarti.”

Bu Nadia merasa hangat di hati saat membaca pesan itu. “Terima kasih, Pak Arman. Anda juga membuat hari-hari saya lebih ceria.”

Mereka terus berbicara hingga larut malam, membahas segala hal mulai dari hobi hingga rencana masa depan. Keduanya merasa semakin nyaman satu sama lain, dan perasaan mereka semakin mendalam.

Hari demi hari, senyum Bu Nadia semakin sering terlihat di wajahnya. Dan setiap kali dia melihat pesan dari Pak Arman, senyum itu menjadi lebih lebar. Hubungan mereka yang semakin dekat membuat Bu Nadia merasa bahagia dan penuh harapan.

Sementara itu, Pak Arman merasa bahwa perasaan untuk Bu Nadia semakin kuat. Dia tidak sabar untuk melanjutkan perjalanan ini dan mengetahui lebih dalam tentang wanita yang telah membuatnya jatuh hati. Dan di hati Bu Nadia, ada sebuah melodi baru yang tumbuh, melodi yang penuh dengan harapan dan kebahagiaan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!