NovelToon NovelToon
Danyang Wilangan

Danyang Wilangan

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Horror Thriller-Horror / Mata Batin / Roh Supernatural
Popularitas:6.7k
Nilai: 5
Nama Author: neulps

RONDHO KANTHIL SEASON 2

4 tahun setelah tragedi yang menjadikan Desa Wilangan tak berpenghuni. Hanum masuk usia puber dan kemampuan spesialnya bangkit. Ia mampu melihat kejadian nyata melalui mimpi. Hingga mengarah pada pembalasan dendam terhadap beberapa mantan warga desa yang kini menikmati hidup di kota.
Hanum nyaris bunuh diri karena setiap kengerian membuatnya frustrasi. Namun seseorang datang dan meyakinkannya,
“Jangan takut, Hanum. Kamu tidak sendirian.”

CERITA FIKTIF INI SEPENUHNYA HASIL IMAJINASI SAYA TANPA MENJIPLAK KARYA ORANG LAIN.
Selamat membaca.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon neulps, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Fakta

“Febrian...”

Sontak tubuh Febri lemas, lunglai seperti tak bertulang. Tangan yang berpegangan pada gagang pintu langsung terlepas, lalu tubuhnya merosot ke lantai. Febri yakin pada penglihatan dan perasaan, bahwa sosok Mirandani yang tengah mengelus kepala Hanum di hadapannya itu adalah manusia—bukan jejadian Danyang.

Febri tak mampu berkata-kata. Ia berusaha bangkit berdiri dengan kaki-kaki lemasnya. Namun karena tak kuasa menahan rasa kalut bercampur rindu yang mendera, ia hanya sanggup merangkak perlahan menuju wanita terkasihnya berada. Air mata membanjiri pipi. Isak tangis dan napas memburu yang hanya keluar dari mulut Febri.

“M—Mi—Mir...” gagapnya.

Suara bergetar Febri yang emosional itu disambut Mirandani dengan senyuman. Hingga Febri akhirnya sudah dekat lalu berusaha berdiri dengan menumpukan tangan di lengan kursi roda yang diduduki Mirandani saat ini. Mirandani hanya diam menatap ke wajah Febri.

Dengan tangan gemetaran, Febri mengusap pipi, rambut, dan leher Mirandani. Nyata. Kontan tangisan Febri makin menjadi. Didekapnya kepala wanita cantik itu, bahkan ia ciumi berkali-kali.

“MIIIR!! INI BENERAN KAMU, MIIIR!!”

Mirandani mengangguk. “Iya.”

“MIR?”

“Iya, Febrian.”

Febri nyaris megap-megap karena serangan fakta yang membuatnya sangat lega dan bahagia. “YA ALLAAAH!” raungnya.

Mirandani melingkarkan tangannya di punggung Febri. Tangisnya pecah juga. “Maafin aku, Febrian. Maaf...”

Febri menggeleng-gelengkan kepala. “Kamu—nggak salah apa-apa...” Ia lepas dekapannya lalu mengamati setiap diri Mirandani dengan masih berurai air mata. “Gimana—” Febri tercekat. “Kamu gimana bisa—”

Melihat emosi Febri yang labil, Mirandani lantas mengusap-usap lembut dada bidang pemuda itu. “Aku bakal jelasin.”

Febri mengangguk paham lalu mewek lagi. "Ini beneran kamu, Mir!" Keduanya berpelukan cukup lama. Hingga suara derit pintu cukup mengagetkan mereka.

“KAK MIR?!”

“BUBUUU!!!”

Kartika dan Mahesa berhambur masuk ke kamar itu. Febri segera melepas pelukannya untuk memberi kesempatan pada Kartika dan Mahesa memeluk Mirandani secara bergantian. Sementara itu, Dirman berdiri di luar kamar, menempel di dinding sambil menahan tangisan.

***

Mirandani duduk di kursi roda. Kartika membaringkan kepala di lututnya. Tangan kanan digenggam Mahesa. Lengan kiri dipeluk Febri. Dirman sampai geleng kepala melihat tingkah tiga muridnya.

“Kalian jangan kayak anak kecil. Nyai tidak akan ke mana-mana. Jadi lepaskan sekarang juga.”

Bukannya menurut, tiga muda-mudi itu justru makin merapat dan mengerat. Mirandani mendengus tawa. “Udah, nggak apa-apa, Pak Dirman.”

“Nyai jangan biarkan mereka berbuat sesukanya. Nyai harus istirahat sekarang.”

Mirandani menggeleng pelan. “Aku masih harus bayar hutang kangen mereka, Pak. Biar habis itu bisa tidur tenang semuanya.”

Dirman mendengus kesal. Ia duduk bersila di tikar. Menyeduh jamu sesuai resep yang pernah Mirandani ajarkan.

“Lagian aku juga perlu membahas banyak hal supaya kalian nggak lagi penasaran.” Tangan kiri Mirandani mengusap lembut kepala Kartika yang tergeletak lemas di pangkuannya. Kemudian ia sandarkan pipinya di bahu Febri.

“Febrian, kamu apa kabar?”

Febri terkesiap. “Aku udah mapan. Udah siap nikahin kamu sekarang.”

Kartika mendongak. “Nikah! Nikah! Masalah kita aja belum kelar!” sengaknya spontan.

“Yee! Kenapa kamu yang sewot?” sengak Mahesa.

Kartika mangap. Tak percaya Mahesa kini merestui Febri. Ia pukul lengan gempal satpam SMP itu sampai korbannya meringis kesakitan. “Kita selesaiin dulu masalah bales dendam baru bahas nikahan!”

“Iya! Iya!” sahut Mahesa sambil nyengir kesal pada Kartika.

Mirandani geleng kepala. Febri segera menarik wajah Mirandani sampai menghadap padanya. “Mir, ceritain dirimu selama ini. Gimana kamu bisa selamat? Padahal jelas-jelas waktu itu aku lihat kamu nikam dada kiri—”

“Iya, aku jelasin,” tukas Mirandani sambil menempelkan jari telunjuknya ke bibir Febri.

Kemudian Mirandani mulai berkisah.

Mirandani diselamatkan Danyang saat tubuhnya terseret air terjun. Sebelum pertarungan, Mirandani melarang Danyang membantunya. Mirandani sudah membulatkan tekad untuk ikut Sasmitha lenyap. Tapi Danyang tak mengizinkan. Danyang tiba-tiba datang dan menangkapnya.

Di ambang kematian, Mirandani seolah bisa melihat kepergian Ozza dan kawan-kawan. Ia bahkan melihat Febri berlumuran darah. Dan hal itulah yang membangkitkan tekadnya untuk bertahan hidup.

Danyang membawa Mirandani pulang. Lalu muncul di mimpi Manik untuk memintanya memberi pertolongan. Manik lalu sengaja membawa Mirandani ke luar kota. Mirandani dirawat di sebuah klinik kecil dengan fasilitas terbatas. Namun kerja keras para tenaga medis dan ketulusan Manik membuat luka parah Mirandani berangsur membaik seperti sebuah keajaiban.

“Selama bertahun-tahun ini aku diurus sama Bu Manik. Dia menetap di desa sebelah dan tiap pulang kerja pasti diem-diem dateng ngurusin aku.”

Febri meremas tangan Mirandani dengan lembut. Mirandani bisa merasakan gejolak emosi yang tersalur dari tangan Febri. Ditepuk-tepuknya punggung tangan besar itu.

“Aku sengaja tinggal di sini, sembunyi, dan ngelarang Bu Manik ngabarin kalian semua. Maaf, ya?”

Kartika menatap nanar. “Aku, Mahesa, kami semua, sedih banget, kangen banget. Tapi kalo akhirnya bisa ketemu lagi kayak gini, nggak apa-apa, kami seneng, kami bersyukur.”

Yang lain menimpali dengan anggukan kepala tak terkecuali Dirman. Pria tua itu merasa seperti mendapatkan hidupnya kembali setelah bertemu Mirandani asli. Sejak dulu ia sudah menganggap wanita itu sebagai adik putrinya.

“Berarti tadi pas Pak Dirman bawa Hanum masuk kamar, sebenernya udah ketemu Kak Mir juga di dalem?” tanya Mahesa.

Mirandani dan Dirman saling pandang. “Nggak, tuh,” jawab Mirandani. Hatinya seperti teriris melihat wajah merah sembab pria tua itu. “Yang pertama lihat aku Febrian, kok.”

Dirman mengangguk setuju. Ia baru tahu keberadaan Mirandani di kamar Hanum setelah mendengar Febri meraung menyebut nama wanita itu. Dirman yang baru kembali mengawasi luar, cukup terkejut mendengar nama Mirandani disebut. Ia yakin bahwa Febri tak lagi mengamuk. Sekujur tubuhnya gemetar hebat hingga tak berani untuk masuk. Barulah ia menguatkan hati melangkah ke dalam setelah mendengar tangisan Kartika dan Mahesa. Itu pun hanya sanggup mengintip dari luar pintu karena tak ingin memperlihatkan tangisannya.

“Gimana kondisi kamu sekarang?” tanya Febri sambil mengelus lengan Mirandani.

Mirandani manggut-manggut. “Aku udah baik-baik aja. Cuma...” Mirandani menunduk menatap kedua kakinya. “Seperti yang kalian lihat, aku lumpuh sekarang.”

Febri mengernyit sendu. Mahesa menunduk sedih. Kartika membekap mulut. Dirman menghela napas panjang.

“Nggak apa-apa! Nggak masalah! Mulai sekarang aku akan jagain kamu!” ikrar Febri dengan sorot mata berapi-api. Mirandani mendengus tawa. Ia cubit ujung hidung mancung Febri dengan manja. “Makasih, Febrian. Tapi aku belum mau ninggalin tempat ini sekarang.”

“Kenapa?” tanya empat orang bersamaan.

Mirandani mendengus panjang. “Aku tahu masalah yang kalian hadapi belum kelar. Aku masih butuh menyembunyikan diri di tempat ini. Jangan sampai orang-orang jahanam itu tahu aku masih hidup.”

“Benar,” timpal Dirman. Lalu tiga muridnya mengangguk mantap bersamaan.

“Aku udah punya rencana buat besok,” ungkap Kartika.

Kemudian selama beberapa lama mereka berlima membahas semua hal yang telah terjadi selama ini di kota. Tentang kemampuan spesial Hanum, Nayla, anonim yang mengancam Kartika, barang-barang peninggalan Mirandani, dan sebagainya.

“Oiya! Ngomong-ngomong soal Ireng, kok aku nggak lihat dia ikut Hanum ke sini, ya?” tanya Mahesa.

Febri mengedar pandang. “Kenapa aku juga baru sadar?”

“Ireng?” gumam Mirandani.

“Hantu buruk rupa, baunya bikin mual, dan terus ngekorin Hanum kecuali di panti asuhan,” jawab Febri.

Mirandani diam. Febri mengernyit. “Kamu kenal dia kan, Mir?” selidiknya dengan hati-hati.

“Aku pernah ngerasain aura Ireng waktu Hanum masih di desa dulu. Dan begitu mata batinku kebuka, aku bisa lihat dengan jelas wujud mengerikannya,” ungkap Mahesa.

“Dia nggak jahat, kok,” jawab Mirandani. “Dan ya, aku yang minta dia terus ada di deket Hanum. Bisa dibilang kayak Sasmitha yang nempelin aku. Bedanya, dulu makhluk itu nggak mau berurusan sama masalah keluarga Hanum. Jadi Hanum dipukul Warsih pun dia nggak mau nolong.”

“Jahat, dong!” sengak Kartika.

“Tapi semenjak kemampuan Hanum bangkit, Ireng justru bantuin dia mulu,” gumam Febri. “Tapi jadi kayak benalu nggak sih? Ngeselin!”

Mirandani nyengir. “Kalo soal itu... maaf aku nggak bisa berbuat apa-apa. Selama Hanum bisa bantu kita menuntaskan misi dan nyelametin orang-orang yang nggak bersalah, kalian harus jagain dia.”

“Iya!” jawab Febri dan lainnya.

“Nyai, kami tidak melihat penampakan sama sekali sejak masuk desa,” celetuk Dirman. “Apa itu berkat Danyang?”

Mirandani mengangguk. “Danyang mengizinkan kedatangan kalian. Jadi beliau menyingkirkan mereka semua entah ke mana. Kecuali anak-anak yang di halaman belakang.”

Kini sebagian besar rasa penasaran empat orang itu terjawab. Perasaan mereka campur aduk antara lega, bahagia, dan masih terbebani dengan kelanjutan misi. Sekaligus harap-harap cemas menanti kesembuhan Hanum.

1
Ali B.U
next
Andini Marlang: Alhamdulillah selalu ada Pakdhe Abu ... Barakallahu fiik 🌺
total 1 replies
Lyvia
suwun thor u/ upnya
Ali B.U
lanjut
n e u l: siap pak /Determined/
total 1 replies
Andini Marlang
makin seru ...💙💙💙💙💙

apa kabar ka ..... insyaa Allah selalu sehat juga sukses karya2 nya 🌺 🤲aamiin ......
Andini Marlang: Alhamdulillah sae .....🌺

sami2 .... Barakallahu fiik 💙
n e u l: alhamdulillah
apa kabar juga bund?
aamiin aamiin 🤲 matur suwun setia mengikuti karya ini ☺️
total 2 replies
Ali B.U
next
Lyvia
suwun thor u/ upnya
n e u l: sami-sami /Joyful/
total 1 replies
Ahmad Abid
lanjut thor... bagus banget ceritanya/Drool/
Lyvia
suwun thor u/ upnya
Ali B.U
next
Lyvia
suwun thor u/ upnya
Ali B.U
next
reska jaa
wahhh.. masih sempat up.. thank you👌
Lyvia
suwun thor u/ upnya
Ali B.U
next
Yulia Lia
lanjut thoor
reska jaa
bagus cerita muu thour.. di lanjut 🥳🥳
n e u l: terima kasih /Pray/ siapp /Good//Smile/
total 1 replies
Lyvia
suwu thor u/ upnya, matrehat
n e u l: sami-sami /Pray/ matur suwun juga terus mengikuti
total 1 replies
Ali B.U
apa yang terjadi sama Pak Dirman.?

lanjut
n e u l: masih misteri ya pak /Joyful/
total 1 replies
Lyvia
lagi thor
Ali B.U
next.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!