Menikah secara tiba-tiba dengan Dean membuat Ara memasuki babak baru kehidupannya.
Pernikahan yang awalnya ia kira akan membawanya keluar dari neraka penderitaan, namun, tak disangka ia malah memasuki neraka baru. Neraka yang diciptakan oleh Dean, suaminya yang ternyata sangat membencinya.
Bagaimana kisah mereka selanjutnya? apakah Ara dapat menyelamatkan pernikahannya atau menyerah dengan perlakuan Dean?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lalu Unaiii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 32
Beberapa hari berlalu.
Hari yang ditunggu Dean akhirnya tiba. Hasil tes DNA keluar hari ini.
Dean duduk di kursi kebesarannya, begitu gelisah memandang sebuah amplop berwarna putih dengan lambang Subroto Hospital di atasnya. Amplop itu diserahkan oleh Bima sekitar lima menit yang lalu.
Dean gelisah, belum siap menerima jika yang tercetak dalam kertas hasil tes DNA itu mengatakan bahwa Ara adalah anak kandung Ayana. Dulu, dia sangat membenci Ara, ingin Ara menghilang dari kehidupannya. Tanpa dia sadari rasa benci yang begitu besar bisa berubah menjadi cinta. Mereka bahkan tidak pernah makan satu meja setelah menikah, perempuan itu dia perlakukan seperti pembantu.
Dean memijat pelipisnya, satu hal dia sadari, bahkan dengan semua hal yang dia lakukan untuk menjauhkan Ara darinya, dia tetap bisa jatuh cinta kepada Ara. Ya, perasaan yang semula mati-matian dia coba sangkal itu membuatnya mengakui dengan sendirinya. Ara mudah untuk dicintai.
Tangan Dean perlahan meraih amplop putih tersebut, membuka perekatnya, mengeluarkan kertas yang terlipat di dalamnya. Dean masih menimbang sebentar sebelum tangannya membuka lipatan kertas itu secara perlahan.
Mata Dean membesar, membaca dengan teliti. Jantungnya bertalu-talu, dia berkeringat dingin.
Seketika Dean berdiri dari kursinya, demi melihat sederet tulisan tebal bertuliskan '99,99%Tidak Identik' di kertas itu, Dean berteriak, melompat kegirangan. Hal yang tidak akan dia lakukan bahkan jika nilai saham perusahaan naik 70%.
Hal yang sangat dia takutkan ternyata tidak terjadi.
Mendengar teriakan Dean, Bima masuk dengan terburu-buru.
"Ara bukan anak Ayana, dia bukan anak perempuan itu Bim!" ucap Dean dengan begitu senang, dia bahkan memeluk Bima sangking senangnya.
"aku lega sekali, harusnya aku membuka amplop itu dari tadi."
Dean kembali duduk di kursinya, sedangkan Bima, seperti biasa, dia hanya menampilkan raut sedikit terkejut saat Dean memeluknya, tersenyum tipis lalu kembali memasang wajah datar.
Dean berdehem, "bagaimana dengan makam? Apa sudah ditemukan?"
"saya masih mencari tau Pak, lebih susah dari yang saya duga, makam dengan nama tersebut ternyata cukup banyak. Meski begitu saya akan berusaha."
Dean mengangguk.
"kalau begitu saya permisi Pak," pamit Bima.
***
"aku sengaja menunggumu Ara, aku harap kau tidak menolak ajakan makan siangku kali ini."
Bimo berdiri, menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, baru kali ini dia gugup seperti ini saat mengajak seorang perempuan untuk makan berdua.
Bimo sudah menunggu sejak jam sebelas di lobby kantor hanya untuk memastikan mereka tidak saling melewatkan.
Ara tentu terkejut, dia hendak makan siang bersama dengan teman-teman kantor yang lain, namun saat sampai di lobby dia malah menemukan Bimo sedang menunggunya.
"apa dia?" bisik Lila pada Ara. Ara menoleh sambil mengerutkan kening, lalu menggeleng.
"kami hendak makan siang bers-"
"kita sudah sering makan siang bersama Ara, kali ini kau bisa pergi dengan Pak Bimo," potong Lila sambil mendorong pelan tubuh Ara.
"iya betul Ra, kita bisa pergi lagi lain kali," ucap teman kantor Ara yang lain.
Bimo tersenyum, untungnya teman kantor Ara lebih peka, ini sangat membantunya, ternyata ada untungnya juga Dean tidak mempublikasikan pernikahan mereka, jadi, dia bisa dengan leluasa mendekati Ara.
Ara akhirnya hanya bisa pasrah, akan aneh jika dia kekeh menolak. dia tidak tau ini akan berakhir baik atau tidak.
"semoga makan siangnya lancar!" teriak Lila, orang-orang yang ada di lobby bahkan melihat ke arahnya, Ara hanya menunduk, orang-orang juga melihat ke arahnya karna teriakan Lila.
Termasuk Dean yang baru keluar dari lift tepat saat Lila mendorong Ara mendekat ke arah Bimo, tangannya mengepal, rahangnya mengeras, suasana hatinya yang tadinya sangat baik seketika menjadi buruk.
Dean hendak pergi makan siang di luar dengan Bima, karna suasana hatinya yang sangat baik dia bahkan menanyakan makanan yang ingin dimakan oleh orang kepercayaannya itu.
Kini nafsu makannya seketika hilang, Bimo ternyata tidak main-main dengan perkataannya.
"apa sebaiknya saya pesankan makanan take away saja Pak? Sepertinya cuaca di luar juga tidak terlalu bagus."
Bima yang mengetahui kobaran kemarahan di mata Dean pun mengusulkan, kebetulan di luar memang sedang mendung.
"sepertinya itu ide yang bagus, pesankan seperti biasa," ucap Dean lalu memutar badan, menekan tombol lift lalu masuk.
Ternyata sebegitu besar pengaruh Ara padanya, Dean melonggarkan dasinya. Dia bersandar pada dinding lift, dia harus bagaimana sekarang? Apa dia harus menjilat ludahnya sendiri lalu meminta kepada Bimo untuk berhenti mendekati Ara?
Dean menghembuskan nafas kasar.
Pintu lift terbuka, Dean pun keluar, dengan langkah-langkah lebarnya dia kembali ke ruangannya, memikirkan apa yang harus dia lakukan pada Bimo.
***
Makan siang yang amat sangat dinanti oleh Bimo ini berjalan dengan lancar, Ara menyukai restoran pilihannya juga menu makan siang mereka.
Waktu makan siang yang hanya satu satu jam ini akan Bimo pergunakan dengan baik. dia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan lagi.
"Ara," panggil Bimo.
Ara mengangkat wajahnya, menatap Bimo yang juga sedang menatapnya.
"aku harap makan siang ini bukan yang terakhir."
Ara mengerutkan keningnya, "apa kau berniat mengajakku makan lagi?" Ara bertanya.
Bimo tersenyum, "ya, tentu saja, bukan hanya makan siang, aku juga ingin makan malam bersamamu." Bimo menatap Ara dalam.
"kenapa?"
Bimo terlihat gugup, "aku ingin kau mengenalku lebih dalam."
Lagi-lagi Ara mengerutkan kening, dia tidak mengerti maksud perkataan Bimo, untuk apa dia mengenal laki-laki itu lebih dalam?
"kau mungkin sekarang masih bingung, tapi perlahan-lahan aku akan membuatmu mengerti Ara."
"apa kau sedang berusaha mendekatiku?" tebak Ara.
Bimo mengangguk, tak menduga Ara langsung menebak.
"Bimo aku adalah istri seseorang, Istri saha-"
"aku tau," potong Bimo.
"untuk itu aku memberitahu Dean, dan dia mengizinkan aku mendekatimu. Dia memintaku membujukmu untuk mengajukan gugatan cerai." Bimo melanjutkan, dia sepertinya tidak sadar bahwa perkataannya barusan melukai perasaan Ara.
"apa Dean memang berkata begitu?" tanya Ara dengan nada kecewa.
"Aku tau kondisi pernikahan kalian tidak baik, awalnya aku ingin berhenti menyukaimu Ara, namun melihat pernikahan kalian seperti ini, aku merasa aku punya kesempatan, dan Dean memberiku peluang. aku harap kau juga memberiku kesempatan," tutur Bimo dengan bersungguh-sungguh.
Ara tidak menjawab, hatinya terluka mendengar bahwa Dean memintanya untuk mengajukan gugatan cerai, apa benar memang tidak ada masa depan untuk pernikahan mereka? Padahal dia sedang berusaha, dia bisa bertahan.
Ara menutup wajahnya dengan telapak tangannya, matanya tiba-tiba berair, dia tidak ingin menangis di depan Bimo.
"maafkan aku Ara, mungkin perkataanku membuatmu bersedih, tapi aku benar-benar serius, aku ingin membuatmu bahagia, jika kau mengizinkanku," ucap Bimo sembari meraih tangan Ara yang menutupi wajah sembabnya.