Saling mencintai, namun restu tak menyertai. Tetap memaksakan untuk menjalankan pernikahan tanpa restu. Namun ternyata restu masih di atas segalanya dalam sebuah pernikahan.
Entah apa yang akan terjadi lada pernikahan Axel dan Reni, ketika mereka harus menjalani pernikahan tanpa restu. Apa mungkin restu itu akan di dapatkan suatu saat nanti. Atau bahkan perpisahan yang akan terjadi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebuah Hadiah Dari Tuhan
Malam yang terlewati dengan kesakitan yang luar biasa. Mendapatkan surat begitu menyentuh dari mantan istrinya. Rasa sakit yang semakin memenuhi hatinya. Seorang pria yang tengah hancur dalam hidupnya dan juga segalanya.
Bukan hal yang mudah untuk menjalani pernikahan tanpa cinta dengan istri barunya ini. Sudah satu bulan penuh sejak mereka menikah, maka tidak pernah ada komunikasi yang benar-benar menunjukan keharmonisan pasangan suami istri. Bahkan sampai sekarang, Axel belum menyentuh istrinya barunya itu. Seolah memang ada hal yang menghalanginya untuk memberikan hak Avinna sebagai istrinya. Hatinya tidak mengizinkan itu terjadi.
Pagi ini ketika dia pulang ke rumah, Avinna sudah menyambutnya. Mereka masih tinggal di rumah orang tuanya, dan mungkin memang tidak berniat untuk pergi tinggal berdua saja.
Avinna duduk di pinggir tempat tidur dan menatap suaminya yang baru saja keluar dari ruang ganti. Dia sudah kembali siap dengan pakaian kerjanya.
"Kemana saja semalaman gak pulang?"
Axel yang sedang memasang dasi di lehernya, langsung melirik pada istrinya itu. Hanya sebuah lirikan sekilas saja, dia kembali fokus ke cermin dan memasang dasinya sendiri.
"Ada urusan"
Jawaban yang benar-benar singkat dan tidak memuaskan untuk Avinna. Dia hanya seorang istri yang ingin tahu kemana suaminya pergi semalam. Tapi sepertinya memang Axel tidak pernah ingin memberitahunya. Meski dia bertanya pun.
"Mau sampai kapan?"
Pertanyaan yang kali ini cukup membuatnya menoleh dan menatap istrinya. "Sampai kapan?"
Avinna berdiri dari duduknya, dia menatap suaminya dengan mata yang kesal, kecewa, dan marah. "Sampai kamu akan seperti ini padaku? Aku ini istrimu, kenapa kamu begitu tidak menghiraukan keberadaanku. Bahkan sudah satu bulan penuh kita menikah, tapi kau sama sekali tidak memberikan hak itu padaku"
Axel tersenyum mendengar, senyuman yang terlihat sangat sinis. "Kau yang memaksa pernikahan ini untuk tetap terjadi. Jadi sekarang kau harus terima jika aku seperti ini. Karena mau aku tidak bisa memaksakan perasaanku"
Tangan Avinna mengepal erat, matanya sudah berkaca-kaca sekarang. Melihat suaminya yang mengambil jas dan memakainya, lalu dia segera keluar dari kamar tanpa menghiraukan Avinna yang masih berada disana.
"Aku pasti akan bisa mendapatkan hatimu. Tunggu saja"
Ambisi dalam diri Avinna masih begitu besar. Karena untuk mendapatkan Axel bukanlah hal yang mudah baginya. Jadi dia memilih untuk bisa mendapatkan hatinya saat ini. Apapun akan dia lakukan untuk bisa mendapatkan hati suaminya.
*
Sebuah kertas berada di tangannya, dia memegangnya dengan gemetar. Hasil dari pemeriksaan yang dilakukan hari ini. Reni menoleh pada Bibi yang duduk disampingnya, Bibi hanya mengelus bahunya untuk menguatkan Reni dalam situasi seperti ini.
Reni seolah tidak bisa berkata-kata lagi, bahkan ketika Dokter memberikan vitamin dan juga obat padanya, hanya Bibi yang mengambilnya.
Masih berjalan dengan gontai di lorong rumah sakit dengan di papah oleh Bibi disampingnya. Hasil pemeriksaan tadi masih membuatnya tidak percaya. Dia bingung dan terkejut dengan semua ini.
"Bi, bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan?"
Bibi menatap keponakannya ini dengan penuh prihatin. Dia langsung memeluknya, dan tangisan Reni pecah juga.
"Nak, ini hanya sebuah hadiah dari Tuhan. Dan kamu tidak boleh menolaknya. Kamu harus menerimanya dengan lapang dan bahagia"
Reni benar-benar menangis dalam pelukan Bibi di lorong rumah sakit ini. Semuanya seolah tidak berhenti menimpa dirinya. Meski ini seharusnya adalah kebahagiaan, tapi jika dalam kondisi dan situasi seperti ini, Reni tidak yakin jika semua ini akan menjadi sebuah kebahagiaan.
"Aku harus bagaimana Bi? Hiks.. hiks.. Aku tidak bisa membesarkan anak ini sendirian. Aku rasa aku tidak sanggup"
Bibi melerai pelukannya, dia menatap wajah keponakannya dengan lekat. Dia menghapus air mata Reni dengan kedua tangannya, menangkup wajah Reni.
"Dengarkan Bibi, kamu tidak akan membesarkannya sendirian. Kamu masih punya Bibi, Paman dan adik kamu. Kita semua akan membantu kamu menjaga anak ini. Kamu tidak sendirian, Nak"
Reni menatap Bibi dengan lekat, lalu dia kembali memeluk Bibinya dengan erat. Air mata masih mengalir begitu saja. Rasanya masih begitu mengejutkan saat dia dinyatakan hamil oleh Dokter. Bahkan usia kandungannya baru saja 3 minggu.
"Terima kasih karena selalu ada untukku, Bi"
"Iya Nak, sekarang ayo kita pulang dan nanti kita jelaskan pada Paman dan adikmu tentang semua ini" ucap Bibi sambil mengelus perut Reni yang masih rata. "...Kita akan besarkan anak ini bersama. Kamu tidak pernah sendirian"
Terkadang Bibi juga merasa tidak percaya dengan semua hal yang di alami oleh keponakannya ini. Rasanya memang terlalu banyak hal yang dilewati oleh Reni. Gadis ini memang terlalu tangguh dan kuat dalam menghadapi masalah. Tapi dia juga bisa berada di titik terendahnya.
Ketika pulang ke rumah, mereka menunggu Rezka pulang dari bekerja. Barulah setelah makan malam bersama di rumah Bibi, mereka mulai menjelaskan apa yang terjadi.
Rezka cukup terkejut mendengar kabar ini. Dia langsung menghampiri Kakaknya dan memeluknya. Tidak bisa lagi menahan air mata saat ini.
"Aku akan menjaga Kakak dan anak ini. Kakak tidak perlu khawatir dan cemas, aku akan menjaga kalian dengan baik"
Reni memeluk adiknya, dia begitu terharu dengan adiknya yang sekarang sudah terlihat dewasa. Pemikirannya dalam menghadapi masalah juga bisa lebih tenang lagi. Meski mungkin dalam hatinya dia marah pada orang-orang yang membuat hidup Kakaknya seperti ini. Bagaimana pernikahan yang saling mencintai, tapi tetap harus berakhir karena orang-orang itu.
"Terima kasih ya Dek. Kakak begitu beruntung karena ada kalian semua disini bersamaku"
Tangan Paman mengepal erat, ada sebuah kemarahan terpendam dalam dirinya. Melihat keponakannya yang sudah seperti anak kandungnya sendiri.
Lagi-lagi aku harus melihat pengorbanan pernikahan tanpa restu.
Paman mencoba untuk menahan air matanya, dia masih mengingat bagaimana kejadian seperti ini pernah terjadi pada orang tua Reni dan Rezka. Namun beruntungnya mereka masih bisa bertahan sampai maut memisahkan. Sampai mereka mempunyai dua orang anak seperti ini.
"Jangan pernah beritahu siapapun dari pihak keluarga mantan suamimu. Cukup kita saja yang mengetahui tentang ini. Paman tidak mengizinkan mereka menyentuh anakmu nantinya"
Amarah Paman yang sudah seperti seorang Ayah yang melihat anaknya tersakiti dan terluka. Dan Reni hanya mengangguk saja. Lagian dia juga tidak mengira akan bertemu lagi dengan mantan suaminya atau keluarganya itu. Dia sudah tinggal di Kota yang berbeda dengan suaminya ini.
Bersambung
Ngak ada extrapart gitu kak 😁😁😁
lanjut kak semangat 💪💪💪