NovelToon NovelToon
Di Balik Layar HP

Di Balik Layar HP

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: Iqbal Maulana

Dimas Ardiansyah, seorang pria dari desa yang merantau ke Kota Malang untuk bekerja. Ia bekerja di sebuah perusahaan ternama di kota tersebut. Namun, ia harus menyadari bahwa bekerja di perusahaan ternama memiliki tekanan yang jauh berbeda.
Ketika ia merenungi semua masalah dan melampiaskannya ke hp hingga senja tiba. Dimas yang akhirnya pulang ke kos tak sengaja bertemu seorang gadis yang sangat menawan hingga beban pada pekerjaannya hilang sejenak setelah melihat gadis tersebut.
Apa yang akan dilakukan oleh Dimas setelah ia bertemu dengan gadis itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Iqbal Maulana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ujian Kepercayaan

Sejak percakapan jujur itu, Dimas merasa gelisah setiap hari. Meskipun Maya berjanji untuk tetap setia, bayangan tentang kedekatannya dengan Arif selalu mengganggu pikiran Dimas. Di kantor, dia sering melamun, kehilangan fokus, dan rekan-rekan kerjanya mulai memperhatikan perubahan tersebut. Suatu pagi, saat sedang duduk di meja kerjanya, rekan kerjanya, Rina, menghampiri. "Dimas, kamu kenapa sih belakangan ini? Kok kelihatan murung terus?" tanya Rina dengan nada khawatir. "Enggak apa-apa kok, Rin. Cuma lagi banyak pikiran aja," jawab Dimas sambil berusaha tersenyum. "Jangan bohong deh. Aku tahu kamu ada masalah. Cerita aja, siapa tahu bisa bantu," desak Rina.

Dimas menghela napas panjang. "Gini, Maya cerita kalau dia lagi dekat sama temen kantornya di Jogja. Aku tahu dia jujur, tapi aku nggak bisa berhenti kepikiran." "Oh, pantesan. Kamu cemburu ya?" tanya Rina sambil tersenyum simpul. "Bukan cuma cemburu, Rin. Aku takut kehilangan dia. Kita LDR-an, dan itu nggak mudah," jawab Dimas dengan suara lemah. "Ya ampun, Mas. Kamu harus percaya sama Maya. Kalau dia udah jujur, itu tandanya dia masih sayang sama kamu," kata Rina mencoba menyemangati. "Iya, aku tahu. Tapi tiap kali kepikiran, rasanya sakit banget," kata Dimas sambil menundukkan kepala.

Rina menepuk bahu Dimas pelan. "Coba deh kamu lebih fokus sama pekerjaan dulu. Jangan biarin pikiran buruk mengganggu." Dimas mengangguk pelan. Dia tahu Rina benar, tapi tetap saja, perasaan gelisah itu tidak mudah dihilangkan. Malam harinya, Dimas memutuskan untuk menelepon Maya. Dia ingin memastikan perasaannya dan mencoba untuk mengurangi kegelisahannya. "Sayang, lagi sibuk nggak? Aku pengen ngobrol," tanya Dimas setelah Maya mengangkat telepon. "Nggak kok, Sayang. Aku juga pengen ngobrol sama kamu," jawab Maya dengan suara lembut.

"Sayang, aku... Aku lagi banyak pikiran belakangan ini. Tentang kamu dan Arif," kata Dimas dengan suara pelan. Maya terdiam sejenak. "Aku ngerti Yang. Aku juga ngerasa bersalah udah bikin kamu khawatir." "Bukan salah kamu. Aku cuma... aku takut kehilangan kamu," kata Dimas dengan jujur. "Kamu nggak akan kehilangan aku. Aku sayang sama kamu, dan aku nggak mau hubungan kita rusak cuma karena jarak dan kesibukan," balas Maya. "Terus gimana caranya aku bisa lebih tenang? Aku pengen percaya sama kamu, tapi pikiran ini terus ganggu aku," kata Dimas dengan nada putus asa. "Kita harus lebih sering komunikasi Yang. Biar kita bisa saling support dan nggak ada salah paham lagi," kata Maya mencoba memberi solusi. "Iya, Sayang. Aku juga setuju. Kita coba lebih sering video call, ya?" balas Dimas.

Maya mengangguk di seberang telepon. "Iya. Aku juga pengen kita tetap dekat meski jarak memisahkan." Percakapan itu membuat Dimas merasa sedikit lebih tenang, meskipun bayangan tentang Arif masih sering muncul di kepalanya. Dia berusaha untuk lebih fokus pada pekerjaannya dan menjaga komunikasi yang lebih baik dengan Maya. Namun, hari demi hari, kegelisahan itu kembali menghantuinya. Suatu hari, ketika sedang istirahat makan siang, Dimas kembali menghubungi Maya.

"Yang, kamu lagi apa?" tanya Dimas sambil duduk di meja kantin. "Aku lagi istirahat di kantor. Kamu kenapa, Sayang?" jawab Maya. "Nggak apa-apa. Aku cuma pengen denger suara kamu aja," kata Dimas dengan suara pelan. "Kamu lagi di mana sekarang?" tanya Maya. "Di kantin kantor. Lagi makan siang sama temen-temen," jawab Dimas. "Oh, baiklah. Aku juga lagi makan siang sama Arif," kata Maya tanpa sadar. Dimas terdiam sejenak. "Oh, oke. Kamu hati-hati ya," jawabnya mencoba menahan rasa cemburu. "Iya, Mas. Kamu juga jaga diri ya," balas Maya dengan suara lembut.

Setelah menutup telepon, Dimas merasa hatinya kembali gelisah. Bayangan Maya dan Arif makan siang bersama terus menghantui pikirannya. Ketika kembali ke meja kerjanya, Rina mendekati Dimas lagi. "Kamu kenapa lagi, Mas? Kayaknya makin murung aja," tanya Rina dengan nada prihatin. "Tadi aku telepon Maya, dia bilang lagi makan siang sama Arif," jawab Dimas dengan nada sedih.

 

"Ya ampun, Mas. Jangan terlalu dipikirin. Mereka kan cuma temen kerja," kata Rina mencoba menghibur. "Iya, aku tahu. Tapi tetep aja rasanya nggak enak," balas Dimas sambil menghela napas. Rina menepuk bahu Dimas pelan. "Coba deh kamu ajak Maya buat liburan bareng pas dia ada waktu luang. Biar kalian bisa lebih dekat lagi." Dimas berpikir sejenak. "Ide bagus, Rin. Aku bakal coba ajak Maya liburan bareng."

Malam harinya, Dimas kembali menelepon Maya. "Yang, kamu ada waktu libur nggak dalam waktu dekat? Aku pengen ajak kamu liburan bareng," tanya Dimas dengan harapan. "Liburan? Hmm, aku coba cek jadwal dulu ya, Ayang. Kayaknya minggu depan aku ada waktu luang," jawab Maya. "Oke. Kalo gitu kita rencanain dari sekarang ya. Aku pengen kita bisa lebih dekat lagi," kata Dimas dengan semangat. "Iya. Aku juga pengen. Kita atur aja ya," balas Maya dengan senyum. Hari-hari berikutnya, Dimas berusaha lebih fokus pada pekerjaan dan merencanakan liburan bersama Maya. Dia berharap, dengan menghabiskan waktu bersama, hubungan mereka bisa kembali erat.

Namun, kegelisahan itu tetap ada. Suatu hari, saat sedang bekerja, Dimas menerima pesan dari Maya. "Mas, aku baru dapet tugas tambahan dari kantor. Sepertinya aku nggak bisa libur minggu depan," tulis Maya. Dimas merasa kecewa, namun dia berusaha untuk mengerti. "Nggak apa-apa, Sayang. Kita bisa rencanain lagi kapan-kapan," balasnya. "Iya, Sayang. Maaf ya, aku jadi nggak enak," tulis Maya. "Nggak usah minta maaf. Aku ngerti kok," balas Dimas sambil menghela napas.

Hari-hari berlalu, dan Dimas semakin tenggelam dalam kegelisahannya. Meskipun dia mencoba untuk tetap percaya pada Maya, perasaan cemburu dan khawatir terus menghantui. Suatu malam, Dimas tidak bisa tidur. Dia memutuskan untuk keluar dan mencari udara segar. Dia berjalan-jalan di sekitar kosannya, mencoba menenangkan pikirannya. Ketika sedang duduk di sebuah taman kecil, teleponnya berbunyi.

"Halo, Sayang. Kamu lagi di mana?" tanya Maya di seberang telepon. "Aku lagi di luar, cari udara segar. Nggak bisa tidur," jawab Dimas. "Kamu kenapa nggak bisa tidur?" tanya Maya dengan nada khawatir. "Nggak apa-apa. Cuma lagi banyak pikiran aja," balas Dimas dengan suara lemah. "Sayang, aku juga kangen sama kamu. Aku pengen kita bisa ketemu lagi," kata Maya. "Iya, Sayang. Aku juga kangen. Tapi aku nggak mau ganggu pekerjaan kamu," jawab Dimas. "Kamu nggak ganggu kok Yang. Aku pengen kita bisa lebih dekat lagi," kata Maya dengan suara lembut. Mendengar kata-kata Maya, Dimas merasa sedikit lega.

Mereka berbicara lama malam itu, mencoba untuk menguatkan satu sama lain. Hari-hari berikutnya, Dimas berusaha lebih keras untuk mengatasi kegelisahannya. Dia berfokus pada pekerjaannya, namun tetap menjaga komunikasi yang baik dengan Maya. Suatu hari, Dimas menerima pesan dari Maya. "Sayaaanngg, aku dapat cuti dua hari minggu depan. Gimana kalau kita ketemu?" tulis Maya. Dimas merasa sangat senang. "Tentu, Sayang! Aku bakal atur semuanya. Kita ketemu ya!" balasnya dengan semangat.

Mereka berdua merencanakan pertemuan tersebut dengan penuh antusias. Dimas merasa, ini adalah kesempatan untuk mengembalikan kepercayaan dan kedekatan mereka. Minggu yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Dimas menjemput Maya di stasiun, dan mereka langsung menuju ke sebuah villa yang sudah Dimas siapkan untuk liburan singkat mereka. "Sayang, tempatnya bagus banget. Makasih ya udah rencanain ini," kata Maya sambil memeluk Dimas. "Aku juga senang kita bisa liburan bareng. Aku pengen kita lebih dekat lagi," balas Dimas dengan senyum.

Selama dua hari, mereka menikmati waktu bersama. Berjalan-jalan di pantai, menikmati makanan enak, dan berbicara tentang banyak hal. Perlahan, kegelisahan Dimas mulai menghilang, tergantikan oleh kebahagiaan dan kepercayaan. Namun, saat mereka duduk di pantai pada malam terakhir, Dimas merasa perlu berbicara jujur.

"Sayang, aku mau minta maaf. Selama ini aku terlalu banyak curiga dan cemburu," kata Dimas dengan suara serius. "Nggak apa-apa. Aku ngerti kok. Aku juga minta maaf kalau udah bikin kamu khawatir," jawab Maya sambil menatap Dimas. "Aku janji, aku bakal lebih percaya sama kamu. Aku nggak mau kehilangan kamu," kata Dimas sambil menggenggam tangan Maya. "Aku juga janji, Mas. Aku bakal lebih jaga perasaan kamu," balas Maya dengan senyum.

Malam itu, mereka berdua berjanji untuk selalu menjaga kepercayaan dan komunikasi. Meskipun jarak memisahkan, mereka tahu bahwa cinta mereka akan selalu kuat jika saling mendukung.

1
jeju
hai thor aku udah mampir nih semangat ya buat karya selanjutnya
Iqbal Maulana: oke makasi masih proses yg hembusan angin
total 1 replies
Durahman Kedu
sudah selesai apa masih terus nih.. ceritanya bagus...
Iqbal Maulana: sudah bikin karya kedua judulnya "Hembusan Angin" dengan cover cewek yg diselimuti dedaunan /Grin/
Durahman Kedu: oke.. bikin lagi gan... sukses selalu pokoknya
total 3 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!