Lihat saja, aku bersumpah, aku akan membuatnya memohon untuk menikah dengan ku kurang dari 100 hari ini.
Luna mengucapkan sumpah di depan sahabatnya, Vera yang hanya menganga menatap ke arahnya, merasa sumpahnya itu konyol dan takkan pernah terjadi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RatihShinbe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28
Perjalan bisnis.
Luna menarik kopernya di deretan kamar motel. Abel masuk ke kamarnya, begitu juga Luna. Mereka sedang berada di Los Angeles. Hanya motel, bukan hotel berbintang lima seperti biasanya.
"Alasannya karena pemandangan di sini indah" ucap Luna mengejek ucapan Abel.
Tapi kemudian, matanya terbuka lebar bersamaan dengan mulutnya, menatap ke arah pantai yang indah di balkonnya.
"Indahkan! " ucap Abel yang juga keluar.
"Waahhh, kita bisa ke sana nanti kan? " tanya Luna.
"Tidak bisa, kita haru meeting malam ini, jadi tidurlah, soalnya meetingnya sampai dini hari" ucap Abel kemudian masuk dan menutup pintu.
Luna merengut, merasa sayang jika harus melewatkan sunset ditempat seindah itu. Tapi dia juga merasa sangat lelah, dia masuk dan tertidur di sofa.
#
Malam tiba.
Abel sudah siap dengan setelan jasnya seperti biasa. Dia keluar kamar menatap pintu kamar Luna. Hendak mengetuk, tapi suara tawa Luna terdengar dari sana.
"Dia sudah keluar? " gumam Abel.
Abel berjalan menuju lobi dan melihat Luna sangat cantik dengan dress bunga selutut dan blazer hitam, rambut yang tergerai dan lipstik merah. Matanya tak berkedip melihat nya. Ditambah tawa lebar yang merekah, terlihat sangat bahagia.
"Benar, anda sangat lucu tuan Frans" puji Luna pada pemilik motel yang sedang bicara dengannya.
Luna menoleh ke arah Abel karena Frans yang tersenyum ke arahnya.
"Anda sudah siap? " tanya Luna.
"Sudah, ayo! " ucap Abel.
Mereka berjalan beriringan menuju restoran di dekat pantai. Beberapa mata tertuju pada Luna dan Abel. Terutama Luna, Abel memegangi lengannya agar tak menabrak orang lain. Tapi pemandangan itu terlihat seperti Abel sedang melindungi nya dari tatapan para pria di sana.
Kemudian, lambaian tangan partner kerja mereka membawa langkah kaki mereka ke sana.
"Hai.....meetingnya belum mulai ya, kita pesta dulu" ucap Wendy.
Mereka bergabung, meskipun merasa di sana terlalu bising.
Hingga akhirnya mereka pindah dan meeting yang sesungguhnya.
"Tandatangan kontrak akan dilakukan jika kalian setuju dengan proyek ini" ucap Abel diakhir presentasi nya.
Mereka puas dengan presentasi Abel.
"Baiklah, mungkin besok aku akan menjelaskan semuanya pada pimpinan, dan lusa adalah penentuannya. Ku harap kita bisa bekerja sama dengan baik" ucap Wendy.
Mereka pun berpisah.
Abel mengajak Luna berjalan di pantai tanpa alas kaki.
"Apa tidak terlalu aneh anda tidak bisa bertemu pimpinan mereka hanya karena alasan bahwa kita terbilang terlalu mengambil resiko besar dengan mengambil acara tersebut di tv kita? " ucap Luna.
"Tidak, memang dia selalu begitu, bukan hanya pada kita, tapi pada semua tv yang meminta kerjasamanya. Terutama acara ini memang sangat sukses dia setiap negara yang mengambilnya. Mereka juga tidak mau kita mengambil acara itu tapi tidak mendapatkan apa-apa karena kurangnya penonton" jelas Abel.
Deru ombak mengiringi langkah mereka yang mulai mendekati motel.
"Sudah pukul 3, kau istirahatlah" ucap Abel saat melihat motel sudah tinggal beberapa langkah lagi.
"Iya Pak" jawab Luna berjalan terlebih dahulu.
Abel menatapnya, merasa tak ingin malam itu hanya berakhir di sini saja. Berakhir mengantar kepergian Luna dengan tatapan saja.
Abel berjalan menyusul, dia hendak meraih lengan Luna kemudian memberanikan diri untuk menciumnya. Dia ingin menyatakan perasaan nya padanya.
Berpikir mungkin ini waktu yang tepat untuk melamarnya, setelah berpikir panjang tentang ucapan Devan padanya tentang pernikahan.
Mungkin akan jauh lebih baik menikahinya, meskipun nantinya dia tahu yang sebenarnya, setidaknya dia sudah jadi miliknya.
Tapi, Luna malah berbelok ke sisi lain, karena melihat sesuatu yang menarik.
Abel yang terlanjur mengambil langkah panjang, akhirnya tersungkur karena tak dapat meraih lengannya.
"Waahh, apa itu? " tanya Luna terkagum.
Abel terjatuh, Luna tak melihatnya.
"Untung dia tidak lihat" gumam Abel yang malah berbaring miring seolah sedang santai tidur di ranjang nya.
Abel buru-buru berdiri dan menyusulnya. Kali ini dia benar-benar menarik lengan Luna sebelum sampai ke pondok yang dia tuju.
Pondok dimana sedang diadakan pesta miras, dan beberapa penari telanjang menari disana.
"Eitsss, jangan kesana! " ucap Abel menariknya.
"Kenapa?" tanya Luna tak ingin berhenti berjalan.
"Jangan, kan aku sudah bilang cepat tidur! " Abel berusaha menariknya.
Tenaga Luna cukup besar dan membuat mereka semakin dekat dengan pondok itu.
Akhirnya, Luna melihat dari dekat, tapi dia langsung terkejut. Abel menutup kedua matanya dengan tangannya.
Luna berbalik menghadap ke Abel, merasa malu dengan apa yang sudah dia lihat.
"Kan aku sudah bilang jangan" ucap Abel.
"Maaf! " ucap Luna yang masih tak berani membuka matanya.
Abel tersenyum melihat betapa manisnya dia dari dekat. Tatapannya turun ke bibir Luna yang merah. Abel menelan salivanya. Dia merangkul bahu Luna dan membawanya kembali ke motel.
"Lain kali jangan keras kepala, jika aku bilang tidur ya tidur" ucap Abel, mengomelinya sepanjang jalan.
Sampai di depan pintu kamarnya, Luna terlihat sangat malu.
"Sudah sana masuk, jangan di ingat-ingat apa yang sudah kamu lihat" ucap Abel menunjuk wajahnya.
"Masih terbayang" ucap Luna merasa benar-benar malu.
Abel tersenyum menertawakan nya.
"Ingat, jika ada kerumunan pesta seperti itu lagi, jangan didekati" Abe masuk ke kamarnya.
Luna juga masuk.
"Mana aku tahu kalau itu pesta semacam itu" gumam Luna.
Abel berganti pakaian, dia masih tersenyum mengingat betapa polosnya Luna.
"Dasar bodoh, pesta penari telanjang pria dia sambangi dengan polosnya" ucap Abel seraya bercermin.
Kemudian, terdengar suara benda jatuh dari kamar Luna. Abel buru-buru keluar dan membuka pintu kamarnya.
Terlihat Luna terduduk di depan toilet.
"Kau jatuh? " tanya Abel yang mendekat padanya.
"Aww, sakit! " keluh Luna seraya memegang sikutnya.
"Mana lihat? " pinta Abel.
Tapi Luna tak menunjukkan nya.
"Tidak, tidak apa-apa, anda kembali saja ke kamar" pinta Luna.
Dia merabanya, merasa ada darah yang keluar, dia tak mau Abel pingsan melihatnya.
Tapi Abel bersikeras, dia memaksa Luna menunjukkan nya.
"Lihat! Bagaimana jika terkilir" ucap Abel cemas.
"Tidak, aku tidak terkilir" Luna juga bertahan tak melepaskan tangannya.
"Kau ini benar-benar ya, lihat...! " Abel bersikeras, kemudian melihat darah di tangan Luna.
Dia langsung pingsan, Luna menghela keras menatapnya terbaring.
"Kalau begini, bagaimana aku menolongnya? " gumam Luna benar-benar merasa kesal.
Abel terkulai ke pangkuan Luna, dia kesulitan mengambil ponselnya untuk menghubungi pemilik motel agar menolongnya.
Dia berusaha mengangkat tubuh Abel, tapi tangannnya terasa sakit, dia kesulitan.
Sedikit demi sedikit bisa mengangkat dan membuat Abel duduk, tapi karena sikutnya juga sedikit terkilir, Luna tak bisa menahan lagi. Tubuh Abel jatuh menimpa badannya, kepala Luna terbentur lantai kemudian pingsan juga.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=>>