"Jangan harap aku akan tunduk kepada siapapun! Apalagi seorang wanita sepertimu!" Alaska Dirgantara.
"Sekeras apapun hatimu menolakku, aku tidak peduli! Akan aku pastikan hati sekeras batu itu luluh dengan caraku!" ucap Arumi Nadya Karima.
Alaska Dirgantara, merupakan pewaris tunggal Dirgantara. Pria keras dan kasar yang terpaksa harus menerima perjodohan dengan wanita pilihan Papa Farhan---ayah kandungnya, sebagai syarat untuk mendapatkan aset keluarganya.
***
Terbangun dari koma selama tiga bulan, Arumi Nadya Karima dikagetkan dengan status barunya yang tiba-tiba sudah menjadi istri dari pria kejam yang bahkan tidak dikenalinya sama sekali. Dan lebih parahnya lagi, ia hanya dijadikan alat untuk mempermudah jalannya mendapatkan aset Dirgantara dari ayah mertuanya.
Akankah Arumi mampu menjalini hari-harinya berganti status seorang istri dari pria keras dan kejam? Atau memilih pergi dari suaminya? Yuk ikuti kisah selanjutnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lina Handayani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 24 : Menagih Janji
..."Janji adalah perkataan yang harus ditepati. Di dalamnya berisi tanggung jawab yang perlu dipenuhi. Apa yang diputuskan, semua memiliki konsekuensi. Jika tidak ingin menepati, maka janganlah berjanji karena itu membutuhkan tanggung jawab yang pasti."...
...~~~...
Siang hari, waktunya untuk istirahat telah tiba. Para karyawan dan pekerja lainnnya tengah menikmati masa istirahatnya, dari pekerjaan yang begitu banyak dan cukup menguras tenaga. Begitupula dengan Alaska, ia menyandarkan kepalanya ke kursi kebanggaannya itu.
Rasanya begitu lelah sekali, punggungnya cukup sakit karena menunduk cukup lama. Meskipun begitu, Alaska adalah direktur utama perusahaan Dirgantara Group, tentu perkerjaannya tidak terlalu berat, tetapi tanggung jawabnya luar biasa. Namun, cukup menguras tenaga, karena ia dikenal dengan ceo yang paling tegas dan teliti, sehingga membuatnya harus lebih siaga.
"Duh, capek dan lelah juga hari ini," ucap Alaska sembari memijat pelipisnya karena terasa pusing.
Dikala kegiatannya itu, sekejap ia mengingat janji persyaratan dari papanya yang sempat disepakati oleh dirinya. Senyum mengembang di bibir Alaska, seketika rasa lelahnya mulai sirna.
"Aku harus menemui Papa sekarang juga!" katanya beranjak dari kursi kebanggaannya itu untuk mencari keberadaan Papa Farhan.
Langkah ceo tampan itu yang baru saja keluar dari dalam ruangannya, seketika menarik perhatian para karyawan yang saling berlewatan, karena sudah dibebaskan jika masuk jam istirahat.
"Wah tampan sekali ya ceo kita? Kalau aku jadi istrinya pasti beruntung banget," ucap karyawan perempuan yang menyimpan perasaan kepada sang ceo muda itu.
"Sutt! Jangan mengkhayal kamu! Tuan muda tidak mungkin mau sama cewe kayak kamu," cetus karyawan wanita lainnya yang tidak suka dengan lontaran karyawan genit itu.
Setiap langkah Alaska, banyak yang membicarakannya dan memuji dirinya. Entah itu dari ketampan, ataupun sikap, dan kekayaannya. Namun, itu semua dianggap acuh oleh sang ceo tampan itu, karena ia sangat anti dengan wanita, kecuali sekretarisnya yang sempat digosipkan dekat dengannya.
Sesampainya di ruangan Papa Farhan, nampaknya papanya itu sedang menikmati bekal yang dibuat oleh istrinya. Tanpa berkata sepatah katapun, Alaska menghampiri Papa Farhan dan duduk di kursi depan papanya.
"Pa, Alaska mau menagih janji Papa waktu itu," ucap Alaska seketika membuat Papa Farhan tersedak.
"Ehukk! Ehuk! Air, bawakan minum!" pinta Papa Farhan membuat Alaska segera mengambilkan segelas air untuk papanya itu.
"Ini Pa. Makanya hati-hati kalau makan," lontar Alaska memberikan segelas air untuk papanya.
Papa Farhan menatap tajam putranya, lalu meneguk habis air yang berada di dalam gelas itu. Sungguh Alaska tidak ada sopan santunnya kepada orang tua, apalagi ini orang tuanya sendiri.
"Ada perlu apa kamu ke sini?" tanya Papa Farhan mulai serius, menatap tajam putra tunggalnya dari pernikahan pertamanya dengan mendiang Aluna.
"Apa kurang jelas tadi Alaska mengatakannya, Pa?" tanya balik Alaska dengan santai.
"Dasar anak ini! Bukannya menjawab malah balik tanya. Apa susahnya coba mengulangnya kembali?" cetus Papa Farhan heran dengan putranya yang sangat irit bicara.
"Alaska tidak suka bertele-tele Pa. Aku ke sini hanya untuk menagih janji Papa!" ucap Alaska tidak kalah seriusnya dengan Papa Farhan.
Papa Farhan mengerutkan keningnya. "Janji apa yang kamu maksud?" tanyanya kembali, nampaknya ia belum mengerti dengan arah pembicaraan Alaska.
"Sudahlah. Jangan pura-pura tidak tahu, Pa! Papa sendiri yang memberikan persyaratan kepadaku untuk menikahi Arumi. Sekarang aku sudah menikahinya, Alaska menagih janji Papa yang akan memberikan aset Dirgantara Group kepadaku," jelas Alaska agar papanya itu tidak kembali bertanya.
Kini Papa Farhan mulai mengerti ke mana arah pembicaraan Alaska. Ia mulai mengingat kejadian tiga bulan lebih yang lalu, soal persyaratan yang diberikannya kepada Alaska.
"Baru juga kamu bersama Arumi dua belas hari menjadi suami istri yang sewajarnya, sudah menagih janji saja," kata Papa Farhan seketika membuat Alaska kesal.
"Papa jangan salah, Alaska sudah menikahinya lebih dari tiga bulan ini, seharusnya Papa sudah memberikan janji Papa itu setalah pernikahan itu terjadi. Masih untung aku menagihnya sekarang," balas Alaska tidak mau kalah dengan papanya.
"Ya, tapi kamu baru saja bersamanya setelah Arumi sadar dari koma, itupun belum lama ini. Tidak segampang itu kamu mendapatkan aset Dirgantara Group," ucap Papa Farhan sontak membuat Alaska menautkan kedua alisnya.
"Apa yang Papa maksud? Persyaratan dari Papa sudah aku penuhi. Apalagi yang menghalangi Alaska untuk mendapatkan aset Dirgantara Group ini coba? Sudah waktunya aku mendapatkan itu sekarang!" Dengan tegas Alaska menekankan kata itu kepada Papa Farhan.
"Kamu belum bisa mendapatkannya sekarang. Persyaratanmu belum sepenuhnya kamu penuhi, Alaska! Papa harap kamu menepati itu," jawab Papa Farhan dengan senyum di bibirnya yang tidak pernah pudar.
"Hah! Persyaratan apalagi yang Papa maksud? Sudah jelas, Papa hanya meminta Alaska untuk menikahi gadis kampung itu, bukan? Tidak lebih dari itu!" sahut Alaska yang merasa kesal dengan sikap Papa Farhan yang terus membuatnya kebingungan.
Papa Farhan tersenyum penuh arti. "Ya, itu baru sebagian. Sebagian lainnya belum kamu penuhi," ucapnya dengan begitu santai.
"Sudahlah Pa! Jengan bertele-tele seperti itu! Alaska tidak menyukainya," ujar Alaska kehilangan kesabarannya untuk menanggapi Papa Farhan.
"Papa tidak bertele-tele, kamu saja yang belum menyadari syarat lainnya," lanjut Papa Farhan. Sungguh itu membuat Alaska sangat geram saja. Bukannya menjawab, malah makin membuatnya pusing.
"Sudahlah Pa, katakan saja intinya apa? Apalagi yang belum Alaska penuhi?" tanya Alaska dengan begitu serius.
Sungguh mengerikan bukan, menyaksikan perdebatan sengit antara orang tua dan anak itu? Apalagi tidak ada sopan-sopannya Alaska berbicara kepada papanya sendiri seperti itu.
"Santai jangan emosi seperti itu. Ingat yang sedang berbicara denganmu itu adalah ayah kandungmu sendiri!" tegas Papa Farhan, sedikit mengingatkan putranya agar tidak sembarangan asal bicara.
"Cih! Alaska sudah muak mendengar jawaban Papa yang tidak jelas itu! Sudahlah, Alaska pergi saja dari sini," ujar Alaska. Kali ini ia benar-benar kehilangan kesabarannya. Ia beranjak dari kursi dan mulai berjalan ke arah pintu keluar.
"Tunggu! Kamu mau ke mana Alaska?" tanya Papa Farhan yang cukup kaget dengan tingkah putranya itu.
"Balik ke ruanganku lah. Lagian Papa dari tadi hanya mengulur waktu Buang-buang waktu saja," jawab Alaska kembali melanjutkan langkahnya.
"Ya sudah, Papa katakan sekarang," kata Papa Farhan kini ke intinya.
Alaska berbalik dan kembali mendekati meja Papa Farhan.
"Cepat katakan! Alaska tidak ingin berlama-lama," ucap Alaska dengan sorot mata tajam yang menatap dalam Papa Farhan.
"Hem ... cuma sedikit. Kamu harus menjalani rumah tanggamu dengan Arumi secara baik. Jangan sampai ada kekerasan di dalamnya! Selama sebulan ke depan. Papa akan memantau kalian berdua dan jika terjadi kekerasan, atau kamu yang berperilaku tidak baik kepada Arumi, maka Papa tidak akan pernah memberikan aset Dirgantara Group kepadamu!" ucap Papa Farhan seketika membuat Alaska tertegun.
"Sudah itu saja Pa? Itu sangat mudah buatku," balas Alaska soraya terseyum, walaupun sangat janggal sekali.
"Eessttt! Jangan senang dulu! Ada satu persyaratan lagi," ucap Papa Farhan dengan senyum mengembang di kedua sudut bibirnya.
"Sialan ada lagi! Apa itu cepat katakan!" tegas Alaska dingin dan begitu serius.
Sungguh papanya itu sangat menguras emosinya. Saakan-akan Papa Farhan mempermainkan dirinya dengan terus memberikan syarat.
Papa Farhan terseyum sebelum menjawabnya.