Danyang Wilangan

Danyang Wilangan

PROLOG

Suara siulan membelah sunyi malam di sebuah gang kecil. Disertai suara seretan benda berat di tanah kering berkerikil. Langkah kaki menjejak berat dan kasar, menahan beban sesuatu yang diseretnya paksa dengan santai. Erangan lirih dan tertahan sesekali terdengar. Lalu kembali disenyapkan dengan satu tendangan.

“Oke, di sini cukup.”

Satu tarikan kuat diikuti lemparan cepat. Menimbulkan suara debuman keras dari hantaman benda berat yang mendarat. Kedua telapak tangan besar mengenakan sarung bertepuk dengan mantap. Helaan napas lega sarat akan rasa kesal. Diakhiri dengan meludah sembarangan.

“Ehem! Permisi... Bapak?”

DEG!

Si pria berbadan gempal membelalak. Alis mengernyit, ia memutar badan dengan gerak lambat. Sosok pemilik suara barusan membuatnya sedikit tersentak.

“Bapak buang sampah sembarangan, ya? Hayo, ngaku!”

Si pria brewok berbaju serba hitam dengan topi yang menutupi sedikit matanya itu mengeratkan rahang. Kesal. Baru sadar jika tindakannya kepergok seseorang.

“Kalo Bapak diem, berarti bener? Mentang-mentang tempat ini nggak berpenghuni, trus Bapak seenaknya buang-buangin sampah gitu di sini?”

Sontak kuduk pria itu meremang. “Siapa kamu?!” hardiknya, “kalau tempat ini nggak berpenghuni, lalu kamu—” Ucapan tercekat di tenggorokan.

Sosok wanita cantik yang semula berwajah kesal namun centil itu tiba-tiba menyeringai. “Aku?” tunjuknya ke dada. Sedetik kemudian ia melesat cepat dan menangkap leher si pria dengan cengkeraman tangan. “Aku adalah sesuatu yang tidak akan membiarkan siapa pun mengotori tanah hitam ini.” Sosok cantik itu makin mengeratkan cekikannya. “Terutama apa yang kau buang barusan, kau harus mengambilnya kembali.”

“Keegh! Sia—lan!”

Si pria bertopi coba memberontak. Menyerang wanita itu dengan ayunan tangan secara acak. Memukul, mencakar, juga tekukan lutut yang coba menendang. Nihil, sosok itu tak tersentuh. Membuat si pria kian yakin bahwa makhluk gaiblah yang menjadi musuh.

“Ampun! A—ampuuun—keergh!”

Wanita itu mengendurkan cekikan. Lalu dengan cepat melempar tubuh gempal si pria sembarangan. Terdengar bunyi tulang yang patah disertai jerit kesakitan.

Kemudian dari balik punggung si wanita mendadak sosok-sosok astral berbagai bentuk bermunculan. Membuat si pria histeris ketakutan. “Ampuuun! Tolooong!” teriakannya melolong membelah sunyi malam.

Si wanita mendekat lalu berjongkok. Tangan menjulur, membuka, lalu membuang topi si pria. Jemari lentiknya yang pucat meraba dahi, lalu asap hitam menguar dari sana.

“Bawa pulang. Akui kesalahan. Terima hukuman.”

Si pria hanya mengangguk paham dengan tatapan mata menerawang. Wanita itu kemudian mengalihkan pandangannya ke arah seonggok tas travel besar warna hitam yang tergeletak di semak belukar. Mengabaikan si pria yang berusaha bangun lalu kabur dengan langkah gontai.

Perlahan tangan wanita itu menarik retsleting tas hitam. Wajah pucat seorang wanita pun terpampang. Sejatinya ia sudah tahu bahwa pria tadi membuang jasad seseorang. Tapi ia ingin lebih mengetahui bagaimana kronologinya.

Disentuhnya dahi korban. Dan kelebat masa lalu pun tayang di penglihatan.

Sebuah mobil sedan meluncur kencang di jalan besar. Belok ke kiri dari pertigaan menuju ke arah jalan di bawah kaki Gunung Wilangan. Wanita yang duduk di samping kemudi mengernyit heran.

“Mas, ini kita mau ke mana, kok aku baru tahu jalan ini?”

“Udah, kamu diem aja,” tukas seorang pria tampan yang duduk di balik kemudi.

Wanita yang mengenakan sweater krem itu tampak gelisah. Ia tak suka karena diajak melewati jalan yang asing dengan kebut-kebutan. Meski jalanan sudah lengang karena jam di dashboard mobil menunjukkan pukul 10 malam, nyatanya hal-hal negatif tetap membayangi pikiran.

Dibukanya aplikasi maps di HP, lalu terbelalak karena heran. “Mas! Ini kan beda arah sama rumah? Kamu mau ajak aku ke mana?”

“Udah kubilang diem, ya diem!”

“Tapi, Mas... kita musti buruan pulang. Abel pasti udah kelaperan.”

Pria di sampingnya bergeming. Sorot matanya tajam menatap lurus jalanan. Tanpa wanita itu duga, mobil mereka melaju melewati gapura selamat datang.

“Mas! Jangan kayak gini, dong! Please, kamu berhenti sekarang trus balik arah. Kita pulang!”

Mobil mengerem kasar setelah menepi di permukimam terbengkalai dan tak ada satu pun lampu jalan. Si pria melepas seat belt dengan cepat. Lalu membungkuk ke kursi wanita di sampingnya. Ia tarik kerah kemeja di balik sweater itu hingga kancing-kancingnya pretel semua.

“Mas Lukman, kamu apa-apaan?”

“AKU UDAH NGGAK TAHAN!”

Wanita itu membelalak setelah dibentak. “A–aku belum genap 40 hari habis lahiran!” Ia pun beralasan sambil memberontak. Dijambaknya rambut si pria untuk menjauhkan wajahnya dari dada. “Istighfar, Mas, istighfaaar!” Wanita itu mulai terisak. “Aku ini adik iparmu! Bayiku nungguin aku! Tolong, jangan khianati kepercayaan adikmu yang nitipin aku sama kamu...”

“Aku nggak peduli! Aku yang lebih dulu suka sama kamu ketimbang adikku itu! Sekarang dia udah mati, kamu jadi milikku!”

“NGGAK!”

“DIAM, GIA!” Lukman naik pitam. Dibekapnya mulut adik ipar dengan tangan besarnya yang berkeringat dingin. “Kalo kamu berontak, kubunuh kamu!”

Cakaran kuku menggores pipi si pria bernama Lukman yang coba menodai adik ipar. Momen kritis menegangkan yang emosional berlangsung selama beberapa saat hingga si wanita mulai kelelahan karena tenaganya kalah di hadapan Lukman.

“Tolong! Tolooong!” jerit Gia begitu mulutnya lepas dari bekapan.

Teriakan yang juga sia-sia. Karena waktu dan tempat tak berpihak padanya. Gia kian lunglai, tak berdaya, karena badannya tersudut dengan tengkuk leher tertekuk di pintu mobil, sedangkan si pria semakin liar memaksanya.

Nyaris pasrah, merelakan diri dinodai demi terus hidup lalu pulang dan bertemu anak-anaknya. Hingga tiba-tiba satu pukulan benda berat memecahkan kaca pintu sopir. Lukman dan Gia terkejut bukan main. Lukman menoleh ke belakang, sedangkan Gia bernapas lega dan buru-buru membenahi sweater-nya.

Lukman menangkap tangan bersarung hitam yang meraih dan membuka kunci pintu dari lubang kaca. Tapi sebuah bogeman mendarat cepat di wajahnya. Ia berteriak kesakitan lalu mengumpat kesal.

“BAJINGAN! S–SIAPA KAMU?!”

Pintu terbuka. Tangan gempal berjaket hitam terjulur meraih kerah Lukman lalu ditariknya dengan kasar. Badan jangkung Lukman terlempar keluar ke jalanan. Kemudian Gia menyaksikan sebuah pembantaian yang merenggut nyawa Lukman.

“AAAKH! TOLOOONG!” Gia hanya bisa berteriak meski tahu tak akan ada hasilnya.

Si pria berjaket hitam menoleh pada Gia dan menatapnya tajam. Dengan langkah panjang-panjang, pria itu menuju kursi Gia. Membuka pintunya yang sudah tak terkunci lalu menyeret wanita itu keluar juga.

“Tolong jangan sakiti aku! Tolooong! Aku punya anak-anak kecil yang menunggu di rumah! Tolooong!”

Namun pria itu bergeming. Memperlakukan wanita lemah seolah sedang bermain. Bersiul-siul nyaring. Lalu menggumam, "Dulu kamu nolak aku. Kubunuh suamimu. Sekarang kamu dipaksa iparmu, maka kulenyapkan juga dia di hadapanmu."

Mata Gia membelalak. Baru sadar bahwa pria yang tak jelas wajahnya karena topi menutupi hingga ke mata itu ternyata seseorang yang pernah gagal dijodohkan dengannya. Kini ia benar-benar baru sadar berkat mengenali suaranya.

"K–kamu..."

"Iya, ini aku," sahut si pria yang masih menyeretnya. "Kamu tahu? Lukman itu yang nyuruh aku meracuni suamimu. Dia juga yang bantu aku lolos dari jerat hukum."

Gia terhenyak, tak bisa berkata-kata. Hanya air mata yang mengalir deras di pipinya. Ia merasa frustrasi sekaligus menahan sakit karena pria yang telah membantai Lukman dengan pisau daging itu menjambak rambutnya dan terus menyeretnya ke semak-semak. Pikiran negatif Gia saat ini adalah pria itu akan menodainya juga.

Benar saja, si pria membanting tubuh lemas Gia dengan tanpa ampun. Lalu merobek pakaian yang masih berbau wangi bedak bayi. Gia menggeleng-gelengkan kepala menghindari ciuman si pria di bibirnya. Berusaha memberontak meski tak ada daya. Demi kehormatannya, ia raih sebuah pisau yang terlihat menyelip di saku jaket si pria lalu menusuk dadanya sendiri. Lebih baik mengakhiri hidup daripada ternodai.

“CK! Bangsat!” umpat si pria. Ia tarik naik kembali retsleting celananya. Sudah hilang gairah karena si wanita dalam proses meregang nyawa.

Mendengus kesal, pria itu tak buang waktu dan segera menjambak Gia lagi lalu menyeretnya pergi. Menuju mobil sedan yang pemiliknya sudah mati. Dibantingnya jasad Lukman yang berlumuran darah ke jok belakang lalu ia obrak-abrik isi bagasi. Satu tas travel dikeluarkan isinya, lalu memasukkan tubuh Gia yang sedang sekarat ke sana.

Air mata menitik. Membasahi pipi si cantik. Kronologi mengerikan itu membuat amarahnya kembali terpantik. Dengan cepat ia melesat ke tempat si pelaku pembantaian yang tengah berjalan tertatih untuk melarikan diri. Dicengkeramnya ujung kepala pria itu. Lalu diputar perlahan dengan dihiasi jeritan hingga lehernya terpelintir dan wajahnya berubah posisi 180 derajat menghadap ke belakang.

“AAARGH!” teriak wanita cantik itu, penuh amarah. “Tak adil jika kau masih hidup meski mendekam di penjara. Jadi lebih baik kuadili saat ini juga!” geramnya.

Kemudian, keesokan harinya, berita yang memuat kengerian malam itu menyebar cepat dan viral.

“Apa, sih! Pagi-pagi nonton berita pembunuhan!” hardik seorang satpam.

“Soalnya ini tuh lagi rame. Orang-orang kompleks sini geger, Pak!” debat satpam satunya.

“Tapi ini anak-anak lagi jamnya lewat. Nggak baik didenger mereka, ntar ketakutan nggak jadi berangkat.”

“Iya, maaf.”

TV dimatikan bersamaan dengan munculnya seorang gadis mengenakan seragam SMP yang berjalan mengentak. Ia berhenti di depan pos satpam, menanti jemputan ojek online. Seorang satpam keluar.

“Dek Nay, hari ini nggak diantar?” basa-basi si satpam.

“Iya, Pak,” jawab gadis itu singkat, dengan ekspresi tegang yang tak bersahabat. Tak lama kemudian satu ojol datang.

“Itu Dek Nayla yang pindahan dari Desa Wilangan, kan?” tanya seorang petugas kebersihan kompleks pada si satpam begitu motor ojol melaju ke jalanan.

Satpam itu mengangguk mengiyakan. “Kira-kira dia tahu nggak ya kalo kasus pembunuhan yang lagi viral ini terjadinya di sana?”

Terpopuler

Comments

Maz Andy'ne Yulixah

Maz Andy'ne Yulixah

Kak thor kasih tau cuss mampir Kak,,tapi baru baca di Bab Awal sudah tegang dan sadis juga😅🤭

2024-08-01

1

Andini Marlang

Andini Marlang

waduh ....ni ko bikin tegang aja toh Thor 😧😧 Bab awal kasuse pembunuhan , , yg jadi kepop adkh ini crta sangkut pautnya sama yg SDH Tomat Thor ????

yuk semangat ..up lagi thor

2024-05-18

4

Ali B.U

Ali B.U

baru 1 bab aja dah bikin merinding,

lanjut kak

2024-05-17

5

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!