anatasya deanza putri, berusia 17 tahun.
Semula, Dia hidup dalam keluarga yang penuh dengan cinta. Rumah yang selalu menjadi tempat ternyaman baginya, rumah yang selalu memeluknya saat dia rapuh. Namun, tiga tahun yang lalu saat berusia 14 tahun, Segalanya berubah. Dirinya dituduh sebagai seorang pembunuh, dan penyebab meninggalnya bunda. Hari demi hari dia lewati dengan rasa sakit dari keluarganya.
Rumah yang dulu menjadi tempat dia berlindung. Kini rumah itu menjadi tempat penyiksaan dan rasa sakit bagi fisik maupun mentalnya.
Akankah gadis itu terus bertahan sampai akhir?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon flowerrrsss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 29
Kevin tak menuju ke rumah sakit, dia malah berbelok arah dan berhenti di sebuah warung.
"turun sya" ucap kevin.
Sebenarnya tasya heran, kenapa kevin berhenti di sini, bukannya dia ingin ke rumah sakit. Tasya tak mempermasalahkannya, dia menuruti permintaan kevin untuk turun dari motornya. Setelah tasya turun dari motor, kevin pun ikut turun dari motornya.
Kevin mulai melangkah memasuki area warung tersebut, dengan tasya yang membuntutinya.
"duduk sya" ucap kevin yang mempersilahkan tasya untuk duduk. Mendengar itu, tasya pun langsung duduk di sebuah kursi.
"kakak lapar ya?"
"emang kamu ga lapar?"
"lapar sih kak" jawab tasya sembari cengengesan.
"mau makan apa? Biar gue traktir"
"emang ada apa aja kak?"
Kevin tertawa. "oh iya, gue lupa ngasih menunya sama lo. Gue udah biasa ke sini, dan gue selalu pesan menu yang sama"
"emangnya kakak selalu pesan apa?" tanyanya penasaran.
"nasi goreng di sini enak banget sya, lo harus cobain"
"boleh deh, aku mau"
Kevin mulai memesan pesanan mereka.
Tak lama kemudian pesanan mereka akhirnya tiba. Mereka mulai menikmati makan dan minumnya.
"gimana sya?"
"enak banget kak" ucap tasya yang kesulitan untuk bicara karena mulutnya yang penuh.
Setelah beberapa saat, mereka telah selesai. Lalu, mereka melanjutkan kembali perjalanannya menuju rumah sakit.
Tasya menunggu kevin yang sedang memarkirkan motornya di loby.
Mereka mulai melangkah menuju ruangan dion. Tetapi, entah kenapa langkah kaki tasya seolah berat sekali untuk melangkah, dia berdiam diri. Kevin yang sadar dengan perilaku tasya langsung menoleh dan mendekat ke arah tasya.
"kenapa sya?"
Tasya tak menjawab pertanyaan kevin, dia terus diam dan mematung.
"sya" kevin mulai khawatir kepada tasya. Secara tiba-tiba sekali tasya menjadi seperti itu.
Tetapi, malah air mata yang jatuh dari matanya.
"kok nangis? Kita duduk dulu ya" ucap kevin sambil menati perlahan tangan tasya dan menuntunnya ke sebuah kursi tunggu yang berada di sekitar mereka.
"lo kenapa sya? Ada yang sakit?"
Tasya hanya menggelengkan kepalanya sambil terus menangis. Kevin sangat bingung dengan sikap tasya. Dia memutuskan mengambil ponsel dari saku jaket yang dia kenakan. Dia segera memberi kabar kepada william.
Kevin hanya bisa diam dan terus memperhatikan tasya yang terus saja menangis di sampingnya sembari menunggu william menghampiri mereka.
"kevin!" panggilnya.
Mendengar panggilan tersebut, kevin langsung menoleh ke sumber suara. Terlihat william yang mulai mendekat ke arahnya.
Saat william tiba di sisi tasya dan kevin, dia memperhatikan sang adik yang sedang menangis di sana.
"kenapa?" tanyanya singkat pada tasya.
Tasya menoleh menatap sang kakak selama beberapa saat.
"tasya takut kak"
"takut?"
Mendengar tanggapan dari sang kakak, tasya merasa makin tak enak. Pagi tadi william sangat lembut kepadanya, tetapi saat ini, dia kembali dingin dan cuek.
"gausah kelamaan sya, kalau emang lo niat. Kalau lo terpaksa ke sini karena kevin, mending gausah. Lo pulang aja" ucap william sembari berjalan pergi meninggalkan kevin dan tasya begitu saja.
Kini kevin menatap tasya. Dia tak menyangka william akan seperti itu kepada adiknya. Kalau saja kevin tau akan seperti itu jadinya, dia tak akan memberi kabar kepada william.
"gimana sya? Mau pulang aja? Atau mau lanjut?" awalnya memang kevin yang mengajak tasya untuk ke rumah sakit. Tetapi, jika seperti itu sikap keluarga anggara kepada tasya, kevin lebih baik tidak mengajak tasya.
"gapapa kak, kita tetap jenguk papah"
"lo yakin sya?"
Tasya mengangguk.
Kevin dan tasya berjalan kembali untuk menuju kamar dion di rawat inap.
Saat keduanya tiba, ada bryan dan robert yang sedang duduk. Tasya tak melihat william di sana, entah kemana kakaknya itu pergi setelah menghampiri tasya tadi.
Bryan dan robert menyadari kedatangan tasya dan kevin.
"kirain udah lupa kalau masih punya keluarga" ucap robert.
Ucapan yang di lontarkan oleh robert lagi-lagi berhasil membuat hati tasya sperti di iris. Ingin sekali tasya membalasnya. Tetapi, dia sadar dengan keberadaannya saat itu, dia berada di rumah sakit.
Tasya menatap kevin, kevin yang menyadarinya pun menatap kembali tasya. Seolah mengerti yang di katakan oleh tasya, dia mengangguk.
Saat melihat kevin mengangguk, seperti ada dorongan untuk tasya berbicara. "tasya cuma mau ngeliat keadaan papah kak"
"papah juga ga bakal sudi di jenguk sama lo sya" celetuk robert.
Sebenarnya sudah biasa bagi tasya mendapat perlakuan seperti itu dari kakaknya, tapi entah kenapa setelah banyaknya kejadian yang menimpa tasya, semua itu bukan apa-apa bagi keluarganya. Seolah-olah jika tasya tiada pun mungkin mereka akan kelihatan sangat baik-baik saja.
Memang salahnya terlalu berharap keluarganya akan mengkhawatirkan dirinya.
***
"aduh!"
"tasya!"
"ya ampun sya!"
Ketiga kakak laki-laki berlari mendekat ke arah tasya yang terjatuh dari sepadanya.
"hati-hati sya" ucap william lembut.
"harusnya kamu bilang sama abang biar abang jagain kamu" ucap bryan.
"iya sya, kamu kan punya tiga abang yang sangat sayang banget sama tasya. Harusnya princess bilang sama kita"
"maaf ya kak" setelah mengucapkannya tasya mulai menangis.
"anak cantik kok nangis?" ucap robert.
"kesayangannya abang ga boleh nangis nanti cantiknya hilang. Emang mau ga cantik?" ucap bryan yang berusaha menghibur adik bungsunya.
"adik kecil kesayangan kakak ga boleh nangis ya. Princess mau eskrim?" ucap william.
"atau mau mainan? Boneka mau?" tambah bryan.
***
"aku mau ngeliat papah boleh ya kak?"
"harusnya boleh bang, bagaimana pun juga tasya anaknya. Dia berhak untuk ketemu sama papahnya" ucap kevin.
"tau apa sih lo tentang keluarga gue?" ucap robert sambil melangkah mendekat ke arah kevin.
"kita ga pernah ngelarang tasya buat ga ketemu sama papahnya, kalau kita ngelarang dia buat ga ketemu sama papah, mungkin dari dulu sampai sekarang dia ga pernah ketemu sama papah" tegas bryan.
Melihat kevin seperti di pojokkan oleh kedua kakaknya, membuat emosi tasya yang sedari tadi dia tahan. Akhirnya meledak. "mungkin kalau dari dulu kalian ga ngizinin aku buat ketemu sama papah atau pun tinggal sama kalian setelah bunda tiada, mungkin aku juga ga akan pernah ngerasain rasa sakit yang kalian kasih ke aku"
"bacot"
"stop! Stop drama tasya. Hidup ini ga selalu harus tentang lo! Lo ga bisa selalu maksa dunia buat ada di pihak lo! Kalau aja bunda ga nyelamatin lo waktu itu, mungkin bunda masih ada sampai detik ini. Bunda bakal nemenin proses dewasa kita!"
Ucapan yang robert berikan kepada dirinya, membuat tasya semakin marah. Dia sudah sangat lelah selalu menjadi penyebab utama bundanya meninggal. Selalu saja terus menyalahkan tasya. Mau sampai kapan seperti ini terus? Sampai tasya meninggal? Tapi kapan. Kapan tasya akan mati?
"aku ga pernah minta bunda buat nyelamatin nyawa aku kak! Kakak bilang, dunia ga harus selalu ada di pihak aku? Kakak ga salah? Harusnya aku yang bilang kak! Harusnya kakak yang stop! Stop bersikap seolah-olah cuma kalian yang ngerasa kehilangan bunda! Aku cuma perempuan biasa kak, aku manusia biasa. Aku bisa capek, aku bisa marah, aku bisa sedih, nangis, bahagia, sama kaya kalian. Tapi kenapa kalian bersikap seolah aku beda sama kalian?"
"harusnya lo tanya sama diri lo sendiri. DASAR ANAK GA TAU DIRI" teriak robert.
Keributan antara robert dan tasya semakin panas. Bryan yang melihat kedua adiknya ribut di depan ruangan papah. Membuatnya kehabisan kesabaran.
"DIAM!" teriaknya.
Tasya dan robert yang sedang ribut. Saat mendengar kakaknya berteriak kepadanya, mereka langsung diam. Kevin yang berusaha menenangkan tasya dan membawa tasya pergi dari tempat itu, tetapi tasya selalu menolaknya.
Di sana memang tak ada william. Tetapi, bukan berarti william tak tau apa yang sedang terjadi. Dia sangat tau apa yang sedang terjadi kepada keluarga. Rupanya, pada saat keributan antara tasya dan robert terjadi, william memperhatikan mereka dari kejauhan.